Thursday, February 12, 2009

Transmigrasi, Masihkah Diminati?


Program ‘transmigrasi’ sangat erat dengan Orde Baru. Saat itu, penduduk di Pulau Jawa dipindahkan ke pulau-pulau lain yang relatif lebih sepi, demi mengurangi kepadatan penduduk di Jawa dan mengurangi kemiskinan. Salah satu provinsi awal penerima transmigran dari Jawa adalah Lampung, diantaranya ke Gedong Tataan. Setelah lebih 60 tahun berjalan, bagaimana program ini berjalan? Reporter KBR68H Taufik Wijaya mencari tahu, masih adakah yang berminat ikut transmigrasi? Berikut ceritanya.

Audio: (saudara, saat ini saya tengah menuju Kota Purbolinggo dengan ojek motor. Di kanan kiri saya nampak terhampar kebun singkong dan rumah para transmigran. Umumnya mereka datang dari Jawa sekitar 1950 an. Jalan di sini sudah teraspal. Rumah yang dihuni para transmigran adalah rumah permanen atau rumah yang menggunakan batu bata…) Audio: Suara lalu lintas Purbolinggo
Walaupun namanya Purbolinggo, ini bukan di tanah Jawa, tapi di Lampung Timur. Desa yang saya datangi bernama Taman Asri, yang dihuni lebih 700 keluarga transmigran. Ini adalah salah satu lokasi transmigrasi tertua di Indonesia, sejak program ini dicanangkan pemerintah pada 1950. Letaknya sekitar 2 jam perjalanan dari ibukota provinsi, Bandar Lampung.

Audio: Suara lalu lintas Purbolinggo Audio: Suasana desa, bunyi jangkrik

Saya menuju rumah Jamikan, transmigran yang usianya sudah 73 tahun. Usia boleh tua, tapi tubuhnya masih sangat bugar. Pak Mikan bercerita, ia diajak saudaranya bertransmigrasi pada 1953 dari kampong halaman, di Gunung Kidul, Yogyakarta. Usia Jamikan saat itu baru 18 tahun.

Audio: (Masalah ekonomi. Karena saya keluarga besar , ekonomi kurang, terpaksa saya ingin ke Lampung. Karena daerahnya subur makmur katanya. Apa yang dikelola jadi. Kita kan orang hidup pingin makan, dan akhirnya masuk ke Taman Asri) Audio: Suasana desa, bunyi jangkrik

Audio: ( transmigrasi disini dapat tanah 1 hektar dan halaman setengah hektar. Transmigran juga dapat rumah darurat…)

Rumah darurat itu berdinding bambu, beratap ilalang kering, berukuran sekitar 6 kali 9 meter. Sebagai bekal, para transmigran diberi alat pertanian dan bantuan makanan.

Audio: (Sulit tidak beradaptasi dengan alam dan lingkungan di sini pada awalnya? Memang kalau saya rasa memang sulit. Karena dulu itu Pembina apapun belum ada seperti Pembina pertanian belum ada. (Fasilitas) Pendidikan belum seberapa. Sehingga adik adik saya tak meneruskan sekolah) Audio: Suasana mencangkul di kebun
Tanah sehektar yang diperoleh Jamikan lantas ditanami padi, jagung dan singkong.

Audio: (karena saya di Jawa sudah mengikuti orang tua bertani, jadi membuka tanah di sini mudah. Karena di sini tanahnya selain subur juga tidak miring-miring seperti di Gunung Kidul. Hanya di sini termasuk masih Rimba. Bagaimana dengan ancaman binatang buas? Ada monyet, harimau, gajah tidak ada dan Babi hutan Mengganggunya dengan tanaman. Tidak dengan orang)

Saban tahun, Jamikan bisa memanen 3 ton padi per hektar.

Audio: (tahun 50 an itu kalau singkong, belum bisa diperkirakan (hasilnya) kalau padi bisa mencapai 3 ton. kalau singkong hanya sedikit sedikit saja. Hasil panen langsung dijual? Tidak waktu itu belum ada istilah padi jual beli. Dulu itu ditimbun, dan dimakan untuk keluarga Audio: Suasana desa, bunyi jangkrik

Kerja keras Jamikan sebagai transmigran di Lampung membuahkan hasil. Dari hasil pertanian, Jamikan yang hanya sekolah tingkat SD berhasil menghantarkan tujuh anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ada yang jadi sarjana, ada yang kini bekerja sebagai PNS.

Audio: ( Jadi insya alloh dengan berkat tuhan, saya dapat mengenyam hasilnya. Meski saya bukan transmigran asli. Tapi cita cita saya dari Jawa bisa tercapai. Sekarang saya bisa menyekolahkan anak saya sesuai dengan idam-idaman saya)
Sebelum mengakhiri perbincangan, Jamikan menitip pesan. Ia meminta pemerintah terus memantau perkembangan transmigran yang baru merintis wilayahnya

Audio: (tapi kalau selalu dipantau pemerintah saban satu tahun sekali. Bagaimana perkembangannya dan bagaimana yang harus dilakukan pemerintah. Dan sekarang ka nada lembaga masing-masing pemerintah seperti pertanian, kesehatan dll. Saya harapkan pemantauan dilakukan di daerah manapun juga)

Saudara, setelah hampir 60 tahun berjalan, bagaimana kabar program transmigrasi kini? Masihkah diminati?

Siswono Judohusodo gundah karena lahan pertanian di Jawa terus menyusut. Mengutip data Sensut Pertanian 2003, sepanjang 10 tahun, luas pertanian mengecil 0,18 hektar. Bekas Menteri Transmigrasi dan Permukiman Perambah Hutan era Pemerintah Soeharto mengatakan, kalau begini terus, petani terancam makin miskin.

Audio: (pada 2003 rata rata lahan yang dimiliki petani di pulau jawa sudah demikian sempitnya 0,3 hektar. Pada 10 tahun sebelumnya 1993, rata rata lahan petani di pulau Jawa mencapai 0,48 hektar. Nah menyempitnya lahan ini menjadi sumber kemiskinan petani. Oleh karena itu negara mesti menyediakan lahan yang lebih luas agar mereka semakin sejahtera)

Bagi Siswono, program transmigrasi sungguh relevan di zaman sekarang. Isu kemiskinan, kata Siswono, bisa ditangani dengan memindahkan sebagian penduduk, khususnya buruh tani yang miskin, ke luar Jawa. Supaya lebih sejahtera. Lewat transmigrasi, semua orang diberi kesempatan untuk bekerja dan mengolah sumber daya di pulau lain, seperti Papua, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.

Audio: (menurut saya program ini lebih diperlukan saat ini dibanding masa lalu. Kenapa? Karena jumlah penduduk Indonesia bertambah 1,3 persen pertahunnya. Setiap tahun lahir 3,5 juta orang. 25 tahun lagi penduduk Indonesia mencapai 400 juta orang, dan mereka semua perlu makan beras jagung gula tebu dll. Kita tidak mungkin kalau tidak melakukan perluasan areal pertanian)

Sejauh ini, peminat transmigrasi masih tinggi, tapi justru pelaksanaan programnya yang terkendala. Begini alasan Direktur Perencanaan Teknis Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Depnakertras, Prasetyoadi Warsono

Audio: (kalau dari peminat masih banyak. Data terakhir peminat mencapai 125 ribu Kepala Keluaraga yang sudah mendaftar kepada kita tapi mereka masuk waiting list. Nah ini karena masalah kemampuan pendanaan kita yang kecil untuk program transmigrasi. Untuk itu perlu dukungan politis seperti yang disampaikan pak Sis, bahwa program ini perlu digiatkan dibanding masa lalu. Untuk itu kita perlu trobosan…)

Terobosan yang dimaksud Prasetyo adalah program Transmigrasi Swakarsa Mandiri. Program ini dipopulerkan bekas Menteri Transmigrasi Siswono Judohusodo. Dana, tak lagi jadi kendala, karena ongkos sepenuhnya ditanggung tramigran. Pemerintah hanya perlu menyediakan lahan untuk tempat tinggal dan pertanian bagi para transmigran.

Audio: (Jadi kalau zaman orde baru, rata rata penduduk yang dipindahkan saban tahunnya bisa mencapai 150 ribu kepala keluarga sekarang kemampuan pemerintah makin kecil. Sehingga Yang bisa diberangkatkan saban tahunnya hanya 12.500 KK. Tapi dari tahun ke tahun kami akan memperbesar program transmigrasi swakarsa mandiri…)

Langkah lain adalah lewat program Kota Terpadu Mandiri, KTM, kerjasama pemerintah pusat dan daera. Mulai 2007 sampai 2009, rencananya akan dibangun 20 KTM, yaitu di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.

Kembali Prasetyoadi Warsono

Audio: (Jadi diantara permukiman di desa tra nsmigrasi jadi kita bangun pusat pertumbuhan dengan fungsi perkotaan didalamnya. Jadi kita bangun kota kota kecil di tengah permukiman. Sebetulnya sudah kami rancang permukiman transmigrasi nantinya menjadi pusat pertumbuhan..)

KTM sengaja dirancang untuk mendekatkan tempat pemasaran hasil pertanian dengan lokasi tempat tinggal.

Audio: (selama ini memasarkan hasil pertanian mereka berjuang sendiri, dan menuju ke kota atau kabupaten itu jaraknya cukup jauh dan infrasstrukturnya masih sangat minim. Nah untuk itu akan kita dekatkan ke lokasi pemasaran. Kita juga berikan nilai tambah dengan pengolahan hasil kerjasama dengan swasta. MIsalnya kita bangun pabrik padi di lokasi transmigran. Sehingga nilai tambah dapat mereka nikmati)

Pemerintah Kabupaten Boalemo, Gorontalo, termasuk yang ada di garda terdepan mendukung program Kota Terpadu Mandiri. Tak bisa dipungkiri, program ini butuh kerjasama erat antara pemerintah pusat dan daerah. Bupati Boalemo Iwan Bokings

Audio: (kami bukan hanya menerima program KTM, kami juga mendukung pendanaan sebesar 60 miliarrupiah dalam dua tahun ini. kami kucurkan dana APBD itu untuk menunjang KTM di desa Pawonsari Gorontalo) Audio: Suasana mencangkul di kebun Audio: Suasana desa, bunyi jangkrik

Masih ada harapan di balik program transmigrasi. Tidak hanya masa depan yang lebih cerah bagi para transmigran, tapi juga menurunnya angka kemiskinan di masa mendatang.

Audio: Suasana mencangkul di kebun Audio: Suasana desa, bunyi jangkrik


[Taufik Wijaya | KBR68H]


foto: www.malaysia.pnm.my

No comments:

Post a Comment