Friday, February 6, 2009

Belah Bukit Demi Air


Desa Ijo Balit, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat adalah daerah tandus. Saking tandusnya, panggilan akrab desa itu adalah ’lendang panas’ alias ’hamparan panas’. Tapi Desa Ijo Balit beruntung punya Slamet Suriawan Sahak. Berkat Slamet, desa jadi subur. Slamet membelah bukit demi membuat jalur pengairan untuk mengarahkan aliran sungai ke desa. Reporter Mandalika FM Lombok, radio jaringan KBR68H, Rachmat Jayadi menggali inspirasi dari Slamet yang membelah bukit.

Audio: musik sasak-semprong

Desa Ijo Balit, Kecamatan Labuan Haji, Lombok Timur, NTB, terkenal gersang. Pohon yang tumbuh di sana bisa dihitung dengan jari. Lahan retak-retak, pertanda kekeringan teramat parah.

Luas desa ini 1200 hektar, menampung lebih seribu keluarga. Sebagian besar masyarakatnya hidup dari menambang batu apung dan pasir. Eksploitasi alam tak kenal kompromi membuat Desa Ijo Balit makin kering dan gersang. Nyaris tak punya air. Desa tak ubahnya hamparan panas. ’Lendang panas’, kata orang setempat.

Audio: musik sasak-semprong

Selain menambang batu apung dan pasir, warga juga hidup dari bertani umbi-umbian. Maksud hati ingin menanam padi, palawija atau tembakau, yang nilai jualnya lebih tinggi. Apa daya, hanya umbi-umbian yang sanggup bertahan di tanah kering.

Lalu Slamet Suryawan Sahak, warga Desa Ijo Balit, jengah dengan kondisi ini. Kekeringan tak bisa dibiarkan begitu saja. Air, bagaimana pun caranya, harus diperoleh, begitu niat bulat Slamet. Sejak awal 1980an, Slamet mulai mencoba berbagai cara untuk mendatangkan air ke Desa Ijo Bailt.

Audio: musik sasak-semprong

Empat kilometer lebih dari desa Ijo Balit, terdapat Sungai Perako yang melintas di pinggir desa. Karena volume air kecil, pada 1982 Slamet membuat bendungan untuk meninggikan air sehingga bisa mengairi Desa Ijo Balit. Bendungan dibuat dari tumpukan plastik berisi tanah.

Audio: Saya bersama-sama mengajak masyarakat membangun bendungan. Waktu itu harga plastik kalo nggak salah Rp 450, dengan enam ribu karung kita susun. Alhamdulillah naik air untuk mengaliri beberapa puluh hektar. Karnea naik pas musim kemarau, banjir kan luar biasa besarnya karnea ini kan di bawah gunung Rinjani, sangat besar banjirnya. Alhamdulillah karung itu bertahan sampai lima tahun.

Usaha Slamet bukannya tanpa kendala. Biaya besar untuk membeli plastik sudah keluar, tapi bendungan manual yang dibangun tidak berfungsi maksimal.

Tak habis akal, Slamet membuka peta geografis Desa Ijo Balit. Di situ ia menemukan ada aliran Sungai Sordan yang deras di seberang bukit. Sungai itu menjadi tempat bertemunya empat aliran sungai di Lombok Timur. Slamet berniat menggabung aliran Sungai Sordan dan Sungai Perako. Tapi kali ini hadangannya bikin Slamet pusing tujuh keliling. Ada bukit besar di antara kedua sungai.

Audio: Tahun 1991, saya menggabungkan dua sungai …. Toh kalau gak ada yang mau ( membantu ) gakpapa, dari tahun ke tahun saya membangun seperti ini semata-mata saya ingin berbuat, bagaimana bumi ini, minimal pada diri saya, lingkungan saya, minimal ada yang meniru
Ajakan membelah bukit sontak dapat cemoohan. Slamet langsung dapat nama baru: Slamet Suryawan Sahak Gila.

Audio: Waktu membelah bukit, siapa saja yang terlibat, " kebanyakan gak mau, kadus –kadus, lurah pemerintah banyak yang tidak setuju, apalagi rakyat bodoh. Bayangkan kepala dusun saja tidak percaya,
Beruntung, masih ada yang percaya dengan gagasan Slamet untuk membelah bukit. Di tahun 1982, dibantu puluhan orang, Slamet mulai membelah bukit. Bukit ini sungguh sulit ditaklukkan karena tingginya lebih dari 14 meter, dengan panjang galian hampir mencapai satu kilometer.

Audio: Kenapa banyak yang tidak ikut ?? karena kita kebanyakan takut akan jin, percaya akan berhala … nanti ketemulah… ini yang nyuruh mereka tidak berani ….dan kedua, sudah berkali-kali pemerintah menjanjikan saluran … di surveilah … di desainlah … setiap habis pemilu selalu ada desain, selalu ada konsultan.. dan selalu tidak jadi… apalagi seorang slamet … kan wajar masyarakat tidak percaya … pemerintah saja tidak bisa …. Ini salah satu pola-pola yang keliru ……

Mahuri, salah seorang warga yang ikut membelah bukit mengingat pekerjaan membelah bukit sebagai sesuatu yang sangat melelahkan.

Audio: Ikut belah bukit ?? Ikut.. sama-sama mamiq sudah saya ...mulai kerja dari sana, bikin ujungnya, tapi dak bisa naik ( red - airnya) , terus kita pindah kesini ... terus disini pakai pompa air ... dipacul condong dari atas ... tebing-tebing ini kami linggis sama ( mamiq tuan – Slamet ).. brapa lama kerjanya ?? satu tahun lebih ....

Bermodal semangat, berbekal cangkul dan linggis, Slamet membelah bukit.

Audio: Sebelah ada sungai … saya gali pakai linggis, saya cocor pakai pompa untuk dorong … nganyutkan tanah tanpa pesawat , tanpa alat ukur, pake alat senter aja .. diperkirakan .. pakai linggis, cangkul …yah .. gotong royonglah dengan masayarakat ..nah karena putus harapan masyarakat, ya semua ini sematamata karena izin allah, datanglah orang bodoh bawa alat berat, saya pinjamlah alat beratnya pakai gali … alhamdulillah kita belikan minyak … kalau allah berkehendak

Audio: suara air Audio: Saudara, saat ini saya berada di Desa Ijo Balit. Persis di depan saya adalah ujung galian bukit yang juga adalah pertemuan Sungai Perako dan Sungai Sordan. Sebelumnya kedalaman Sungai Perako hanya 5 sentimeter, namun setelah dua sungai ini digabung, kedalamannya seukuran paha orang dewasa. Dengan ketinggian air ini, Sungai Perako dikendalikan oleh sebuah Bendungan Refrmasi, yang juga dikerjakan secara swadaya oleh masyarakat. Secara swadaya juga, masyarakat membuat saluran permanen sepanjang empat kilometer hingga Desa Ijo Balit.
Setahun lamanya bukit dibelah, sampai akhirnya saluran air sepanjang empat kilometer lebih berhasil dibuat. Sejak itu, kehidupan masyarakat Ijo Balit berubah.

Audio: Begitu terbelah airnya langsung ke masyarakat, airnya keluyuran gak karuan dahulu ...baru kita mulai membuat jaringan-jaringan tersiernya ....kemana arah mau air ... bagaimana kita membagi .. dan kebetulan ada saluran – salauran terdahulu yang kita manfaatkan kembali ... karena dari dulu ada saluran air yang mengairi seratusan hektar .. tapi kering gak ada air ... semua petani langsung dialirkan .. tak perlu mereka meminta dialirkan air, kalau memang elevasi dibawah saluran, mereka tidak perlu meminta, karena niat saya membangun untuk masyarakat.

Bagaimana cerita masyarakat Desa Ijo Balit pasca mengalirnya air? SAGA segera kembali.

Audio: suara motor

Siang bolong di Kota Selong, Lombok Timur, NTB terasa sangat panas. Dengan motor, saya menuju ke Desa Ijo Balit, yang berjarak sekitar 10 kilometer.

Audio: suara motor

Mendekati Desa Ijo Balit, pemandangan mulai terlihat hijau. Banyak tanaman pelindung di pinggir jalan. Sawah menghijau pun menyejukkan pandangan mata. Inilah Desa Ijo Balit sekarang, jauh berbeda dengan masa-masa tandus lebih 10 tahun silam. Sebutan ’lendang panas’ tak lagi melekat.

Kepala Lingkungan Ijo Balit Utara, Samat, membandingkan kedua masa yang berbeda 180 derajat ini.

Audio: Alhamdulillah sekarang petani sudah tidak bingung lagi memikirkan air …. Tahun lalu, masyarakat selalu berpikir meninggalkan ijo balit dengan kekeringan… sekarang tidak ada yang memikirkan … alhamdulillah sekarang banyak yang menanam .. Pas kering, masyarakat hanya menanam ubi .. tidak ada penghasilan yang lain .. sekarang padi kedelai , dan alhamdulillah … sukur perjuangan slamet sangat kami banggakan …
Slamet Suryawan Sahak adalah penyelamat. Meski sempat dicap gila dengan idenya membelah bukit, justru ide gila ini yang kembali menghidupkan Ijo Balit.

Audio: suara air

Begitu air mengalir, kehidupan sontak berubah. Semua tanaman petani berbunga. Saluran air langsung dialirkan ke sawah-sawah petani. Kini, luas lahan produktif di Ijo Balit meningkat, kata juru bicara Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur, Humaidi.

Audio: Khusus Ijo Balit, sebelum adanya jaringan irigasi, luas tanam padi disana hanya 25 hektar ( dari hasil tadah hujan ), tapi setelah adanya jaringan irigasi dari swadaya masyarakat, dari 25 hektar, sekarang sudah bisa menjadi 75 hektar ..kaitannya dengan itu, dalam satu tahun, tanaman padi bisa 75 hektar, jagung 50 hektar, kacang tanah 25 hektar, cabe rawit 25 hektra... itu untuk luas tanam ... kalau hasilnya ?? sebelum adanya jaringan, padi hanya 1,5 ton / hektar, sekarang 4,2 ton / hektar. Jagung 1 ton menjadi 4,5 ton / hektar... cabai dari 2 ton menjadi 4,5 ton.. artinya ada peningkatan

Perbaikan kondisi ekonomi ikut berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan keluarga. Berbeda dengan saat masih tandus, kata Samat, Kepala Lingkungan Ijo Balit Utara, banyak anak yang kekurangan gizi.

Audio: Dulu ada yang busung lapar ?? banyak anak kecil masih kurang .. banyak … semua hampir rata2 … beras tak ada , nasi ubi dan jagung …. dan sekarang … kalo nasi tidak hangat tidak dimakan .. sekarang ubi tidak dimakan. Sekarang anak disini, tidak ada makan ubi … kebanyakan dijual, yang beli juga tak ada… jambu mete tak dimakan, jadinya sia-sia .. tulang nya aja yang dijual, dagingnya terbuang sia-sia …

Karena sektor pertanian mulai bergeliat, warga Ijo Balit memutuskan untuk bertahan dan memakmurkan desa mereka. Pilihan menjadi Tenaga Kerja Indonesia, TKI, di luar negeri tak lagi dilirik. Menurut data di lingkungan Ijo Balit Lauk, sebelum kekeringan, rata-rata 50 orang warga berangkat menjadi TKI. Kini, turun drastis menjadi hanya 2 orang dalam sebulan. Agus Suwandi dan Lalu Murah Haini sudah melepas keinginan jadi TKI.

Audio: Pernah niat jadi TKI ?? kalo sebelumnya pernah niat, tapi sekarang penghasilan sudah mencukupi di daerah sendiri, jadi niat keluar negeri gak ada ...sekarang kerjanya apa ?? apa adanya di sini ... bertani .. penghasilan sudah mencukupi ...tidak pingin keluar negeri .. kan disini sudah ada penghasilan yang layak ... sekarang dalam satu bulan bisa menghasilkan 700 – 800 ribu

Audio: Pernah jadi TKI ?? pernah dulu .. knapa balik ?? ya ... mau nengok kampung .. kata kawan-kawan kampung sudah subur .. sekarang pinginnya mau bertanam dulu .. soalnya sudah subur ... daripada potong sawit disana, lebih baik disini sambil jaga sapi ( saya )

Kepala Desa Ijo Balit Sukarma mengatakan, majunya perekonomian desa juga mendorong kemajuan di bidang pendidikan. Kalau dulu hanya ada empat sekolah tingkat SD, kini ada tambahan Taman Kanak-kanak, SMP dan SMA.

Audio: Untuk sarana pendidikan di kelurahan di Ijo Balit, satu buah TK, 4 SD, satu MI, 2 Mts, dan satu MA, pas kekeringan ada 4 SD saja... berarti ada perubahan penambahan, dari taman kanak- kanak sampai SMA Audio: Lagu ’Desaku’ Audio: suasana kicauan burung

Slamet kembali membelah bukit pada 1996. Kali ini bukit yang dibelah setinggi 18 meter, dengan lubang galian sepanjang 2 kilometer lebih. Ia bermaksud mengalirkan air dari Sungai Sordan ke lahan tandus miliknya seluas lebih 15 hektar. Lahan itu kini disulap menjadi tempat wisata bernama ’Lembah Hijau’ yang disesaki aneka tumbuhan. Tempat wisata ini dilengkapi juga dengan kolam renang dan danau buatan, membuka lapangan kerja bagi 30-an warga desa.

Audio: Dikenain berapa? Tiga ribu. Kalau dihitiung-hitung dalam setahun pengunjung ada berapa? Kira-kira 100 ribu orang. Untuk perbaiki, untuk membuat itu ini, ada uang sisi buat bikin sungai. Mulai beroperasi sejak kapan? Waktu Pak Rahmat Witoelar itu 2004. Waktu datang meresmikan sama artis Cornelia Agatha.
Rencananya, air buangan dari kawasan wisata Lembah Hijau kelak diarahkan ke Desa Pemongkong Lombok Timur yang dilanda kekeringan.

Audio: 28 kilo ?? rencana air akan diarahkan ke selatan, ke ( desa ) tanjung luar, tijot, sampai pemongkong, karena disini air yang terbuang ke laut di musim kemarau sangat besar ... 280 liter / detik ... elevasinya sangat memungkinkan ... tinggal siapa yang mau berbuat dari lembaga negara ini .... Audio: suara air

Slamet adalah kerja keras, Slamet adalah teladan. Aktivis lingkungan WALHI NTB Achmad Junaidi mengatakan, upaya Slamet yang membalikkan keadaan gersang menjadi subur sangat berpengaruh bagi kelestarian lingkungan.

Audio: Sekecil apapun aktifitas yang dilakukan untuk penyelamatan lingkungan, Tentu berpengaruh .. dalam artian kelestarian lingkungan seterusnya .. kita kenal ijo balit kering … kalu itu dikelola dengan baik dengan benar berdasarkan analisis yang tepat .. tentu berpengaruh signifikan … mata air .. pengaruh sangat besar …

Slamet empat kali menolak penghargaan Kalpataru dari pemerintah. Bagi Mochtar, tokoh masyarakat Pohgading, desa tetangga Ijo Balit, Slamet patut ditiru.

Audio: maksud kami kalau ada gerakan social, kami ingin mengangkat sebagai indicator untuk ditiru untuk bapak-bapak yang lain … merupakan bagian dari pendidikan .. pada pemuda kita yang sudah menempuh kesarjanaan, slamet sebagai indikator keberhasilan ..

Audio: suara burung

Slamet masih punya banyak rencana. Hidup tak berhenti setelah membelah bukit demi air.

Audio: sekarang lagi buat pembangkit listrik tenaga air, bagaimana nanti terjemahan hokum boyle, hokum paskal, Dalton, dsb. Makanya sering anak sekolah datang .. sekolah alam .. karena pendidikan sekarang hanya teori, tanpa ada praktek langsung, makanya banyak pelajar yang bingung .. harapan saya dapat membangun lab biologi …. Sedang dibangun … Audio: suara air


[Rachmat Jayadi | Radio Mandalika FM Lombok | KBR68H]

foto: www.myscoutchemistry.wordpress

Thursday, February 5, 2009

Bullying Terus Terjadi


Atas nama disiplin, masih banyak guru yang percaya bahwa tindak kekerasan bisa mendisiplinkan anak. Padahal sekolah adalah tempat cari ilmu, bukan tempat jadi korban kekerasan. Sekolah, mestinya, bisa memberikan rasa aman seperti rumah. Tapi alih-alih aman, anak justru bisa bonyok di tangan guru. Reporter KBR68H Rezki Hasibuan memotret secuplik fenomena guru yang menjadi pelaku kekerasan dan mencari tahu kenapa ini masih terus terjadi.

Audio: Suasana Awaluddin Korompot menampar 18 siswa

Ini adalah suara rekaman ketika Awaludin Korompot, guru SMK 3 Gorontalo, menampar 18 siswanya.

Awal mulanya begini. Awaludin tengah mengajar di kelas. Lantas ada belasan siswa yang lewat setelah belajar pengukuran kesehatan jasmani. Mereka lewat sambil bersenda gurau, Awaludin kesal karena merasa terganggu. Ia lalu keluar, membariskan ke-18 siswa tersebut dan menamparnya satu per satu.

Audio: Suasana Awaluddin Korompot menampar 18 siswa

Awaludin tak sadar kalau aksi main tampar ini direkam lewat telefon selular salah satu siswa. Rekaman itu lantas tersebar ke mana-mana, sampai akhirnya status guru Awaludin Korompot dicopot.

Sekolah adalah tempat belajar, bukan tempat unjuk kekerasan. Kenyataannya, masih banyak sekolah dengan guru-guru ringan tangan macam Awaludin Korompot.

Audio: Suasana sekolahan

Udin adalah siswa kelas 3 SD, di sebuah SD Negeri di Jakarta. Ia meminta namanya dirahasiakan, baru mau bercerita tentang kekerasan yang diterimanya. Gara-gara tak lancar membaca, dua gigi depan Udin rontok, bibir dan gusinya cedera akibat benturan.

Audio: Dijedotin ininya ke pinggir meja (gara gara apa?) bacanya pelan. Yang luka bibir sama gigi dan baham eh baham gusi.. abis itu aku ke kamar mandi kumur-kumur abis itu aku disuruh baca lagi...

Setelah kejadian itu, Udin bicara pada media. Ibu guru yang menampar, katanya akan dipindahkan. Tapi setiap hari Udin masih bertemu sang guru. Justru Udin yang dipindah, dari kelas siang ke kelas pagi, tetap di sekolah yang sama.

Audio: Suasana sekolahan

Audio: Pas lagi jam istirahat di dekat kelas gue itu ada kelas kosong gue main main di situ. Kejadian agak absurd dua langsung maen gampar gue. Gue gak tau apa-apa tapi gue takut juga akhirnya gue diam. Tampaknya dia hanya menunjukkan otoritas saja, karena setelah itu dia cerita-cerita ke murid lain dan guru lain bahwa dia sudah mukul gue dan gak diapa-apain di sekolah.

Aribowo Sangkoyo kini sudah 28 tahun. Kenang-kenangan akan masa SD yang tak terlupakan adalah ketika ia dipukul oleh si guru. Hingga kini rahangnya bermasalah akibat dipukul.

Audio: Yah akhirnya gini, sampai sekarang rahang gue masih bunyi kalau lagi mengunyah....

Audio: Suasana sekolahan

Husni, fotografer lepas, meski kini usianya sudah kepala 4, masih harus mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit. Nyeri di kepala bagian belakang kerap kumat. Dulu, semasa SMP, kepala bagian belakangnya dipukul oleh guru olahraga.

Audio: Tanpa ini, main pukul kepala saya, suasana jadi diam bahkan akibatnya bahkan dipukul kepala belakang. Akibatnya saya mengalami kunang-kunang mata selama beberapa hari. Belajar pun jadi terganggu

Cerita 18 siswa di Gorontalo, Udin di Jakarta yang terjadi sekarang rupanya tak jauh beda dengan yang dialami Bowo dan Husni bertahun silam. Ini menunjukkan, metode hukuman dengan kekerasan masih dilestarikan oleh sejumlah guru.

Pakar pengajaran dari LSM PLAN Indonesia Sudiyo menduga, sistem kekerasan ini terpengaruh gaya mendidik ala militer. Padahal yang dididik guru bukan tentara, hanya anak-anak.

Audio: Apakah dulu warisan sistem militerisasi dari Belanda dan Jepang itu kurang paham juga yah. Tapi yang juelas di sekolah-sekolah kalau mau mendisiplinkan anak yah seperti di militer. Seperti harus berbaris seperti di militer. Itu menjadikan anak gak nyaman. Dia anak akan berpikir koq saya diperlakukan seperti militer atau tentara.

PLAN Indonesia sempat melakukan penelitian soal penyebab tindak kekerasan yang terjadi di sekolah-sekolah pada 2008. Sampelnya diambil dari tiga kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta.

Hasilnya begini. Lebih 25% kekerasan di SMP dilakukan oleh guru. Lebih 20% kekerasan di sekolah tingkat SMA terjadi akibat hukuman fisik dari guru ke siswa. Jakarta ada di tempat pertama, sebagai kota dengan tindak kekerasan guru terhadap siswa yang cukup tinggi. Total, hampir separuh kekerasan yang terjadi di sekolah, pelakunya adalah guru.

Juru Bicara PLAN Indonesia Paulan Aji mengatakan, tak hanya Indonesia yang masih memelihara budaya kekerasan guru ke siswa, tapi juga Negara-negara lain.

Audio: Jangan salah, teman kita di Irlandia mengatakan pendidikan dengan model memukul biasa. Di Belanda biasa juga. Jangan-jangan kita meniru metode pendidikan masa lampau yang menggunakan stik. Di Afrika menggunakan juga di India menggunakan juga di beberapa negara asia juga masih memakai metode pendidikan dengan memukul dan mencaci

Singapura, tetangga dekat Indonesia, juga masih memelihara budaya kekerasan. Bahkan ada undang-undang yang secara resmi memuat kalau guru boleh memukul murid. Ketentuannya, guru hanya boleh memukul telapak tangan siswa laki-laki. Siswa perempuan boleh bersyukur karena mereka dilindungi dari berbagai jenis kekerasan.

Paulan Aji dari PLAN Indonesia mengingatkan, sudah ada 23 negara di dunia yang melarang segala macam bentuk hukuman fisik terhadap anak. Di Indonesia sebetulnya sudah berlaku aturan ini, lewat Undang-undang Perlindungan Anak.

Tapi kenapa masih saja terjadi kekerasan guru terhadap siswa?

Audio: Suasana sekolahan

Audio: Apalagi yang dipukul daerah kepala saya benar benar tak bisa terima. Anak saya ngalamin tuuuh, walau cuma pakai koran digulung. Tapi, anak saya malu tuh. Dia bilang khan sudah gede ngapain dipukulin lagi. Di depan teman-temannya lagi. Ini khan benar-benar tak punya perasaan gitu loooh...

Johan Romadhon tak bisa terima anak perempuannya, Maryam, dipukul kepalanya oleh guru. Ia tak habis pikir, kenapa harus ada kekerasan fisik ketika anaknya tak lancar membaca tulisan Arab.

Audio: Suasana sekolahan

Yang juga tak dihitung oleh guru adalah perasaan malu karena diperlakukan kasar di hadapan teman-temannya. Tapi Eni Komala Sari, guru SMK UISU Medan, tegas mengatakan, hukuman macam begini masih diperlukan. Kata dia, kenakalan anak-anak makin hari makin membuat jengkel.

Audio: Ya muridnya kadang kalo kita lagi menerangkan dia gosip, main HP. Di SMK kami HP gak dirazia tapi tolong di silent. Tapi gak di silent dia balas SMS ngutak atik HP. Bahkan ada yang nyanyi bersenandung. Yah terpaksa kita hukum cubit kita panggil ke depan

Karena itulah, Eni percaya, hukuman fisik masih diperlukan.

Audio: Gimana yaa sebenarnya gak mau pukul gak mau mencubit gak mau menampar. Tapi kita ngomong ke depan ini anak bakal jadi orang-orang yang berguna. Apalagi anakl sekaang luar biasa kurang ajarnya luar biasa tak beretikanya. Jadi mau tak mau harus fisik

Audio: Suasana sekolahan

Eni Komala menyesalkan langkah SMK 3 Gorontalo yang mencopot guru Awaludin Korompot karena menampar 18 siswanya. Eni dan sejumlah guru berniat melakukan unjuk rasa ke kantor DPRD Sumatera Utara. Mereka meminta supaya guru tak diberi sanksi jika member hukuman kepada siswa.

Audio: Kami herannya kenapa hukum ini selalu memanjakan orang tua dan murid, jadi kami guru ini buat apa. Kita mau diatur murid atau kita mengatur murid. Kalau kita diatur murid mau jadi apa anak itu ke depan. Orang tua mengirim anak ke sekolah untuk dapat ilmu khan. Kalau gak mau dapat ilmu otomatis hukuman yang kita kasih.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI Sulistiyo sependapat dengan Eni Komala. Sulistyo menekankan, ada perbedaan antara hukuman fisik yang dilakukan guru dengan penganiayaan yang dilakukan penjahat.

Audio: Guru kalau terpaksa harus menghukum ini sebenarnya berniat agar kenakalan anak itu tak berlarut-larut. Hukuman dalam pendidikan diperbolehkan. Ketika guru bermasalah karena hukuman jangan disamakan dengan penganiayaan yang dilakukan oleh penjahat. Hukuman guru bernilai pendidikan beda dengan apa yang dilakukan penjahat kepada kita.

Audio: Suasana Awaluddin Korompot menampar 18 siswa

Audio: Pas lagi jam istirahat di dekat kelas gue itu ada kelas kosong gue main main di situ. Kejadian agak absurd dua langsung maen gampar gue.

Audio: Tanpa ini main pukul kepala saya, suasana jadi diam bahkan akibatnya bahkan dipukul kepala belakang.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi jelas tak sepaham. Bagi Seto, mendidik pasti bisa dilakukan tanpa memasukkan unsur kekerasan.

Audio: Memang harus siakui ini fenomena gunung es. Kekerasan terhadap anak yang dilakukan guru atau pendidik ini keliru. Ini karena masih kuatnya paradigma keliru dalam mendidik. Mereka pikir untuk membuat anak disiplin itu perlu unsur kekerasan

Kak Seto mengatakan, anak bisa disiplin jika mereka senang dengan metode pengajaran yang ditawarkan guru.

Audio: Iya mungkin dengan pemahaman sebagai berikut. Belajar yang efektif adalah belajar yang menyenangkan. Coba dengar pendapat dari shinizi suzuki. Pakailah cara mengajar dengan belajar kepada ibu. Anak-anak gampang belajar dengan bahasa ibunya karena mengajarnay dengan penuh kasih sayang. Akhirnya belajar nya menyenangkan sehingga bisa menguasai pelajaran dengan cepat

Anak-anak, kata Ketua Komnas Anak Seto Mulyadi, adalah peniru yang baik. Aribowo Sangkoyo, 28 tahun, yang dulu pernah dipukul guru, percaya itu.

Audio: eeeh salah satu dampak gue pernah dikerasin oleh guru waktu kecil , gue jadinya biasa melihat kekerasan sekarang ini ( ini semua karena perisitiwa itu?) gue sih curiganya itu tuh salahs atu faktornya itu. Soalnya kalau anak kecil mengalami peristiwa seperti itu ingat sampai gede

Audio: Iya karena anak-anak adalah peniru yang terbaik. Murid kencing berdiri guru kencing berlari. Jadi kalau anak-anak sekarang tawuran mohon dicatat ada faktor oknum guru disana. Ada guru yang merusak citra pendidik dengan kekerasan dan anak menirunya lebih dahsyat lagi...

Audio: Suasana tawuran

Pakar psikologi remaja dan anak-anak dari Universitas Indonesia Vera Italibiana meminta guru lebih kreatif mencari metode baru untuk mengajar, demi menjauhkan diri dari kekerasan.

Audio: Hukuman dalam bentuk fisik itu sangat tak dianjurkan karena dalam satu sisi akan menyakiti anak dan tak berpengaruh apapun bagi pembentuka n perilaku anak. karena sia anak Cuma sakit, diingatnya terus dan parahnya si anak menajdi terbiasa dan menganggap kekerasans ebagai salahs atu cara menyelesaikan masalah

Audio: Suasana sekolah


[Rezki Hasibuan | KBR68H]


foto: www.indyra.wordpress.com

Wednesday, February 4, 2009

Anak Belajar Perbedaan


Indonesia adalah keberagaman. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi tetap satu, tak bisa begitu saja terwujud tanpa adanya kesadaran soal perbedaan dan keberagaman. Salah satu cara menumbuhkan kesadaran akan perbedaan adalah lewat pendidikan, seperti yang dilakukan di Sanggar Kreativitas Anak, bagi anak-anak jalanan. Reporter KBR68H Anto Sidharta melongok pelajaran soal perbedaan di kelas kecil itu.

Audio: (Suasana) Tetap satu bangsa? Bangsa apa? Bangsa indoensia…ada suku apa saja yah..? aceh, bali, ambon…semua ada di negara Idonesia…tetap satu bangsa…

Belasan anak kelas 1 SD di daerah Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, sigap mengacungkan jari. Mereka ingin segera menjawab pertanyaan yang diajuan guru atau kakak pendidik.

Audio: Ada medan, ada jawa…jadi gak boleh saling ngejek…Jadi ngak boleh saling ngejek..tuti matanya kecil, boleh gak ngejek-ngejek, eh sipit-sipit? Gak boleh…angel belo-belo boleh gak? Gak boleh…karena semua ciptaan? Allah… Audio (menyanyi): Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau..sambung menyambung menajdi satu, itulah indonesia….

Ini bukan di sekolah, tapi di sebuah rumah kontrakan sederhana. Ruang tempat mereka belajar sempit, hanya ukuran 3x3 meter. Ada sepuluh meja dan kursi kecil disediakan untuk anak-anak ini. Ruangan yang agak pengap tertolong dengan kehadiran sebuah kipas angin.

Audio: (suasana) Ada agama apa di Indonesia? Hindu.kristen…islam…budha… Idul fitri,…natal.. Gereja…pura…

Di ruang kelas berinding biru kusam itulah anak-anak belajar soal perbedaan: suku, agama, ras dan golongan.

Audio: Boleh gak saling ngejek? Kamu khan orang Kristen gak boleh main sama aku? Gak boleh. Kayak Angel kita harus hormati…jadi harus berteman, saling sayang

Audio: Harus saling? Menyayangiii…siapa yang sayang temannya? Sayaaa…


Anak-anak ini ada di bawah asuhan organisasi Anak Jalanan Indonesia, ISCO. Hari itu mereka tengah belajar soal perbedaan, dengan judul materi ‘Berdamai dalam Perbedaan’. Ini materi yang cukup berat bagi anak-anak kecil. Karena itulah, digunakan media gambar serta nasihat, kata salah satu pendidik, Siti Khodijah.

Audio: Ngasih ceramah dulu, baru media gambar. Tadi tk jadi ngasih arahan biar paham, apasih yang akan dikejakan pada dia sebelum ke gambar. Kita jelasin agama apa aja. Kola da ras, keriting, rambut lurus, ada yang sipit emang ada wujudnya yah aslinya..seperti ini nih..

Salah satu gambar yang biasa dipakai untuk mewakili perbedaan adalah pelangi.

Audio: Jadi seperti apa? Pelangiii..yang apa? Banyak warna jadi indah..siapa yang mau jadi pelangi? Sayaaa..Pelangi Indah tidak? Indaahh…

Audio: Siapa yang mau bikin pelangi? Sayaa…pake krayon..bisaaa gak dibuatin..jelek tapi hasil karya sendirii…

Anak-anak mulai menggambar pelangi seperti cotoh yang digambarkan kakak pendidik. Sesudahnya, mereka bersama-sama menyanyikan lagu ‘Pelangi’.
Audio: Pelangi-pelangi alahkah indahmu…merah kuning hijau di langit yang biru. Pelukismu agung siapa gerangan? Pelangi2 ciptaan tuhan.

Selain teori di dalam kelas, anak-anak juga diajak ke lapangan untuk melihat bagaimana perbedaan ada di tengah kehidupan sehari-hari. Rita Handayani, penanggung jawab program ISCO di Cipinang.

Audio: Kenapa harus beda sih gambar mesjid dengan gereja, kenapa mesjid ada kubahnya? biasanya langsung kita cari mesjid atau gereja deket sini nah anak2 kunjungan. Masuk nanya sama orang yang ada di situ. Lalu dibahas apa yang udah kalian dapatkan saat naya ke pendeta, ustad, biksunya..

Selain lewat materi khusus, pelajaran ini juga diselipkan di pelajaran lain, seperti matematika.

Audio: Klo perbedaan pada matematika di bilangan2. akdang merka suka mengambar, gambnar orang. Kadanag anak bingung juga. Itu kak , 2 laki2,. Terus ini apa? Dua perempuan. Khan ada perbedaan gamabrnya..

Pelajaran apa pun yang tengah dibahas, materi perbedaan selalu diulang, supaya tertanam di benak setiap anak. Siti Khodijah, salah satu pendidik di ISCO.

Audio: Ada tahapan-tahapannya. Gak hanya dalam saat itu. Karena anak cepet lupa. Ada tahapan2 lanjutan, jadi gak pas hari ini ajah. Karena mereka juga dalam setiap hari ada nilai2 yang dipelajari dia.

Supaya materi ini betul-betul sampai, orangtua ikut dilibatkan. Jumira, salah satu orangtua murid.

Audio: Ke orang ramah tamah ke orang islam, hindu, atau agama lain lah. Gak boleh beda2in. agama sama ajah, cuma caranya lain-lain.

Apa pentingnya mengajarkan perbedaan sejak dini?

ISCo adalah lembaga yang menampung anak-anak jalanan. Kehidupan anak jalanan membuat mereka melulu bersinggungan dengan kelompok lain. Perbedaan, kata Manajer ISCO Jakarta, Marryah, jadi makanan mereka sehari-hari. Tapi perbedaan seringkali membuat masyarakat terkotak-kotak.

Audio: ISCO kan melihat ada perbedaan di setiap anak. Contoh perbedaan orang atas dan bawah, nanti melebar ke keadaan anak. Misalnya anak yang hidup di tempat kumuh gambaran fisiknya jorok, beda dengan yang di komplek mungkin lebih bersih…

Audio: Yang membuat ada perbedan ada masy dan org2 ttt yang menjadikan kotak. Semua manusia sama, tapi dalam komunitas mana ada kotak, ini jawa, sunda.

Karena itulah, nilai hidup bermasyarakatan jadi penekanan di Sanggar Kreativitas Anak, kata Rita Handayani, penanggung jawab program ISCO di Cipinang.
Audio: Kita ada modulnya. Namanya Sos. Jadi disitu diajarkan semua perbedaan, walau semua beda, kita tetep warga Indonesia! anak ISCO.

Selain soal perbedaan, nilai-nilai lain secara bergiliran dijadikan materi pelajaran. Misalnya, penghargaan dan hormat, toleransi, kerjasama, yang disajikan per bulan. Para pendidik di ISCO berpendapat, ini adalah nilai dasar yang sangat minim diajarkan di sekolah dan keluarga, terutama dari kalangan yang kurang mampu. Rara dan Siti Khodijah, pendidik di Sanggar Kreativitas Anak.

Audio: Belum tentu ini diajarkan di rumah mereka, melihat ekonomi dan orang tua mereka. Kita harapkan ini lebih baik lagi… Audio: Kesadaran ortu untuk pendidikan kurang klo kebersamaan merka lebih solid. Karna di tempat tiggal mereka ada non muslim dan mereka menghargai juga.

Teori di kelas tidak akan ada artinya kalau tidak diterapkan sehari-hari oleh anak-anak ini. Ainun dan Istri yang masih SD, serta Pipit dan Ratih yang duduk di bangku SMP berbagi pemahaman mereka soal apa itu perbedaan.
Audio: Sama-sama manusia. Ngajak main gak? Ngajak. Seneng diajarin beda agama? seneng Ada orang Kristen, namanya jesica. Suka main sama dia? suka. Main ayunan di sekolahan.

Audio: Gak milih2 temen karena semua suku bangsa sama. Bisa saling berkenalan walau beda agama dan suku.

Audio: Kita gak boleh menghina temen walau kita gak sama agama…

Sikap positif ini juga harus dibawa sampai ke lingkungan rumah dan keluarga. Jumirah dan Karyati sudah membuktikan perubahan sikap anak-anak mereka.
Audio: Alhamdulilah gak dibeda2 kan. Jangan milih orang lain dia agama Kristen, islam, agama lain2, biarin sama ajah
Audio: Bedaain gak? Gak beda2in. sama ajah sih, bareng2 mau..

Perbedaan adalah kekayaan yang harus dihormati. Manajer ISCO Jakarta Marryah mengatakan, nilai ini mesti terus ditanamkan sejak dini, sebagai tameng untuk menjaga keberagaman di tanah air.

Audio: Kita berangkat ke fisik manusia, misalnya orang negro dan Indonesia. Tapi ita lihat persamaan. Ramuan yang kita sajian pada akhirnya dia yang memilih. Ah kita gak cocok dengan orang cina karna kecederungan seperti ini. Tapi pada akhirnya apa pun yang dia lihat dia tidak menajdi pemicu perbedaan.

Audio: menyanyi 'Dari Sabang sampai Merauke'

[Anto Sidharta | KBR68H]


foto: iscofoundation.org

Tuesday, February 3, 2009

Taman Baca Gratis


Di negeri ini, buku masih barang mahal. Akibatnya, angka buta aksara pun ikut tinggi. Hingga Agustus 2008 saja, masih ada 11.8 juta penduduk Indonesia yang tak bisa baca. Makin mahalnya harga buku membuat akses terhadap buku makin sulit. Di tengah kondisi sulit seperti ini, kehadiran taman bacaan gratis menjadi berkah. Wawasan bisa diperluas tanpa keluar uang. Reporter KBR68H Mustakim berkunjung ke sejumlah taman bacaan di Jakarta.

Audio: Suasana Manggarai

Kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, adalah daerah padat penduduk. Rumah penduduk tampak berhimpit dan berjejal. Setengah jam saya mencari di mana Taman Bacaan Zhaffa, melewati sejumlah gang sempit yang dipenuhi warga yang beraktivititas.

Taman Bacaan ini menempati sebuah rumah mungil. Di depannya, tak ada plang penanda apa pun. Tapi Anda akan tahu kalau Anda tidak tersesat jika melihat apa yang ada di teras. Di sana banyak rak, masing-masing disesaki buku. Tampak puluhan anak usia 6 sampai 13 tahun yang bergerombol, semuanya asik membaca.

Audio: Suasana taman baca zaffa

Berawal dari keprihatinan, Yudi Hartanto mendirikan Taman Bacaan Zhaffa pada Agustus 2008.

Audio: Alasannya sederhana untuk menyediakan akses bacaan gratis kepada lingkungan terutama mungkin rasa sosial saya kepada masyarakat dan rasa kepedulian kami di lingkungan untuk menyediakan taman bacaan gratis ini.

Di lingkungan sekitar Yudi masih banyak warga yang tak bisa baca karena tak mampu beli buku.

Audio: Sampai saat ini memang di lingkungan mangarai memang menengah ke bawah lebih banyak lagi menengah ke bawah mereka yang pinjam buku anak-anak, yang putus sekolah ga hanya dari lingkungan manggarai tempat menara air tapi juga dari kampung lain memang dari ekonomi ke bawah

Audio: Suasana taman baca zaffa

Latifah mengaku sering datang ke Taman Bacaan Zhaffa, sejak taman baca gratis ini berdiri. Menurut siswa kelas VI SD ini, dalam seminggu, ia bisa 3 sampai 4 kali ke sana. Sebelum ada rumah baca, Latifah sangat jarang baca buku karena nyaris tak pernah beli buku. Maklum, gaji orangtua Latifah pas-pasan. Membeli buku tak pernah masuk daftar belanja.

Audio: Rumah baca ini bisa dulu ga suka baca semenjak ada rumah baca ini bisa lebih giat baca karena lebih enak udah gitu lebih dekat rumahnya
Airina Mukhlas memuaskan keinginannya membaca komik di Taman Bacaan Zhaffa.

Audio: Kadang-kadang doraemon, detektif conan komik banyak. kadang-kadang buku pelajaran, pelajaran banyak deh

Audio: Suasana taman baca kwartet

Taman bacaan yang tak kalah ramai ada di Cibubur, Jakarta Timur. Namanya Taman Baca Kwartet. Di sini, buku-buku tertata rapi. Serambi tempat rak buku berada berukuran cukup luas, sekitar 5x6 meter. Di sana ada juga ruang baca khusus. Serupa dengan Zhaffa, Taman Baca Kwartet ini juga memanfaatkan rumah pribadi.

Salah satu pendiri, Edi Dimyati mengatakan, taman baca ini buka tiap hari, dari pukul 10 pagi sampai 5 sore. Pustakawan di salah satu penerbit besar ini mengatakan, sebagian besar pengunjungnya adalah anak-anak.

Audio: Prosentase kebanyakan anak-anak sd, kemudian smp dan sma. selain itu orang dewasa juga ikut membaca di kwartet

Audio: Suasana taman baca kwartet

Akhmad Saikhu hampir tiap hari datang ke sana. Siswa kelas 1 MP ini mengaku lebih betah di Taman Baca Kwartet ketimbang di perpustakaan sekolah karena koleksi bukunya yang lebih lengkap dan suasananya lebih santai.

Audio: Juga lebih senang membaca buku karena banyak yang mengatakan buku itu sumber ilmu jadi kalau kita rajin membaca antara lain kita jadi tahu isi buku itu apa apalagi buku itu buku pengetahuan jadi ga hanya disekolahan doang kita bisa tahu pengetahuan disini kita juga bisa tahu

Kehadiran Taman Baca Kwartet, bagi Syahbani Ali, siswa kelas 5 SD adalah pemicu utama dia suka membaca.

Audio: Setelah ada kwartet aja jadi suka baca. dulu kurang baca karena bosen ga ada yang bisa dibaca selain buku pelajaran sama komik

Tak hanya anak-anak yang meramaikan Taman Baca Kwartet. Ada juga penjual mi ayam asal Purwokerto, Jawa Tengah, namanya Ratno. Tiap hari ia menyempatkan mampir ke taman baca ini. Sembari jualan, satu-dua jam disisihkan untuk membaca. Lulusan SMP ini mengaku senang dengan kehadiran Taman Baca Kwartet karena dengan begitu ia bisa baca tanpa keluar uang.

Audio: Dulu aku gemar membaca cuman ga ada buku-buku kalaupun ada harus cari dengan sistem sewa alhamdulillah disini ada buku yang bisa dibaca dengan lengkap dan gratis juga bisa dipinjam

Audio: Masalah perekonomian yang jelas keterbatasan duit kalau untuk beli buku paling pinjam temen itu aja buku yang sederhana kalau di kwartet berbagai macem jenis buku ada kita bisa memilih dengan leluasa bisa mempelajari apa yang kita inginkan semuanya ada di kwartet
Audio: Suasana taman baca kwartet

Taman bacaan gratis jadi surga bagi mereka yang haus pengetahuan tapi duit cekak. Dari anak-anak sampai orang dewasa bisa memanfaatkan buku-buku yang tersedia di taman bacaan. Taman Baca Zhaffa dan Kwartet hanya sebagian kecil, masih banyak taman baca lain tersebar di penjuru Jakarta. Seperti apa riuhnya dunia taman baca di ibukota? Simak laporannya setelah jeda.
Audio: Suasana di taman baca

Sejak 2005, taman bacaan mulai marak di Jakarta, juga di Indonesia. Seribu Satu Buku, sebuah komunitas taman bacaan, mencatat, di Jakarta saja ada seratus lebih taman bacaan. Di seluruh Indonesia, ada lebih dari 200 taman bacaan.

Ketua Komunitas Seribu Satu Buku Agus Rahmat mengatakan, taman bacaan dimaksudkan untuk menyediakan sarana baca buku bagi mereka yang kurang mampu.

Audio: Mereka sebenarnya berangkat dari kondisi masyarakat sekitar awalnya justru melihat dari karena buku mahal aksesnya ke toko buku susah jadi mereka mengusahakan bikin taman bacaan gratis agar mereka bisa baca

Agus yakin, sebenarnya minat baca masyarakat Indonesia tinggi. Sayang, aksesnya terbatas lantaran harga buku yang selangit.

Audio: Kita percaya minat baca anak-anak karena konsen ke anak-anak itu tinggi yang rendah adalah akses terhadap bahan bacaan kita tidak percaya kalau minat baca anak atau orang Indonesia itu rendah kita percaya minat baca itu tinggi itu bisa dilihat yang paling simple di ruang tunggu apapun yang ada disitu dibaca entah itu koran tahun 2006 atau majalah yang sudah lecek mereka masih mau baca
Yudi Hartanto sepakat. Pendiri Taman Bacaan Zhaffa ini mengaku sengaja mendirikan taman bacaannya demi bisa menyediakan buku secara gratis. Apalagi, taman baca ini ada di tengah daerah padat penduduk yang sebagian besar kurang mampu. Membeli buku sama sekali tak masuk prioritas mereka, kata Yudi.

Audio: Kalau menurut saya akses bacaan ini kan jauh dari masyarakat kita bisa lihat yang beli buku jarang karena buku mahal buku sekolah ganti-ganti itu yang membuat mereka berfikir untuk beli buku mereka masih berfikir urusan perut mereka masih berfikir sembako lebih mereka butuhkan dibanding buku alasan akses bacaan kurangya seperti itu untuk itu kita dari taman bacaan zhaffa menyediakan akses bacaan yang lebih dekat kepada masyarakat dan menggratiskan jadi kita ibaratnya merasa terpanggil memang buku itu mahal tapi supaya mereka tetap bisa baca salah satunya kita harus menyediakan buku bacaan di rumah baca ini

Akses adalah kata kunci di balik berdirinya taman bacaan. Mereka yang punya koleksi buku berlebih, didorong untuk menyumbangkan buku demi taman bacaan. Supaya akses terhadap buku bisa lebih luas lagi. Empat orang di balik Taman Bacaan Kwartet patungan uang dan buku untuk mendirikan tempat ini. Pendiri Kwartet Edi Dimyati

Audio: Awalnya dari kegelisahan temen-temen mereka gemar membaca terus suka mengkoleksi buku pada akhirnya punya niatan dan ide bikin sebuah tempat dimana buku koleksi pribadinya dimanfaatkan untuk orang lain selain dibaca sendiri kita dari beberapa pendiri patungan dari kocek masing-masing untuk mendirikan rumah baca ini jadi awalnya biaya pribadi sampai pada akhirnya resmi berdiri rumah baca kwartet pada 6 agustus 2005

Berkat patungan dan menampung sumbangan dari kawan sampai penerbit buku, koleksi di Taman Baca Kwartet kini mencapai empat ribu buku. Mulai dari tabloid, komik, buku pelajaran hingga ensiklopedi; lengkap.

Audio: Kebanyakan sih fiksi jadi buku-buku hiburan karena anak-anak kebanyakan sukanya komik sebenarnya sih ga papa dibanyakain koleksi komik karena untuk merangsang anak-anak datang kesini dan membaca disini juga ada buku ensiklopedi, atau monograf yang lain kaya kamus segala macem dan yang lain non fiksi tapi perbandingan untuk fiksi dan non fiksi 75:25, 75 persen untuk fiksi

Audio: Suasana anak-anak di taman baca

Anak-anak adalah sasaran utama taman bacaan. Anak mesti dibiasakan membaca untuk membuka wawasan. Demi menggaet minat anak-anak, Taman Bacaan Kwartet melengkapi diri dengan berbagai permainan yang merangsang kreativitas anak. Misalnya mengajari anak-anak bermain sulap. Sesekali, kata Edy, Taman Baca Kwartet juga mengajak anak-anak pergi ke tempat yang punya nilai sejarah dan pengetahuan tinggi.

Audio: Selain membaca kita secara rutin mengadakan acara yang berhubungan dengan kreatitifas kita bikin kerajinan, menggambar dengan jari kemarin kita berkujung ke bi atas undangan bi untuk rumah baca perkenalan museumnya terus kita juga ke museum gajah dan museum sejarah nasional yang di monas terus nonton bareng kalau misalnya ga ada acara kita kumpul ngobrol main tebak-tebakan untuk menjaga ikatan emosional dengan anak-anak jangan sampai putus

Di Taman Baca Zhaffa, anak-anak juga jadi sasaran utama. Di sana, kerap dihelat acara bermain bersama atau nonton bareng film-film yang bermuatan pendidikan, kata pendiri Zhaffa, Yudi Hartanto. Tujuannya supaya membuat anak makin tertarik berada di taman bacaan dan membaca buku. Misalnya nonton film Laskar Pelangi dan kisah para nabi.

Audio: Suasana saat menonton film

Selain nonton film, anak-anak juga kerap diajak bermain. Kembali Yudi.

Audio: Selain baca dan pinjam buku kita melaksanakan kegiatan seperti bimbingan belajar atau origami atau nonton film bareng atau kita bisa beredukasi dan lain-lain untuk yang remaja kita mau mengadakan pelatihan sablon untuk mereka jadi itu kegiatan selain baca dan pinjam buku

Audio: Suasana di sekitar taman bacaan

Antusiasme masyarakat terhadap taman baca gratis ini sangat tinggi. Yudi dari Taman Bacaan Zhaffa sampai kewalahan melayani pengunjung. Sampai akhirnya Zhaffa membatasi jam buka taman bacaan menjadi hanya sore hari.

Audio: Awalnya ga dijam-jamin artinya ga dijadwal buka jam empat sampai malam kita buka tiap hari pokoknya full dari pagi ternyata karena dibuka seperti itu di rumah saya masih sama keluarga kewalahan makanya dikasih jadwal jam empat aja kita buka setelah jam empat itupun sudah banyak yang antri untuk datang ke rumah kita sangat antusias mereka datang ke tempat kita setiap hari pasti ada

Audio: Suasana di taman bacaan Zhaffa yang ramai itu

Saat ini di Jakarta sudah ada 100-an taman baca gratis. Di seluruh Indonesia, baru ada 200-an. Ini tentu jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang lebih 220 juta orang. Harga buku yang terus naik membuat orang enggan membeli buku.

Idealnya, ada lebih banyak lagi taman baca gratis. Di angan-angan Agus Rahmat dari Komunitas Seribu Satu Buku, satu taman bacaan di tiap RT.

Audio: Kalau impian kita sebenarnya satu rt satu taman bacaan paling tidak untuk di jakarta karena selama ini di tingkat kelurahan ada taman bacaan masyarakat yang dikelola oleh pkk atau kelurahan tapi menurut kita aksesnya agak terbatas karena terkait dengan jam kantor terus kadang sabtu minggu tutup jadi idealnya menurut kita satu rt satu taman bacaan

Audio: Suasana taman bacaan

Bayangkan kalau cita-cita itu tercapai. Betapa membaca buku tak lagi terhalang kondisi ekonomi, betapa luasnya wawasan yang bisa diselami setiap orang.
Audio: Suasana taman bacaan

[Mustakim | KBR68H]


foto: http://rumahbaca-zhaffa.blogspot.com/