Friday, January 30, 2009
PIM Dibangun, Trowulan Dirusak
Daerah Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, selama ini diyakini para arkeolog sebagai bekas Kerajaan Majapahit. Dua bulan lalu, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mencanangkan pembangunan Pusat Informasi Majapahit, PIM, di sana. Baru tahap awal pembangunannya, proyek PIM sudah menuai protes dan keprihatinan. Pasalnya, situs Trowulan justu rusak akibat pembangunan PIM. Mega proyek senilai 200 miliar rupiah ini akhirnya dihentikan pembangunannya demi menghindari pengrusakan lebih parah. Kontributor KBR68H Didi Syahputra mencari tahu kisruh di balik pembangunan Pusat Informasi Majapahit.
Tanah seluas dua kali lapangan sepakbola di samping Museum Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, rapat dipagar bambu, berdinding lembaran seng. Ada empat papan pengumuman dipasang mengelilingi lokasi. ‘Selain yang berkepentingan dilarang masuk’, begitu tertulis di sana.
Markaban menerobos masuk pagar, penasaran.
Di dalam pagar, terlihat puluhan lubang menganga dan gundukan tanah setinggi bahu orang dewasa. Semua bercampur dengan potongan batu bata kuno, serpihan keramik, tembikar serta batu andesit berukir warna hitam. Sebagian dari lubang menganga itu sudah berisi tiang pancang dari beton. Ini adalah lokasi pembangunan Pusat Informasi Majapahit. Tanah yang dibongkar adalah bumi Trowulan, bekas situs Kerajaan Majapahit.
Audio: ( Saya ngenes ( trenyuh ) gitu lo. Mestinya kalo sudah dilakukan kajian lagi, diteliti, proyek kan harus tunggu dulu. Andai saja proyek tidak dilanjutkan pada tanggal 5 itu, mungkin tidak separah ini )
3 November 2008, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik hadir di lokasi, meletakkan batu pertama. Pembangunan Pusat Informasi Majapahit segera dimulai. Jero Wacik berucap, ini adalah proyek pemerintah pusat yang bertujuan menyatukan situs-situs peninggalan ibukota Majapahit. Konsep yang dipilih adalah ‘taman terpadu’, demi menyelamatkan benda cagar budaya dari kerusakan. Kelak, diharapkan turis lokal dan asing bakal berdatangan.
Sayangnya, proyek pembangunan justru memakan korban situs itu sendiri. Tanah digali secara sembrono, sehingga peninggalan dari berabad silam malah jadi korban vandalisme. Arkeolog dan pemerhati budaya berteriak, pembangunan Pusat Informasi Majapahit ini harus berhenti karena merusak situs bersejarah. Anam Anis, dari kelompok pemerhati budaya Majapahit ‘Gotrah Wilwatikta’.
Audio: ( Kerusakan itu kan nampak sekali. Semua orang melihat dan membahas tentang fakta itu dan rata rata sudah berkesimpulan bahwa saat itu telah terjadi kerusakan berat. Maka muncul usulan untuk relokasi dan rehabilitasi )
Pembangunan Pusat Informasi Majapahit di Trowulan juga sangat tertutup. Tanpa Izin Mendirikan Bangunan IMB, megaproyek yang didanai APBN sebesar 200 miliar rupiah ini juga tak disertai pemasangan papan proyek. Padahal ini penting bagi publik untuk mengetahui apa yang terjadi di balik pagar. Ketua Komisi IV DPRD Mojokerto Ahmad Yazid Qohar menilai, pembangunan Pusat Informasi Majapahit sangat dipaksakan.
Audio: ( Sikap daerah ini hampir tidak ada sama sekali ya. Dari bidang regulasi itu hampir tidak ada, karena apa, karena sudah ditangani BP3 yang itu merupakan urusan Pusat. Nah… ketika penggalian PIM ini, nggak ada IMB-nya, nggak ada izin prinsipnya, itu bisa terus jalan. Alasan mereka, kita hanya melayani dari pemerintah pusat saja. Nah ini kan sama sekali tidak memiliki sense of belonging terhadap keberadaan situs situs berharga di Kabupaten Mojokerto )
Pimpinan proyek pembangunan Taman Majaphit, Aris Soviyani, kini sudah dimutasi. Ia bersikeras, tak ada pelanggaran UU Cagar Budaya dari pembangunan Pusat Informasi Majapahit. Penggalian fondasi pun dilakukan dengan memperhatikan kaidah arkeologi, kata Aris. Ia mengakui ada bagian situs yang rusak, tapi menurut Aris, itu bukan bagian penting.
Karena itu, bagi Aris, proyek ini mesti jalan terus. Menurut rencana, Pusat Informasi Majapahit akan diresmikan Presiden Yudhoyono menjelang Pemilu 2009. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik membantah. Kata dia, di atas kertas, PIM akan selesai pada 2012.
Audio: ( Tahun ini 2009, anggaran kita untuk mendanai proyek itu, Taman Majapahit itu 3 milyar. Harapan saya, kalau ini lancar tahun 2010 ditambah lagi barangkali sekitar 10 milyar. Kalau sudah mulai kelihatan bentuknya, kan orang sudah mulai percaya kalau kita akan membuat sesuatu, 2011 kita tambah lagi 10 milyar lagi. Jadi kira kira tahun 2012 bisa selesai. Jadi kalau dikatakan untuk ngejar Pemilu yang pasti enggak lah ya, karena uangnya saja nggak ada. Bagaimana ngejar Pemilu ??? )
Terlepas dari soal itu, pembangunan Pusat Informasi Majapahit membuat berang arkeolog karena telah terjadi perusakan situs purbakala yang tak ternilai. Pembangunan PIM pun dihentikan sementara demi menghindari pro-kontra. Pemerintah juga mengakui, telah terjadi kekeliruan dan kecerobohan dalam proses penggalian, sehingga ada situs bersejarah yang rusak.
Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden Bambang Gambiro mengatakan, pilihan mengerucut ke dua hal. Pertama, mendesain ulang Pusat Informasi Majapahit, yaitu tanpa fondasi sehingga tidak merusak situs. Kedua, memindahkan proyek ini ke tempat lain, sekaligus melengkapi perizinan pengerjaan proyek.
Keputusan akhirnya adalah menghentikan pembangunan PIM, Pusat Informasi Majapahit.
Audio: ( Keputusannya kan dihentikan sekarang ini. Dihentikan sementara untuk melihat perlu tidaknya relokasi itu. Kan perlu dikaji. Makanya kalo nanti mau merelokasi atau apapun istilahnya, setelah review ya harus semua prosedur itu dipenuhi, ada amdalnya ada IMB-nya. Prosedur itukan normal. Dikaji ulang secara perlahan lahan ya to ?, mengikuti prosedur pembangunan yang benar. Kan ada prosedurnya … bagaimana begitu ).
Untuk relokasi, sudah ada sejumlah tawaran lokasi baru. Lucky Ranuwijaya, pemerhati budaya Majapahit dari Sanggar Lung Ayu Jombang mengatakan, Pusat Informasi Majapahit tidak harus didirikan persis di atas situs Trowulan. Apalagi, wilayah Kerajaan Majapahit terbentang luas, dari Mojokerto hingga Jombang.
Audio: ( Kenapa harus dipaksakan di Trowulan. Sementara dari batas kewilayahan ibukota Majapahit itu kan mencapai 9 kali 11 kilometer persegi. Bahwa wilayah Majapait itu masih sangat banyak yang diluar Trowulan, dan itu bisa didirikan Pusat Informasi Majapahit. Jadi tidak harus didirikan di Trowulan. Berdasarkan eskavasi penggalian yang dulu dilakukan oleh Bang Rangkuti dari Yogya, menunjukkan bahwa di Jombang sendiri ada sekitar 24 desa yang masuk dalam wilayah ibukota kerajaan Majapahit. Kenapa ha itu tidak menjadi acuan ??? )
Tapi Direktur Peninggalan Purbakala Suroso berpendapat lain. Pusat Informasi Trowulan tidak ada artinya jika tidak dibangun di Trowulan. Kata Suroso, Majapahit adalah Trowulan, bukan tempat lain.
Karena itu ia meminta masyarakat tak khawatir berlebihan dengan pembangunan PIM. Penggalian, kata Suroso, tidak akan lebih dari 50 sentimeter di bawah permukaan rumput agar lapisan masa silam itu terkuak. Kelak, di atas tanah akan dibangun replika dari bekas kerajaan yang selama ini terkubur. Batu bata kuno yang diangkat, sebagian telah disusun rapi. Kelak akan dirangkai membentuk pola fondasi bangunan, dinding, pelataran dan sisi luar sumur tua.
Kata Suroso, dengan begitu, setelah lebih dari 5 abad terkubur, sisa-sisa ibukota Kerajaan Majapahit bisa dinikmati masyarakat luas.
Audio: ( Situsnya itu kita buka, kemudian kita tutup, seperti hanggar gitu ya ? ditudungi gitu. Kan nggak ada yang rusak, ditampakkan. Nanti diatasnya kita tutup pake kaca, sehingga orang bisa jalan sambil melihat itu ).
Tapi pemerintah pusat sudah memutuskan untuk merehabilitasi dan merelokasi pembangunan Pusat Informasi Majapahit. Sebelum kerusakan bertambah parah.
Pembangunan Pusat Informasi Majapahit yang diduga merusak situs purbakala kini mulai masuk ke wilayah polisi. Kepala Kepolisian Jawa Timur Herman Sumawireja mengatakan, penelusuran awal kasus ini menemukan terjadinya kesalahan teknis penggalian lokasi proyek sehingga terjadi kerusakan sejumlah situs penting.
Diperkirakan ada dua pasal yang dilanggar dari UU tentang Cagar Budaya, juga pasal 406 KUHP soal perusakan benda milik orang lain. Sejauh ini belum ada tersangka yang ditetapkan. Polisi masih membutuhkan keterangan dari saksi ahli seperti arkeolog untuk meneruskan penyelidikan.
Audio: ( Sekarang kita masih dalam tahap penyelidikan, sampai saat ini kita masih beum menemukan pelanggaran – pelanggaran pidananya. Kaarena menurut mereka juga pada waktu perencanaa itu juga melibatkan para arkeolog. Kan saksi ahlinya juga dari mereka, dari arkeolog, arkeolog mengatakan selama ini enggak selama ini sudah berunding sama kita kok. Laporan dari Polres sudah, kitajuga sudah turun , jadi selama ini masih belum kita temukan pelanggaran pidananya)
Penggalian sembrono di area situs Trowulan bagi para arkeolog dianggap sebagai penghinaan sejarah Anam Anis, dari kelompok pemerhati budaya Majapahit ‘Gotrah Wilwatikta’, mengatakan Trowulan punya arti yang sangat istimewa secara arkeologis. Situs ini adalah satu-satunya peningalan purbakala berbentuk kota, dari era kerajaan kuno antara abad 5 sampai 15 Masehi.
Peninggalan berwujud kota, tambah Anam, penting untuk mempelajari lanskap urban ratusan tahun silam. Ibaratnya begini, kata Anam. Jika Yunani punya Acropolis, Italia menyimpan reruntuhan Pompeii, sementara Kamboja bangga dengan Angkor dan Peru setia merawat Machu Picchu, Indonesia semestinya melestarikan Trowulan.
Karena itu, Anam dan kelompok Gotrah Wilwatikta mendukung upaya polisi menyelidiki kasus penggalian situs Trowulan.
Audio: ( Lha disinilah pentingnya pendekatan hukum cagar budaya. Sehingga semua bisa melihat bahwa pengrusakan situs itu masih merupakan pelanggaran yang harus ditindakanjuti. Mosok Majapahit kerajaan besar bekasnya dihancurkan awake dewe meneng wae mas ?. Struktur batu bata yang didalamnya itu macam macam mas, ada lantai ada saluran air. Lha … itu kalau dibuka, diungkap wooo…betapa hebatnya itu. Dan dari situ tentu kita akan dapat melihat bangsa kita dimasa lalu membuat rumah saja sudah memperhatikan lingkungan, sanitasi, pengaturan tata ruangnya sudah bagus… ).
Tapi jauh sebelum penggalian situs Trowulan, area ini sudah bopeng di sana sini. Data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menunjukkan, setiap tahun sekitar 6 hektar lahan situs Trowulan rusak. Warga setempat menggali tanah untuk membuat batu bata. Sembari menggali, warga juga berharap bisa menemukan benda-benda purbakala untuk dijual secara ilegal.
Arkeolog dari Universitas Indonesia Irmawati Johan mengatakan, pengrusakan situs Trowulan ini harus dihentikan, baik yang dilakukan Pusat Informasi Majapahit maupun warga dengan membuat batu bata. Menurut Irmawati, kerusakan akibat penggalian untuk membuat batu bata jauh lebih hebat dibandingkan pembuatan PIM. Sayangnya, tak pernah ada solusi maupun pencegahan.
Audio: (Penelitian terakhir Puslitbang Pariwisata dan Kebudayaan itu mengatakan, bahwa 1 tahun itu tanah 6 hektar tanah habis untuk digali. Jadi mas bisa bayangkan seperti apa kerusakan yang terjadi disini. Jadi memang kita berlomba, berlomba cepat harus berlomba cepat. Tapi balik lagi, biaya untuk peneltian seperti ini kan besar mas, besar sekali. Seperti contohnya ini ya, itu tanah yang didepan, itu milik orang kaya disini. Tanah itu dihabiskan. Dia mau buat batu bata, dia hancurkan permukaannya, pake buldoser mas, anda bisa bayangkan itu …… )
Ketua Komisi IV DPRD Mojokerto Ahmad Yazid Qohar mengatakan, kesadaran masyarakat Trowulan menjaga situs dan benda purbakala sebetulnya cukup tinggi. Namun, ini tak diimbangi dengan penghargaan setimpal dari pemerintah maupun Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, BP3, Jawa Timur. BP3 yang harusnya jadi benteng akhir pelestari benda purbakala, lebih banyak berfungsi sebagai petugas pencatat temuan bersejarah, bukannya melestarikan.
Audio: ( Jadi kalau mereka menemukan situs sebenarnya sudah lapor pada BP3, cuma oleh BP3 kemudian hanya didatangi, dicatat kadang hanya difoto, setelah itu 2-3 hari kemudian didatangi lagi diminta untuk dirapikan, nah… itupun tidak ada penghargaan sama sekali. Mereka hanya dikasih uang 20 atau 30 ribu untuk 2 atau 3 orang. Sehingga masyarakat akhirnya males. Jadi sebenarnya kepedulian masyarakat sudah ada, hanya kesungguhan baik dari BP3 dan pemerintah daerah dalam menindaklanjuti temuan temuan masyarakat itu. Sebenarnya sudah banyak masyarakat yang sadar pak)
Kini kesadaran baru tengah digalang, untuk bersama-sama mencegah pembangunan Pusat Informasi Majapahit yang merusak situs purbakala. Yang sudah merapatkan barisan diantaranya kelompok pemerhati budaya Majapahit, Gotrah Wilwatika, tim evaluasi pembangunan Pusat Informasi Majapahit serta sejumlah budayawan.
Arkeolog Agus Aris Munandar.
Audio: ( Para pendiri Majapahit itu sangat faham dengan lingkungan, sangat arif dengan lingkungan. Maka dipilihlah lokasi yang sangat baik diantara 2 sungai kecil kecil sumber air yang tidak pernah putus, Trowulan itu sampai saat ini meski dalam kondisi musim kering sekalipun tidak pernah kekurangan air. Tapi pada masa kemudian anak keturunannya itu ribut saja karena masalah internal, penataan jadi berantakan… )
Kini dinding sumur kuno, gerabah dan pelataran rumah kuno sudah teronggok jadi serpihan, bercampur dengan tanah liat. Di tempat lainnya, batu bata kuno ukuran besar berwarna kehitaman peninggalan zaman Majapahit, dibiarkan terserak begitu saja. Fondasi dari campuran batu kali dan semen berdiri di atas parit galian di situs bersejarah ini. Tiang-tiang beton juga sudah berdiri.
Budayawan Slamet Rahardjo.
Audio: ( Siapa yang nggak malu jadi orang Indonesia hari ini. Jadi orang Indonesia saat ini sangat malu. Seolah olah makhluk tanpa sejarah. Makhluk tanpa kejelasan sikap. Makhluk tanpa pola pikir. Segala macam kebebasan tanpa batas itu akan dimarai oleh budaya Budaya yang akan mengingatkan kita…….. )
[Didi Syahputra |KBR68H]
foto: commons.wikimedia.org
Thursday, January 29, 2009
Mesjid Bengkok, Cerita Kerukunan Muslim-Tionghoa
Kampung Kesawan adalah salah satu gambaran Kota Medan tempo dulu. Ada banyak bangunan tua dengan catatan sejarah pembauran multi etnis di kota ini. Salah satunya adalah Mesjid Bengkok, sebuah mesjid berbentuk rumah Cina yang dibangun oleh seorang Taipan Cina pula. Mesjid ini menjadi saksi dan symbol pembauran antara etnis Tionghoa dan etnis Melayu di Medan. Reporter KBR68H Regie Situmorang berkelana ke Mesjid Bengkok dan menulis cerita berikut.
Audio: Suasana Jalan Kesawan
Jalan Ahmad Yani di Kota Medan, Sumatera Utara, ini selalu ramai. Orang menyebutnya Jalan Kesawan, karena di abad 19, hamper seluruh area ini dimiliki oleh Datuk Mohammad Ali, yang populer dengan sapaan Datuk Kesawan. Ini adalah salah satu pusat niaga di jantung Kota Medan, dihiasi sejumlah bangunan kuno.
Salah satu bangunan yang menarik perhatian adalah bangunan berbentuk klenteng, tempat ibadah orang Tionghoa. Atapnya melengkung, dan di bagian gedung itu terdapat 4 buah tiang berdiameter setengah meter yang menopang seluruh bangunan. Di bagian atas tiang itu terdapat patung buah jeruk dan anggur, ciri khas rumah China.
Audio: Suasana sholat di masjid bengkok
Ini adalah sebuah mesjid, namanya Mesjid Lama atau Mesjid Gang Bengkok. Saya bertemu salah satu pengurus mesjid, Silmi Tanjung. Dia bercerita tentang sejarah mesjid ini.
Audio: Bentuk mesjid ini memang bentuknya seperti kelenteng, ada etnis Chinanya, terutama bagian atas. Terus ini juga bentuk stupa, ini seperti candi-candi. Sekilas, ini disebut orang sebagai kelenteng. Sehingga masjid ini memberikan kesan bahwa masjid ini bukan cuma orang islam, tapi juga etnis China atau Tionghoa. Tapi yang jelas ini adalah masjid, bukan kelenteng
Audio: Suasana sholat di masjid bengkok
Audio: Kenapa di namakan bengkok, karena dulu di depan masjid ini adalah sebuah gang, belum jalan. Nah, gang ini memang bengkok bentuknya, makanya dinamakanlah masjid Gang Bengkok. Tapi karena kendaraan semakin ramai, maka di buat jalan, nah inilah bengkoknya. Tapi masjid ini juga disebut sebagai masjid lama. Karena ini memang berdiri sejak dulu, ketika Sultan Deli, yaitu Sultan Makmun Al Rasyid naik tahta.
Mesjid ini juga menyimpan jejak Melayu pada arsitektur bangunannya. Di plafon mesjid, terdapat umbai-umbai hiasan yang disebut ‘lebah bergantung’. Hiasan ukiran ini dibuat dari kayu papan, berbentuk semacam tirai, dengan warna kuning, khas Melayu.
Audio: Ini lah liat tiangnya, ini ada buah buah, nah ini seperti rumah etnis tionghoa. Nah di atasnya juga ada lebah bergantung, ini memberikan kesan melayu. Karena disinikan banyak orang melayu juga. Ada juga nuansa islam persia, itu gapuranya.
Mesjid Bengkok adalah perpaduan Tionghoa dan Melayu, sebagai simbol kerukunan diantara keduanya sejak abad 19. Kerukunan itu terus terjaga seiring waktu. Misalnya saat era Reformasi pada 1998 silam. Saat itu kondisi Medan mencekam karena ada penyerangan terhadap etnis Tionghoa. Di sana, etnis Melayu lah yang mengevakuasi etnis Tionghoa ke Kesawan, berlindung di Mesjid Bengkok.
Pengurus Masjid, Silmi Tanjung
Audio: Saya ingat pada kerusuhan mei 1998. Waktu itu isu pembantaian etnis China. Tapi kita langsung evakuasi orang China sekitar sini. Kita masukan ke dalam masjid mereka. Dan disini pun tidak terjadi apa apa. Mereka aman, kita yang jaga. Jadi masjid ini memang melambangkan perdamaian kita..
Tidak ada yang betul-betul tahu, kapan mesjid ini mulai dibangun. Perkiraannya, sekitar tahun 1900-an. Menurut cerita masyarakat setempat, peletakan batu pertama mesjid dilakukan oleh Sultan Makmun Al Rasyid, sultan tertinggi di Medan yang kala itu bernama Kesultanan Deli. Tanah tempat mesjid berdiri adalah hibah dari Datuk Mohammad Ali, alias Datuk Kesawan, pemiliki sejumlah lahan tanah di sana.
Audio: Datuk Mohamad Ali adalah orang yang mewakafkan tanah ini. Dia disebut juga oleh Datuk kesawan. Nah, setelah ini diwakafkan, barulah masjid ini di bangun. Karenanya tidak heran, daerah ini disebut dengan kampung kesawan, karena yang punya dulu Datuk Mohamad Ali Kesawan.
Tanah milik Datuk Kesawan, batu diletakkan pertama kali oleh Sultan Makmun Al Rasyid, tapi bukan keduanya yang membiayai pembangunan mesjid. Keseluruhan mesjid dibiayai oleh seorang taipan asal Cina, bernama Tjong A Fie. Konon, mesjid ini dibangun sebagai penghormatan etnis Tionghoa kepada etnis Melayu pada 1900an.
Audio: Memang kalau di medan ini, masjid lama Gang Bengkok pasti identik oleh sosok Tjong A Fie. Orang tua saya juga bercerita tentang sosok Tjong A Fie, yang dikenal sebagai seorang Tionghoa yang dermawan. Termasuk pembangunan Masjid ini adalah hasil uang dari Tjong A Fie sendiri.
Setelah mesjid selesai dibangun, Tjong A Fie menyerahkannya kembali kepada Sultan Makmun Al Rasyid. Selanjutnya, Sultan menunjuk seorang ulama bernama Syech Mohammad Yacup untuk mengurus dan memelihara mesjid dengan luas 2200 meter persegi ini.
Kini, tanggung jawab pemeliharaan mesjid dipegang oleh generasi ketiga Syech, yaitu Sazli Nasution, yang sekaligus menjadi Wakil Nazir atau pengurus masjid yang membidangi dakwah di Mesjid Bengkok. Kata Sazli, mesjid ini terus mempertahankan maknanya, sebagai symbol persatuan antara umat Muslim dengan etnis Tionghoa di Kesawan. Buktinya, warga Tionghoa tak segan-segan ikut merawat mesjid ini.
Audio: Etnis Tionghoa senang sekali untuk merawat masjid ini. Mereka sering menyumbang keramik, cat, dll untuk perawatan. Pokoknya, mereka untuk ke mesjid ini, itu peduli sekali.
Nama Tjong A Fie hingga kini tetap melegenda, sebagai wujud nyata semangat pembauran antar kelompok masyarakat di Medan. Siapa sebenarnya Tjong A Fie ini?
Audio: Suasana di Rumah Tjong A Fie
Rumah Tjong A Fie hanya berjarak 300 meter dari Mesjid Bengkok, tepatnya di Jalan Ahmad Yani nomor 105, Medan. Rumah ini dinamakan ‘Tjong A Fie Mansion’, yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah kota Medan sejak 1989. Bahkan Badan PBB UNESCO juga menetapkan Tjong A Fie Mansion ini sebagai peninggalan sejarah yang wajib dilindungi.
Audio: Suasana di Rumah Tjong A Fie
Rumah ini sangat melegenda bukan hanya karena ada nama Tjong A Fie di sana. Kekayaan arsitektur dan sejarah yang melekat di sana juga ikut berperan. Rumah ini dibangun di atas tanah seluas 2200 meter persegi, dengan waktu pengerjaan selama 5 tahun. Tjong A Fie Mansion berdiri megah di tepi jalan ramai dengan arsitektur bergaya Tionghoa.
Di pagar depan terdapat gapura dengan hiasan dua singa lengkap ornamen etnis Cina. Sedangkan pintu depan bagian rumah berbahan kayu jati yang konon dipesan langsung dari daratan Cina. Pintu itu terdiri dari dua bagian yang sekelilingnya diberi ukiran bertuliskan huruf Cina. Sedangkan di bagian atapnya mirip seperti di Masjid Bengkok, yaitu melengkung seperti kelenteng.
Rumah ini sekarang dikelola oleh Fon Prawira, cucu Tjong A Fie dari anak keempatnya. Laki-laki paruh baya ini menyambut saya ramah di depan rumah.
Audio: Jangan kecewa ya Regie. Kamu saya suruh bayar 25 ribu bukan berarti semata mata seperti kamu menonton bioskop. Uang yang kamu beli untuk membeli tiket masuk ke rumah ini digunakan untuk perawatan rumah ini. Bagaimanapun rumah ini sejarah yang harus di pertahankan. Jadi jangan marah ya. Saya berharap, kamu menganggap ini sebagai suatu kepedulian terhadap penigngalan Tjong A Fie
Saya memang harus membayar tiket 25 ribu rupiah untuk masuk ke rumah Tjong A Fie. Aturan ini baru ditetapkan awal tahun 2009. Uangnya lantas digunakan untuk merawat rumah.
Ketika masuk rumah, sisa-sisa kemegahan dan kemewahan ala konglomerat Tionghoa masih sangat terasa. Ornamen budaya Cina tampak hamper di setiap sudut ruang. Deretan foto di ruang tamu seolah bercerita, siapa Tjong A Fie di era 1900-an. Salah satunya, ada foto Tjong A Fie bersanding dengan Sultan Deli. Ada juga berbagai foto Tjong A Fie yang bercerita tentang segala kegiatannya di masa itu.
Fon Prawira bercerita tentang siapa itu kakeknya, Tjong A Fie.
Audio: Tjong A Fie adalah orang yang mempuyai kesetiakawanan yang tinggi. Terbukti dia menjadi kepercayan Sultan Deli. Kepercayaan itu karena bentuk kesetiakawananya terhadap Sultan Deli. Itu bukan hal yang gampang. Dia datang dari China untuk berusaha. Kesuksesan usahanya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu. Ini adalah sebagai bentuk kesetiakawanan dia tehradpa masyarakat sekitar. Ini yang perlu di lestarikan.
Tjong A Fie datang ke Medan yang dulu bernama Labuan Deli pada 1880, meninggalkan kampung halamannya di Provinsi Fukian, Tiongkok. Saat itu Tjong A Fie baru berumur 18 tahun. Ia dating untuk berkebun di Pulau Sumatera, yang santer sebagai Negara perkebunan. Gaungnya sampai ke Tiongkok, mendorong Tjong muda untuk bertualang.
Fon melanjutkan cerita. Semangat pembauran sudah berdenyut di tengah Medan ketika Tjong A Fie hidup seabad silam. Selain Mesjid Bengkok, Tjong A Fie juga membangun berbagai sarana umum untuk menumbuhkan semangat pembauran. Saat itu Medan mulai bergeliat, tumbuh menjadi kota besar yang disambangi pendatang dari berbagai daerah, suku dan agama. Sang taipan Cina ini mendirikan gereja Katolik di Jalan Uskup Agung Sugiopranoto, kuil Buddha Cina di Brayan, Kuil Hindu dan jembatan di Jalan Zainul Arifin, tempat mayoritas etnis Tamil bermukim.
Audio: Semua pembangunan ini adalah terkait dengan pengabdiannya kepada masyarakat. Ini juga bukti bahwa Tjong A Fie tidak hanya memikirkan diri sednrii. Dia membua rumah ibadah, untuk menignkatkan keimanan. Dia bangun rumah jompo,dia sumbang sekolah untuk pendidikan, dll.
Kalau Mesjid Bengkok dibuat dengan arsitektur khas Cina, apakah arsitektur Cina juga mewarnai gereja serta kuil yang dibangun di Medan?
Audio: Tidak, semua harus bentuk China. Itu namanya egois. Kalo Tjong A Fie Mau mungkin dia bisa biin, Rumah Sakit Tjong A Fie. Jembatan Tjong A Fie. Rumah Ibadah Tjong A Fie. Itu semua adalah bentuk penyadaran, termasuk masjid bengkok. Ini untuk mengingkatkan masyarakat. Dia ingin agar masyaraktlah yang merawat pemberiannya.
Di rumah Tjong A Fie, saya bertemu dengan akademisi Universitas Negeri Medan, Fahrizal Fahmi. Fahrizal ada di sana untuk membangu Fon Prawira membentuk Tjong A Fie Memorial Institute, sebuah lembaga pelestari peninggalan sang taipan. Fahrizal lantas berbagi cerita tentang siapa itu Tjong A Fie ketika baru sampai di Medan. Saat itu, namanya adalah Labuan Deli.
Audio: Tjong A Fie datang hanya bermodalkan baju di badan dan juga 6 keping uang china. Setelah itu, dia mencoba membangun kedai yang diperuntukan bagi pekerja perkebunan. Dari sini, usahaya kian berhasil. Hingga akhirnya dia bertemu oleh gadis Tionghoa peranakan dan kemudian memutuskan untuk menikah.
Tjong A Fie datang membawa semangat dan kerja keras. Ketika pertama kali datang, ia membawa serta kuli-kuli Cina daratan yang punya keahlian di bidang perkebunan. Mereka lantas bekerja di kebun milik pemerintah Hindia Belanda di Labuhan Deli. Untuk itu, Tjong A Fie mendapatkan upah yang cukup besar.
Dari upah itu, Tjong membelikan lahan untuk perkebunan. Lama kelamaan, usaha Tjong A Fie membawanya menjadi konglomerat Cina yang sukses di Labuhan Deli. Kesuksesan ini membawa Tjong A Fie dekat dengan Sultan Deli, juga pemerintah Kolonial Belanda. Meski bukan tentara, Pemerintah Belanda menganugerahi pangkat Letnan, jabatan bergengsi bagi orang Cina di Tanah Deli. Tak lama, Tjong A Fie ditunjuk sebagai kepala orang-orang Cina di sana.
Audio: Tjong A Fie diberikan pangkat Mayor. Nah, sebutan mayor ini adalah semacam pemimpin komunitas. Dan sebelum mayor, dia berpangkat letnan. Tapi dia bukan seorang tentara. Ini adalah sebuah jabatan yagn diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda agar komunitas China mempunyai seorang pemimpin. Dan Tjong A Fie lah yang ditunjuk sebagai pemimpin.
Medan kala itu seakan-akan jadi milik Tjong A Fie. Dia dikenal dekat dengan setiap strata, mulai dari bangsawan hingga rakyat jelata.
Audio: Suasana jalan dekat rumah Tjong A Fie
Februari 1921, Tjong A Fie meninggal dunia di usia 61 tahun karena pendarahan otak. Ribuan pelayat datang dari penjuru Medan, memberikan penghormatan terakhir bagi Si Taipan Dermawan.
Audio: Waktu Tjong A Fie meninggal, banyak orang yang memberikan simpati dan penghormatan. Mereka berasal dari Penang, Malaysia, karyawan perkebunan baik yang di Brayan atau di Labuan deli, dan masyarkat komunitas dari berbagai suku. Mereka memadati kawasan Kesawan Medan untuk memberikan penghormatan terakhir
Yang bisa dilakukan sekarang adalah melestarikan peninggalan sejarah Tjong A Fie, lewat lembaga Tjong A Fie Memorial Institute. Cucu Tjong A Fie, Fon Prawira berharap di masa mendatang akan ada penerus kedermawanan Tjong A Fie.
Audio: Dengan adanya institut ini, kita harapkan nanti ada kader, yang ingin menyumbang pemikiran terhadap masyarakat. Makanya saya dirikan Tjong A Fie memorial. Tentu kita berharap bantuan. Karena uang ini nanti berguna bagi ribuan anak manusia, terutama yang kurang mampu. Seperti yang pernah dilakukan oleh Tjong A Fie.
[Regie Situmorang | KBR68H]
Audio: Suasana Jalan Kesawan
Jalan Ahmad Yani di Kota Medan, Sumatera Utara, ini selalu ramai. Orang menyebutnya Jalan Kesawan, karena di abad 19, hamper seluruh area ini dimiliki oleh Datuk Mohammad Ali, yang populer dengan sapaan Datuk Kesawan. Ini adalah salah satu pusat niaga di jantung Kota Medan, dihiasi sejumlah bangunan kuno.
Salah satu bangunan yang menarik perhatian adalah bangunan berbentuk klenteng, tempat ibadah orang Tionghoa. Atapnya melengkung, dan di bagian gedung itu terdapat 4 buah tiang berdiameter setengah meter yang menopang seluruh bangunan. Di bagian atas tiang itu terdapat patung buah jeruk dan anggur, ciri khas rumah China.
Audio: Suasana sholat di masjid bengkok
Ini adalah sebuah mesjid, namanya Mesjid Lama atau Mesjid Gang Bengkok. Saya bertemu salah satu pengurus mesjid, Silmi Tanjung. Dia bercerita tentang sejarah mesjid ini.
Audio: Bentuk mesjid ini memang bentuknya seperti kelenteng, ada etnis Chinanya, terutama bagian atas. Terus ini juga bentuk stupa, ini seperti candi-candi. Sekilas, ini disebut orang sebagai kelenteng. Sehingga masjid ini memberikan kesan bahwa masjid ini bukan cuma orang islam, tapi juga etnis China atau Tionghoa. Tapi yang jelas ini adalah masjid, bukan kelenteng
Audio: Suasana sholat di masjid bengkok
Audio: Kenapa di namakan bengkok, karena dulu di depan masjid ini adalah sebuah gang, belum jalan. Nah, gang ini memang bengkok bentuknya, makanya dinamakanlah masjid Gang Bengkok. Tapi karena kendaraan semakin ramai, maka di buat jalan, nah inilah bengkoknya. Tapi masjid ini juga disebut sebagai masjid lama. Karena ini memang berdiri sejak dulu, ketika Sultan Deli, yaitu Sultan Makmun Al Rasyid naik tahta.
Mesjid ini juga menyimpan jejak Melayu pada arsitektur bangunannya. Di plafon mesjid, terdapat umbai-umbai hiasan yang disebut ‘lebah bergantung’. Hiasan ukiran ini dibuat dari kayu papan, berbentuk semacam tirai, dengan warna kuning, khas Melayu.
Audio: Ini lah liat tiangnya, ini ada buah buah, nah ini seperti rumah etnis tionghoa. Nah di atasnya juga ada lebah bergantung, ini memberikan kesan melayu. Karena disinikan banyak orang melayu juga. Ada juga nuansa islam persia, itu gapuranya.
Mesjid Bengkok adalah perpaduan Tionghoa dan Melayu, sebagai simbol kerukunan diantara keduanya sejak abad 19. Kerukunan itu terus terjaga seiring waktu. Misalnya saat era Reformasi pada 1998 silam. Saat itu kondisi Medan mencekam karena ada penyerangan terhadap etnis Tionghoa. Di sana, etnis Melayu lah yang mengevakuasi etnis Tionghoa ke Kesawan, berlindung di Mesjid Bengkok.
Pengurus Masjid, Silmi Tanjung
Audio: Saya ingat pada kerusuhan mei 1998. Waktu itu isu pembantaian etnis China. Tapi kita langsung evakuasi orang China sekitar sini. Kita masukan ke dalam masjid mereka. Dan disini pun tidak terjadi apa apa. Mereka aman, kita yang jaga. Jadi masjid ini memang melambangkan perdamaian kita..
Tidak ada yang betul-betul tahu, kapan mesjid ini mulai dibangun. Perkiraannya, sekitar tahun 1900-an. Menurut cerita masyarakat setempat, peletakan batu pertama mesjid dilakukan oleh Sultan Makmun Al Rasyid, sultan tertinggi di Medan yang kala itu bernama Kesultanan Deli. Tanah tempat mesjid berdiri adalah hibah dari Datuk Mohammad Ali, alias Datuk Kesawan, pemiliki sejumlah lahan tanah di sana.
Audio: Datuk Mohamad Ali adalah orang yang mewakafkan tanah ini. Dia disebut juga oleh Datuk kesawan. Nah, setelah ini diwakafkan, barulah masjid ini di bangun. Karenanya tidak heran, daerah ini disebut dengan kampung kesawan, karena yang punya dulu Datuk Mohamad Ali Kesawan.
Tanah milik Datuk Kesawan, batu diletakkan pertama kali oleh Sultan Makmun Al Rasyid, tapi bukan keduanya yang membiayai pembangunan mesjid. Keseluruhan mesjid dibiayai oleh seorang taipan asal Cina, bernama Tjong A Fie. Konon, mesjid ini dibangun sebagai penghormatan etnis Tionghoa kepada etnis Melayu pada 1900an.
Audio: Memang kalau di medan ini, masjid lama Gang Bengkok pasti identik oleh sosok Tjong A Fie. Orang tua saya juga bercerita tentang sosok Tjong A Fie, yang dikenal sebagai seorang Tionghoa yang dermawan. Termasuk pembangunan Masjid ini adalah hasil uang dari Tjong A Fie sendiri.
Setelah mesjid selesai dibangun, Tjong A Fie menyerahkannya kembali kepada Sultan Makmun Al Rasyid. Selanjutnya, Sultan menunjuk seorang ulama bernama Syech Mohammad Yacup untuk mengurus dan memelihara mesjid dengan luas 2200 meter persegi ini.
Kini, tanggung jawab pemeliharaan mesjid dipegang oleh generasi ketiga Syech, yaitu Sazli Nasution, yang sekaligus menjadi Wakil Nazir atau pengurus masjid yang membidangi dakwah di Mesjid Bengkok. Kata Sazli, mesjid ini terus mempertahankan maknanya, sebagai symbol persatuan antara umat Muslim dengan etnis Tionghoa di Kesawan. Buktinya, warga Tionghoa tak segan-segan ikut merawat mesjid ini.
Audio: Etnis Tionghoa senang sekali untuk merawat masjid ini. Mereka sering menyumbang keramik, cat, dll untuk perawatan. Pokoknya, mereka untuk ke mesjid ini, itu peduli sekali.
Nama Tjong A Fie hingga kini tetap melegenda, sebagai wujud nyata semangat pembauran antar kelompok masyarakat di Medan. Siapa sebenarnya Tjong A Fie ini?
Audio: Suasana di Rumah Tjong A Fie
Rumah Tjong A Fie hanya berjarak 300 meter dari Mesjid Bengkok, tepatnya di Jalan Ahmad Yani nomor 105, Medan. Rumah ini dinamakan ‘Tjong A Fie Mansion’, yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah kota Medan sejak 1989. Bahkan Badan PBB UNESCO juga menetapkan Tjong A Fie Mansion ini sebagai peninggalan sejarah yang wajib dilindungi.
Audio: Suasana di Rumah Tjong A Fie
Rumah ini sangat melegenda bukan hanya karena ada nama Tjong A Fie di sana. Kekayaan arsitektur dan sejarah yang melekat di sana juga ikut berperan. Rumah ini dibangun di atas tanah seluas 2200 meter persegi, dengan waktu pengerjaan selama 5 tahun. Tjong A Fie Mansion berdiri megah di tepi jalan ramai dengan arsitektur bergaya Tionghoa.
Di pagar depan terdapat gapura dengan hiasan dua singa lengkap ornamen etnis Cina. Sedangkan pintu depan bagian rumah berbahan kayu jati yang konon dipesan langsung dari daratan Cina. Pintu itu terdiri dari dua bagian yang sekelilingnya diberi ukiran bertuliskan huruf Cina. Sedangkan di bagian atapnya mirip seperti di Masjid Bengkok, yaitu melengkung seperti kelenteng.
Rumah ini sekarang dikelola oleh Fon Prawira, cucu Tjong A Fie dari anak keempatnya. Laki-laki paruh baya ini menyambut saya ramah di depan rumah.
Audio: Jangan kecewa ya Regie. Kamu saya suruh bayar 25 ribu bukan berarti semata mata seperti kamu menonton bioskop. Uang yang kamu beli untuk membeli tiket masuk ke rumah ini digunakan untuk perawatan rumah ini. Bagaimanapun rumah ini sejarah yang harus di pertahankan. Jadi jangan marah ya. Saya berharap, kamu menganggap ini sebagai suatu kepedulian terhadap penigngalan Tjong A Fie
Saya memang harus membayar tiket 25 ribu rupiah untuk masuk ke rumah Tjong A Fie. Aturan ini baru ditetapkan awal tahun 2009. Uangnya lantas digunakan untuk merawat rumah.
Ketika masuk rumah, sisa-sisa kemegahan dan kemewahan ala konglomerat Tionghoa masih sangat terasa. Ornamen budaya Cina tampak hamper di setiap sudut ruang. Deretan foto di ruang tamu seolah bercerita, siapa Tjong A Fie di era 1900-an. Salah satunya, ada foto Tjong A Fie bersanding dengan Sultan Deli. Ada juga berbagai foto Tjong A Fie yang bercerita tentang segala kegiatannya di masa itu.
Fon Prawira bercerita tentang siapa itu kakeknya, Tjong A Fie.
Audio: Tjong A Fie adalah orang yang mempuyai kesetiakawanan yang tinggi. Terbukti dia menjadi kepercayan Sultan Deli. Kepercayaan itu karena bentuk kesetiakawananya terhadap Sultan Deli. Itu bukan hal yang gampang. Dia datang dari China untuk berusaha. Kesuksesan usahanya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu. Ini adalah sebagai bentuk kesetiakawanan dia tehradpa masyarakat sekitar. Ini yang perlu di lestarikan.
Tjong A Fie datang ke Medan yang dulu bernama Labuan Deli pada 1880, meninggalkan kampung halamannya di Provinsi Fukian, Tiongkok. Saat itu Tjong A Fie baru berumur 18 tahun. Ia dating untuk berkebun di Pulau Sumatera, yang santer sebagai Negara perkebunan. Gaungnya sampai ke Tiongkok, mendorong Tjong muda untuk bertualang.
Fon melanjutkan cerita. Semangat pembauran sudah berdenyut di tengah Medan ketika Tjong A Fie hidup seabad silam. Selain Mesjid Bengkok, Tjong A Fie juga membangun berbagai sarana umum untuk menumbuhkan semangat pembauran. Saat itu Medan mulai bergeliat, tumbuh menjadi kota besar yang disambangi pendatang dari berbagai daerah, suku dan agama. Sang taipan Cina ini mendirikan gereja Katolik di Jalan Uskup Agung Sugiopranoto, kuil Buddha Cina di Brayan, Kuil Hindu dan jembatan di Jalan Zainul Arifin, tempat mayoritas etnis Tamil bermukim.
Audio: Semua pembangunan ini adalah terkait dengan pengabdiannya kepada masyarakat. Ini juga bukti bahwa Tjong A Fie tidak hanya memikirkan diri sednrii. Dia membua rumah ibadah, untuk menignkatkan keimanan. Dia bangun rumah jompo,dia sumbang sekolah untuk pendidikan, dll.
Kalau Mesjid Bengkok dibuat dengan arsitektur khas Cina, apakah arsitektur Cina juga mewarnai gereja serta kuil yang dibangun di Medan?
Audio: Tidak, semua harus bentuk China. Itu namanya egois. Kalo Tjong A Fie Mau mungkin dia bisa biin, Rumah Sakit Tjong A Fie. Jembatan Tjong A Fie. Rumah Ibadah Tjong A Fie. Itu semua adalah bentuk penyadaran, termasuk masjid bengkok. Ini untuk mengingkatkan masyarakat. Dia ingin agar masyaraktlah yang merawat pemberiannya.
Di rumah Tjong A Fie, saya bertemu dengan akademisi Universitas Negeri Medan, Fahrizal Fahmi. Fahrizal ada di sana untuk membangu Fon Prawira membentuk Tjong A Fie Memorial Institute, sebuah lembaga pelestari peninggalan sang taipan. Fahrizal lantas berbagi cerita tentang siapa itu Tjong A Fie ketika baru sampai di Medan. Saat itu, namanya adalah Labuan Deli.
Audio: Tjong A Fie datang hanya bermodalkan baju di badan dan juga 6 keping uang china. Setelah itu, dia mencoba membangun kedai yang diperuntukan bagi pekerja perkebunan. Dari sini, usahaya kian berhasil. Hingga akhirnya dia bertemu oleh gadis Tionghoa peranakan dan kemudian memutuskan untuk menikah.
Tjong A Fie datang membawa semangat dan kerja keras. Ketika pertama kali datang, ia membawa serta kuli-kuli Cina daratan yang punya keahlian di bidang perkebunan. Mereka lantas bekerja di kebun milik pemerintah Hindia Belanda di Labuhan Deli. Untuk itu, Tjong A Fie mendapatkan upah yang cukup besar.
Dari upah itu, Tjong membelikan lahan untuk perkebunan. Lama kelamaan, usaha Tjong A Fie membawanya menjadi konglomerat Cina yang sukses di Labuhan Deli. Kesuksesan ini membawa Tjong A Fie dekat dengan Sultan Deli, juga pemerintah Kolonial Belanda. Meski bukan tentara, Pemerintah Belanda menganugerahi pangkat Letnan, jabatan bergengsi bagi orang Cina di Tanah Deli. Tak lama, Tjong A Fie ditunjuk sebagai kepala orang-orang Cina di sana.
Audio: Tjong A Fie diberikan pangkat Mayor. Nah, sebutan mayor ini adalah semacam pemimpin komunitas. Dan sebelum mayor, dia berpangkat letnan. Tapi dia bukan seorang tentara. Ini adalah sebuah jabatan yagn diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda agar komunitas China mempunyai seorang pemimpin. Dan Tjong A Fie lah yang ditunjuk sebagai pemimpin.
Medan kala itu seakan-akan jadi milik Tjong A Fie. Dia dikenal dekat dengan setiap strata, mulai dari bangsawan hingga rakyat jelata.
Audio: Suasana jalan dekat rumah Tjong A Fie
Februari 1921, Tjong A Fie meninggal dunia di usia 61 tahun karena pendarahan otak. Ribuan pelayat datang dari penjuru Medan, memberikan penghormatan terakhir bagi Si Taipan Dermawan.
Audio: Waktu Tjong A Fie meninggal, banyak orang yang memberikan simpati dan penghormatan. Mereka berasal dari Penang, Malaysia, karyawan perkebunan baik yang di Brayan atau di Labuan deli, dan masyarkat komunitas dari berbagai suku. Mereka memadati kawasan Kesawan Medan untuk memberikan penghormatan terakhir
Yang bisa dilakukan sekarang adalah melestarikan peninggalan sejarah Tjong A Fie, lewat lembaga Tjong A Fie Memorial Institute. Cucu Tjong A Fie, Fon Prawira berharap di masa mendatang akan ada penerus kedermawanan Tjong A Fie.
Audio: Dengan adanya institut ini, kita harapkan nanti ada kader, yang ingin menyumbang pemikiran terhadap masyarakat. Makanya saya dirikan Tjong A Fie memorial. Tentu kita berharap bantuan. Karena uang ini nanti berguna bagi ribuan anak manusia, terutama yang kurang mampu. Seperti yang pernah dilakukan oleh Tjong A Fie.
[Regie Situmorang | KBR68H]
Wednesday, January 28, 2009
Mencoba Menyelamatkan Persebaya
Klub sepakbola Persebaya Surabaya gunjang-ganjing pasca dilarang menerima dana dari pemerintah daerah untuk menopang hidupnya. Enam pemain dilepas, pelatih pun mesti diputus kontrak. Persebaya tak punya uang untuk membayar mereka. Para Bonekmania, suporter Persebaya, tak rela klub mereka terpuruk dan terancam tak masuk Liga Super Indonesia di musim kompetisi mendatang. Kontributor KBR68H Petrus Riski memotret upaya para Bonekmania yang dikenal rusuh, bergotong-royong mengumpulkan sepeser demi sepeser untuk menyelamatkan Persebaya.
Audio: Yel-yel Bonekmania
Teriakan puluhan suporter Persebaya Bonekmania memecah keheningan suasana Mess Persebaya di Jalan Karang Gayam Surabaya. Tak tampak ada pemain atau pengurus di mess ini, setelah pengurus Persebaya memutuskan untuk melepas 6 pemain mereka: Bejo Sugiantoro, I Putu Gede, Kurnia Sandi, Rustanto Sri wahono, Fahrudin, Jordi Kartoko. Persebaya juga memutus kontrak pelatih Fredy Mulli.
Para Bonekmania khawatir, dilepasnya para pemain dan pelatih Persebaya bakal merusak kekompakan tim. Padahal Persebaya tengah memimpin klasemen sementara wilayah Timur, modal besar untuk lolos ke Liga Super Indonesia musim kompetisi 2009-2010. Nur Hasyim, koordinator suporter Persebaya dari Yayasan Suporter Surabaya khawatir, langkah ini bakal membuat prestasi Persebaya merosot.
Audio: “Putaran pertama kemarin kita itu sudah apa itu, kompak dengan kondisi tim yang bagus, pelatih yang bagus yang mumpuni, itu yang kita khawatirkandengan kondisi seperti ini dengan pemecatan pemai, tidak diperpanjangnya pelati, itu nanti situasi persebaya saya khawatirkan tidak seperti putaran pertama. Kita tidak menginginkan hancurnya persebaya, persebaya bukan milik golongan tertentu, persebaya milik warga surabaya.”
Ini memang langkah terpaksa yang harus dilakukan Persebaya. Aturan Menteri Dalam Negeri menyebutkan, klub sepakbola tak boleh lagi menerima kucuran dana APBD. Kemandirian klub secara keuangan pun menjadi salah satu syarat yang ditetapkan Badan Liga Indonesia, penyelenggara Liga Super.
Pembina Yayasan Suporter Surabaya (YSS) Wastomi Suheri mengaku kecewa dengan pengurus Persebaya sehingga klub mengalami kesulitan keuangan. Padahal, kata Wastomo, sebagian besar pengurusnya adalah pengusaha.
Audio: “Intinya kita kecewa dengan sampai, kenapa sih persebaya tim sebesar in, pengusaha sebanyak initidak bisa mendanai persebaya.”
Tak rela Persebaya terpuruk, para Bonekmania muncul dengan ide menggalang dana dari sesama suporter. Salah satunya dengan berjualan stiker dan atribut klub Persebaya.
Audio: Yel-yel Bonekmania
Rudianto, suporter Persebaya asal kampung Jambangan mengatakan, meski nilainya tidak seberapa, Bonekmania ingin membantu Persebaya mengatasi masalah keuangan yang membelit klub.
Audio: “Kami bonek ini dengan pro-aktif terus melakukan penggalangan dana dengan menjual stiker-stiker bonek ke seluruh anggota bonekmania di seluruh surabaya, dan kesemuanya itu akan disampaikan secara langsung ke manajemen agar meski itupun nggak sebanyak yang dibutuhkan persebaya saat ini.”
Para bonek alias bondo nekat memang terlanjur punya cap negatif. Citra rusuh yang melekat seringkali menjegal langkah supporter Persebaya untuk menggalang dana. Tapi Agus Esi memang betul-betul nekat, meski harus dikejar-kejar polisi lantaran berjualan stiker Persebaya di perempatan jalan.
Audio: “Ya kemarin sabtu cari-cari dan di pinggi-pinggir jalan,di depan hotel sahid situ, kita cari dana disitu ternyata dibubarkan sama polisi. Habis itu kita cari dana di setiap korwil, di setiap korwil kita minta dana ke anak buah-anak buah, trus kita kumpulin, kita kasihkan ke persebaya.” Audio: Yel-yel Bonekmania
Wastomi Suheri, Pembina Yayasan Suporter Surabaya mengatakan, upaya menggalang dana buat Persebaya tak hanya berjualan stiker dan atribut, tapi juga lewat situs internet dengan alamat bonex-cyber.web.id. Para bonek menjual lagu-lagu dukungan buat Persebaya yang mereka ciptakan menjadi nada sambung telfon seluler. Ada juga yang menggandeng musisi dalam negeri untuk membuat rekaman lagu.
Audio: “Kita juga ada kerjasama dengan pihak-pihak lain, contoh yang sekarang ini lagi kerjasama dengan Telkomsel. Kita ini membuat lagu-lgu, lagu-lagu Persebaya, kita jadikan lagu nsp, kalau itu dibeli orang, dibeli Bonek, didownload, itu kita akan mendapat royalti, royalti itu kita sudah sepakati separuh dari royalti yang kita terima itu kita akan berikan pada persebaya. Kita juga membentuk namanya bonek cyber, sampeyan bisa lihat di situ di websitenya bonek, disitu apa aja kegiatan mereka ada, itu cara-cara kita penggalangan dana. Memang tdak besar, tapi itu adalah sebagai bentuk kepedulian suporter pada persebaya.”
Audio: Lagu Bonekmania
Wastomi tak mau menyebut berapa besar sumbangan para Bonekmania yang sudah diberikan kepada Persebaya. Yang jelas, kata bonek asal Kampung Jambangan Rudianto, penggalangan dana bakal terus bergulir sampai dirasa cukup.
Audio: “Untuk saat ini dari semua korwil yang ada masih terus melakukan penggalangan dana dan itu akan terus bergulir hingga persebaya keluar dari krisis pendanaan tersebut.”
Kalau para Bonekmania begitu gigih mencari dana untuk Persebaya, apa yang sudah dilakukan para pengurus klub untuk mengatasi masalah keuangan?
Audio: Lagu Bonekmania
Di masa jayanya Persebaya adalah klub yang disegani di jagat persepakbolaan Indonesia. Klub ini sempat dua kali menjadi Juara Liga Indonesia Divisi Utama. Klub ini juga rajin menyumbang pemain untuk tim nasional, yunior maupun senior. Tapi prestasi klub berjuluk buaya hijau ini mulai menurun sejak 2006. Ketika itu Persebaya mendapat sanksi dari PSSI untuk turun kasta ke Divisi Satu karena menolak melanjutkan pertandingan di babak 8 besar.
Setelah itu Persebaya berubah menjadi tim guram, sampai kemudian musim kompetisi lalu gagal melaju ke Liga Super karena hanya menduduki posisi 14 di klasmen Divisi Utama.
Audio: Yel-yel Bonekmania
Prestasi Persebaya saat ini cukup meyakinkan. Klub ini menjadi pimpinan klasemen sementara wilayah Timur, modal besar untuk melaju ke musim kompetisi 2009-2010 Liga Super Indonesia.
Tapi begitu keluar aturan Menteri Dalam Negeri, kondisi keuangan klub langsung morat-marit. Aturan tersebut melarang klub menerima kucuran dana APBD. Pemutusan kontrak pemain dianggap jadi solusi terbaik, mengingat keuangan Persebaya yang lebih besar pasak daripada tiang.
Audio: Yel-yel Bonekmania
Pengeluaran Persebaya per bulan mencapai 850 juta rupiah. Ini untuk gaji pemain, operasional, sewa stadion dan lain-lain. Sementara pemasukan, kurang dari separuhnya, sekitar 450 juta rupiah, dari sponsor dan penjualan tiket. Setelah dipotong biaya operasional, maka kas Persebaya minus 400 juta rupiah lebih. Belum lagi biaya untuk satu musim kompetisi yang bisa mencapai 20 miliar rupiah.
Ketika masih disuntik dana APBD Surabaya, setiap tahun Persebaya menerima uang 10-17 miliar rupiah, kata Muhammad Alyas, anggota Komisi D DPRD Surabaya.
Audio: “Fluktuatif ya, pernah mendapatkan 15 milyar, terus persebaya turun divisi dan anggarannya turun menjadi 10 milyar, ketika kembali lagi di divisi utama itu anggaran pun ditambahkan lagi menjadi 17,5 milyar. Tapi anggaran itubukan hanya untuk klub persebaya semata-mata tapi untuk juga operasional daripada pengurus cabang atau pengcab pssi surabaya.”
Karena itu, keputusan melepas 6 pemain dan tidak memperpanjang kontrak pelatih Freddy Mulli telah menghilangkan beban keuangan klub secara signifikan. Ketua Harian Persebaya Cholid Ghoromah.
Audio: “Untuk masalah dana, setelah kita melepas enam pemain dan pelatih ini, syukur alhamdulillah sekarang kita tidak ada utang dan tidak ada tunggakan lagi sama pemain dan pelatih, semua berjalan dengan lancar, semuanya beres.”
Setelah kondisi keuangan membaik, Cholid optimistis Persebaya bakal tetap solid. Target lolos ke Liga Super Indonesia 2009 diyakini bakal tercapai.
Audio: “Yang kita lepas kan enam, jadi masih ada dua puluh satu, dan dua puluh satu ini kompak, solid, gak beda jauh lah. Apalagi persebaya sekarang ini juga, manajer, pelatih, dan pengurus akan mencari pengganti pemain yang bagus-bagus. Jadi pengurus, manajer dan pelatih ini konsisten akan membawa persebaya lolos ke liga super.”
Bila Persebaya betul-betul bisa masuk Liga Super, maka dana tak lagi jadi masalah. Akan lebih mudah menggandeng sponsor dengan status peserta liga bergengsi ini, kata Cholid.
Audio: “Kalau ke liga super, saya rasa sponsor mudah, sedikit mudah kita untuk mencari daripada di divisi utama.”
Audio: Yel-yel Bonekmania
Muhammad Alyas dari Komisi D DPRD Surabaya, sekaligus bekas pengurus Persebaya dan PSSI pada 2005-2008 menambahkan, meski tak lagi menikmati uang APBD, Persebaya diharapkan tetap mampu berprestasi.
Audio: “Yang jelas sepak bola itu kan memang uang atau anggaran itu cukup dominan, tapi kan bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan sebuah tim. Besarnya nilai anggaran bagi sebuah tim itu tidak berbanding lurus dengan prestasi yang dimiliki. Oleh karena itu persebaya ini harus tetap menjadi ikon persepakbolaan nasional, untuk itu persebaya harus meraih prestasi.”
Para bonek macam Nur Hasyim dan Wastomi Suheri, meminta pemain dan pengurus Persebaya berjuang total dalam mewujudkan prestasi tertinggi. Supaya suporter yang juga telah bekerja keras demi Persebaya, tak kecewa.
Audio: Kita ingin supaya pengurus bisa mengembalikan kekompakan tim, soalnya apa, tim tanpa kekompakan, siapapunmulai pemain yang apa,gaji besar, pemain bintang apapun gak mungkin bisa tanpa ada kekompakan tim.”
Audio: “Apapun yang terjadi, suporter minta manajemen, pengurus ini tidak setengah hati untuk urusi tim ini, harus fight. Pemain juga gitu, harus fight, karena suporter juga fight.”
Audio: Lagu Persebaya
[Petrus Riski |KBR68H]
foto: muizemo.wordpress.com
Audio: Yel-yel Bonekmania
Teriakan puluhan suporter Persebaya Bonekmania memecah keheningan suasana Mess Persebaya di Jalan Karang Gayam Surabaya. Tak tampak ada pemain atau pengurus di mess ini, setelah pengurus Persebaya memutuskan untuk melepas 6 pemain mereka: Bejo Sugiantoro, I Putu Gede, Kurnia Sandi, Rustanto Sri wahono, Fahrudin, Jordi Kartoko. Persebaya juga memutus kontrak pelatih Fredy Mulli.
Para Bonekmania khawatir, dilepasnya para pemain dan pelatih Persebaya bakal merusak kekompakan tim. Padahal Persebaya tengah memimpin klasemen sementara wilayah Timur, modal besar untuk lolos ke Liga Super Indonesia musim kompetisi 2009-2010. Nur Hasyim, koordinator suporter Persebaya dari Yayasan Suporter Surabaya khawatir, langkah ini bakal membuat prestasi Persebaya merosot.
Audio: “Putaran pertama kemarin kita itu sudah apa itu, kompak dengan kondisi tim yang bagus, pelatih yang bagus yang mumpuni, itu yang kita khawatirkandengan kondisi seperti ini dengan pemecatan pemai, tidak diperpanjangnya pelati, itu nanti situasi persebaya saya khawatirkan tidak seperti putaran pertama. Kita tidak menginginkan hancurnya persebaya, persebaya bukan milik golongan tertentu, persebaya milik warga surabaya.”
Ini memang langkah terpaksa yang harus dilakukan Persebaya. Aturan Menteri Dalam Negeri menyebutkan, klub sepakbola tak boleh lagi menerima kucuran dana APBD. Kemandirian klub secara keuangan pun menjadi salah satu syarat yang ditetapkan Badan Liga Indonesia, penyelenggara Liga Super.
Pembina Yayasan Suporter Surabaya (YSS) Wastomi Suheri mengaku kecewa dengan pengurus Persebaya sehingga klub mengalami kesulitan keuangan. Padahal, kata Wastomo, sebagian besar pengurusnya adalah pengusaha.
Audio: “Intinya kita kecewa dengan sampai, kenapa sih persebaya tim sebesar in, pengusaha sebanyak initidak bisa mendanai persebaya.”
Tak rela Persebaya terpuruk, para Bonekmania muncul dengan ide menggalang dana dari sesama suporter. Salah satunya dengan berjualan stiker dan atribut klub Persebaya.
Audio: Yel-yel Bonekmania
Rudianto, suporter Persebaya asal kampung Jambangan mengatakan, meski nilainya tidak seberapa, Bonekmania ingin membantu Persebaya mengatasi masalah keuangan yang membelit klub.
Audio: “Kami bonek ini dengan pro-aktif terus melakukan penggalangan dana dengan menjual stiker-stiker bonek ke seluruh anggota bonekmania di seluruh surabaya, dan kesemuanya itu akan disampaikan secara langsung ke manajemen agar meski itupun nggak sebanyak yang dibutuhkan persebaya saat ini.”
Para bonek alias bondo nekat memang terlanjur punya cap negatif. Citra rusuh yang melekat seringkali menjegal langkah supporter Persebaya untuk menggalang dana. Tapi Agus Esi memang betul-betul nekat, meski harus dikejar-kejar polisi lantaran berjualan stiker Persebaya di perempatan jalan.
Audio: “Ya kemarin sabtu cari-cari dan di pinggi-pinggir jalan,di depan hotel sahid situ, kita cari dana disitu ternyata dibubarkan sama polisi. Habis itu kita cari dana di setiap korwil, di setiap korwil kita minta dana ke anak buah-anak buah, trus kita kumpulin, kita kasihkan ke persebaya.” Audio: Yel-yel Bonekmania
Wastomi Suheri, Pembina Yayasan Suporter Surabaya mengatakan, upaya menggalang dana buat Persebaya tak hanya berjualan stiker dan atribut, tapi juga lewat situs internet dengan alamat bonex-cyber.web.id. Para bonek menjual lagu-lagu dukungan buat Persebaya yang mereka ciptakan menjadi nada sambung telfon seluler. Ada juga yang menggandeng musisi dalam negeri untuk membuat rekaman lagu.
Audio: “Kita juga ada kerjasama dengan pihak-pihak lain, contoh yang sekarang ini lagi kerjasama dengan Telkomsel. Kita ini membuat lagu-lgu, lagu-lagu Persebaya, kita jadikan lagu nsp, kalau itu dibeli orang, dibeli Bonek, didownload, itu kita akan mendapat royalti, royalti itu kita sudah sepakati separuh dari royalti yang kita terima itu kita akan berikan pada persebaya. Kita juga membentuk namanya bonek cyber, sampeyan bisa lihat di situ di websitenya bonek, disitu apa aja kegiatan mereka ada, itu cara-cara kita penggalangan dana. Memang tdak besar, tapi itu adalah sebagai bentuk kepedulian suporter pada persebaya.”
Audio: Lagu Bonekmania
Wastomi tak mau menyebut berapa besar sumbangan para Bonekmania yang sudah diberikan kepada Persebaya. Yang jelas, kata bonek asal Kampung Jambangan Rudianto, penggalangan dana bakal terus bergulir sampai dirasa cukup.
Audio: “Untuk saat ini dari semua korwil yang ada masih terus melakukan penggalangan dana dan itu akan terus bergulir hingga persebaya keluar dari krisis pendanaan tersebut.”
Kalau para Bonekmania begitu gigih mencari dana untuk Persebaya, apa yang sudah dilakukan para pengurus klub untuk mengatasi masalah keuangan?
Audio: Lagu Bonekmania
Di masa jayanya Persebaya adalah klub yang disegani di jagat persepakbolaan Indonesia. Klub ini sempat dua kali menjadi Juara Liga Indonesia Divisi Utama. Klub ini juga rajin menyumbang pemain untuk tim nasional, yunior maupun senior. Tapi prestasi klub berjuluk buaya hijau ini mulai menurun sejak 2006. Ketika itu Persebaya mendapat sanksi dari PSSI untuk turun kasta ke Divisi Satu karena menolak melanjutkan pertandingan di babak 8 besar.
Setelah itu Persebaya berubah menjadi tim guram, sampai kemudian musim kompetisi lalu gagal melaju ke Liga Super karena hanya menduduki posisi 14 di klasmen Divisi Utama.
Audio: Yel-yel Bonekmania
Prestasi Persebaya saat ini cukup meyakinkan. Klub ini menjadi pimpinan klasemen sementara wilayah Timur, modal besar untuk melaju ke musim kompetisi 2009-2010 Liga Super Indonesia.
Tapi begitu keluar aturan Menteri Dalam Negeri, kondisi keuangan klub langsung morat-marit. Aturan tersebut melarang klub menerima kucuran dana APBD. Pemutusan kontrak pemain dianggap jadi solusi terbaik, mengingat keuangan Persebaya yang lebih besar pasak daripada tiang.
Audio: Yel-yel Bonekmania
Pengeluaran Persebaya per bulan mencapai 850 juta rupiah. Ini untuk gaji pemain, operasional, sewa stadion dan lain-lain. Sementara pemasukan, kurang dari separuhnya, sekitar 450 juta rupiah, dari sponsor dan penjualan tiket. Setelah dipotong biaya operasional, maka kas Persebaya minus 400 juta rupiah lebih. Belum lagi biaya untuk satu musim kompetisi yang bisa mencapai 20 miliar rupiah.
Ketika masih disuntik dana APBD Surabaya, setiap tahun Persebaya menerima uang 10-17 miliar rupiah, kata Muhammad Alyas, anggota Komisi D DPRD Surabaya.
Audio: “Fluktuatif ya, pernah mendapatkan 15 milyar, terus persebaya turun divisi dan anggarannya turun menjadi 10 milyar, ketika kembali lagi di divisi utama itu anggaran pun ditambahkan lagi menjadi 17,5 milyar. Tapi anggaran itubukan hanya untuk klub persebaya semata-mata tapi untuk juga operasional daripada pengurus cabang atau pengcab pssi surabaya.”
Karena itu, keputusan melepas 6 pemain dan tidak memperpanjang kontrak pelatih Freddy Mulli telah menghilangkan beban keuangan klub secara signifikan. Ketua Harian Persebaya Cholid Ghoromah.
Audio: “Untuk masalah dana, setelah kita melepas enam pemain dan pelatih ini, syukur alhamdulillah sekarang kita tidak ada utang dan tidak ada tunggakan lagi sama pemain dan pelatih, semua berjalan dengan lancar, semuanya beres.”
Setelah kondisi keuangan membaik, Cholid optimistis Persebaya bakal tetap solid. Target lolos ke Liga Super Indonesia 2009 diyakini bakal tercapai.
Audio: “Yang kita lepas kan enam, jadi masih ada dua puluh satu, dan dua puluh satu ini kompak, solid, gak beda jauh lah. Apalagi persebaya sekarang ini juga, manajer, pelatih, dan pengurus akan mencari pengganti pemain yang bagus-bagus. Jadi pengurus, manajer dan pelatih ini konsisten akan membawa persebaya lolos ke liga super.”
Bila Persebaya betul-betul bisa masuk Liga Super, maka dana tak lagi jadi masalah. Akan lebih mudah menggandeng sponsor dengan status peserta liga bergengsi ini, kata Cholid.
Audio: “Kalau ke liga super, saya rasa sponsor mudah, sedikit mudah kita untuk mencari daripada di divisi utama.”
Audio: Yel-yel Bonekmania
Muhammad Alyas dari Komisi D DPRD Surabaya, sekaligus bekas pengurus Persebaya dan PSSI pada 2005-2008 menambahkan, meski tak lagi menikmati uang APBD, Persebaya diharapkan tetap mampu berprestasi.
Audio: “Yang jelas sepak bola itu kan memang uang atau anggaran itu cukup dominan, tapi kan bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan sebuah tim. Besarnya nilai anggaran bagi sebuah tim itu tidak berbanding lurus dengan prestasi yang dimiliki. Oleh karena itu persebaya ini harus tetap menjadi ikon persepakbolaan nasional, untuk itu persebaya harus meraih prestasi.”
Para bonek macam Nur Hasyim dan Wastomi Suheri, meminta pemain dan pengurus Persebaya berjuang total dalam mewujudkan prestasi tertinggi. Supaya suporter yang juga telah bekerja keras demi Persebaya, tak kecewa.
Audio: Kita ingin supaya pengurus bisa mengembalikan kekompakan tim, soalnya apa, tim tanpa kekompakan, siapapunmulai pemain yang apa,gaji besar, pemain bintang apapun gak mungkin bisa tanpa ada kekompakan tim.”
Audio: “Apapun yang terjadi, suporter minta manajemen, pengurus ini tidak setengah hati untuk urusi tim ini, harus fight. Pemain juga gitu, harus fight, karena suporter juga fight.”
Audio: Lagu Persebaya
[Petrus Riski |KBR68H]
foto: muizemo.wordpress.com
Tuesday, January 27, 2009
Berlaga dengan Dana Cekak
Kompetisi Liga Super Indonesia tahun ini dipenuhi klub sepakbola yang kekurangan dana. Sebagian besar masih menyusu pada anggaran pemerintah daerah, meski sudah dilarang Menteri Dalam Negeri. Niatnya baik, membuat klub sepakbola lebih mandiri dan professional. Tapi klub merasa perkembangan sepakbola bisa terganggu kalau tak didukung dana daerah. Reporter KBR68H Fuad Bakhtiar menampung keluh kesah klub peserta Liga Super Indonesia berikut ini.
Audio: suasana latihan bola
Melki Pekey mengumpan bola kepada Pierre Njanka. Kaki pemain asal Kamerun itu sigap menerima umpan dan mengiring bola menuju lini pertahanan lawan. Satu – dua pemain lawan berhasil ia lewati dan … Gol!!
Audio: suasana latihan bola
Tapi, tak ada skor buat Njanka dan timnya dalam pertandingan di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan sore itu. Di stadion berharga sewa 10 juta rupiah sekali pakai itu, mereka hanya berlatih rutin antar sesama pemain Persija Jakarta.
Hampir pasti, selalu saja ada para pendukung yang setia menunggui tim kesayangan mereka. Sekretaris Umum The Jakmania, G.A. Richard Supriyanto.
Audio: The Jak kepada Persija itu melebihi seperti orang bekerja loh. Rutinitasnya, setiap agenda persija main di manapun ataupun bentuknya uji coba di luar kota, tentu mereka akan berangkat. Kalau bicara musik, tentu hanya yang bisa dijangkau. Kalau ini tidak
Untuk bisa tampil seperti harapan klub dan para pendukungnya, perlu ongkos besar. Hanya untuk sewa Stadion Utama Gelora Bung Karno, Persija mesti mengeluarkan ongkos lebih dari 110 juta rupiah sekali pakai. Padahal selama pertandingan musim Liga 2008 – 2009 ini, Persija paling tidak akan menggunakan stadion itu tujuh kali. Direktur Bisnis dan Pemasaran PT. Persija Raya Soni Sumarsono mengatakan Persija masih boros, meski belum bisa mencari uang sendiri.
Audio: komposisinya mungkin yang harus dibenahi. Tidak semuanya pemain mahal, tapi di-mix dengan pemain muda yang harganya belum begitu mahal. Kalau hanya untuk pemain saja habis sekitar 1,5 miliar setiap bulan, dan 3 miliar untuk 8 kali pertandingan dalam setahun
Di musim ini, Pemerintah Jakarta sudah menyiapkan 21 miliar rupiah untuk Persija. Soni memperkirakan, Persija membutuhkan lebih dari 30 miliar rupiah untuk membayar gaji pemain, pelatih dan keperluan lain selama semusim ini.
Masih dari ibukota negara, ada Persitara Jakarta Utara. Klub ini berada dalam ajang kompetisi yang sama dengan Persija. Tapi, kondisi keuangannya jauh berbeda.
Manajer Persitara, Harry Gendhar Ruswanto menyatakan, klubnya belum bisa hidup tanpa dana dari daerah.
Audio: karena persitara ini bukanlah tim besar dan hidup di kota administratif. Tahun 2007 – 2008 sangat tergantung pada APBD karena kota administratif beda dengan kota otonom. Yang otonom itu hanya ada di provinsi, di mana semua keputusan ada di provinsi. Jadi, tanpa APBD, mungkin persitara tidak pernah akan ada di sini
Untuk musim kompetisi ini, Persitara mendapat kucuran 15 miliar rupiah dana rakyat. Kata Harry, itu masih kurang karena Persitara membutuhkan 18 miliar rupiah untuk biaya semusim.
Menurut catatan penyelenggara kompetisi Liga Super, Badan Liga Indonesia, kebanyakan klub memang kekurangan dana. Direktur Kompetisi Liga Joko Driyono menuturkan …
Audio: sebenarnya yang porsinya bagus dalam mendapatkan income dari bisnisnya ya baru arema. Tiga yang tidak mendapatkan dana apbd adalah arema, BKT Bontang dan Pelita Jaya Audio: suasana latihan bola
Kebangkrutan klub-klub Liga Super membayang karena bakal dihentikannya bantuan dana dari APBD. Peraturan Menteri Dalam Negeri atau Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, melarang anggaran daerah dipakai membiayai klub sepakbola.
Saat prihatin memperhatikan kondisi keuangan ke-18 klub Liga Super, Joko berandai-andai kemandirian dan prestasi klub-klub besar di benua lain, bisa segera ia temui di tanah air.
Audio: Apa yang dilakukan klub eropa, bukan hanya tropi. Tapi untung rugi. Real Madrid tidak juara liga, tapi keuntungannya tetap tinggi. Semua pemain impor harus diperhitungkan mendatangkan pendapatan tinggi. Yang perlu dihindari jika klub merasa punya uang banyak yang tidak bersumber dari bisnis, itu akan membuat trend sepakbola menjadi dirugikan
Meski sudah banyak klub yang terlilit beban keuangan, pengamat sepakbola Tondo Widodo menilai, tak perlu ada upaya penyelamatan klub dengan mengucurkan uang negara. Larangan menteri itu akan menjadi sarana seleksi alamiah klub menjadi professional.
Audio: Jujur saja, ini namanya jor-joran. Sehingga kalau pelatih atau pemain asing mengatakan harganya 1,5 miliar, itu membuat harga pemain nasional dan local naik karena mereka tidak mau kalah. Ada persoalan lain ketika dana APBD masih digunakan untuk membiayai klub ini, terjadi hal-hal tidak benar. Ketika anda dikontrak 500 juta, tapi anda hanya menerima 250 juta. Itu tidak benar dan peristiwa ini benar terjadi. Sudah tepat kalau pemerintah menghentikan dana apbd untuk klub
Menurut Tondo Widodo, jika ada 10 klub saja yang bisa bertahan dalam liga tertinggi ini, sudah bagus.
Audio: suasana latihan bola
Tahun ini menjadi batas terakhir pemerintah daerah boleh mengucurkan dana kepada klub sepakbola peserta Liga Super Indonesia. Jadi, tidak ada cara lain bagi klub yang masih ingin berkompetisi kecuali dengan mencari uang sendiri.
Persija Jakarta berusaha percaya diri menghadapi situasi itu.
Audio: kondisi harga pasar pemain, itu yang harus kita sesuaikan dengan kemampuan pasar karena harga pemain saat ini sudah melambung sangat tinggi. Nanti tentunya membutuhkan koreksi pasar untuk mendapatkan harga yang layak
Begitulah cara Direktur Bisnis dan Keuangan Persija Sonny Soemarsono hendak membenahi pengelolaan anggaran klubnya bila kucuran dana dari APBD dihentikan.
Selain memperketat pengeluaran, kata Sonny Soemarsono, Persija juga sudah berhitung soal potensi pemasukan. Misalnya, supaya bisa memenuhi 40 persen biaya operasional klub dari hasil penjualan tiket.
Audio: trus sponsorship bisa mencapai 35 persen juga, kemudian dari merchandise dan benefit-benefit lain mencapai 30 persen. Tapi, yang pertama yang bisa kita raih dari ticketing
Sampai kini, Persija masih merugi secara bisnis. Tapi, Sonny optmistis, perusahaan sudah menyiapkan cara meraup untung, kapan pun aliran dana dari APBD Jakarta dihentikan. Apalagi, saat ini sudah ada sejumlah sponsor yang mau membiayai Persija di musim depan.
Tapi, Sonny melupakan satu hal, The Jakmania. Sekretaris Umum Persija Jakarta, G.A Richard Supriyanto menuturkan bisnis Persija akan lebih tangguh andai mau melibatkan sekitar 35 ribu pendukungnya.
Audio: kita sudah coba membangun potensi sejak tahun lalu, namun persoalannya pihak PT tidak bisa melibatkan supporter dalam mengelola merchandise Audio: suasana pertandingan Liga Super
Rekan sekota Persija, Persitara Jakarta Utara, punya persiapan sendiri. Misalnya dengan mengubah nama menjadi Batavia FC di 2009 ini. Tujuanya untuk meningkatkan ketenaran klub. Selama ini, orang lebih mengidentikkan klub sepakbola milik warga Jakarta adalah Persija dan bukan Persitara.
Manajer Persitara Harry Ruswanto mengatakan, Persitara juga berpeluang mendapatkan banyak sponsor, asalkan Pemerintah Jakarta dan Badan Liga selaku penyelenggara bisa mengubah kebijakan periklanan.
Audio: terus terang ajah, untuk mencari sponsor, kadang-kadang mereka menanyakan, saya mau mensponsori kamu berapa M, tapi saya minta reklame. Kita tidak bisa di jakarta utara minta reklame dengan ukuran sesuai kemauan sponsor. Ukuran reklame jakarta utara hanya 4 x 6 meter. Nah untuk baliho besar, semuanya ada di pemerintah provinsi.
Itu baru cara mencari pemasukan rutin bagi klub. Aturan lain yang membelit klub peserta Liga Super Indonesia yang mulai bergulira tahun lalu ini adalah aturan dari Badan Liga Indonesia. Misalnya, keharusan menyerahkan deposit minimal 5 miliar rupiah dan bisa menyediakan stadion yang aman dan nyaman.
Audio: suasana stadion
Di gelaran Liga Super edisi perdana ini, Badan Liga juga mengharuskan klub memenuhi tiga syarat lain. Yakni, mempunyai sistem yang menunjang peningkatan sportivitas pemain, berbadan hukum dan manajemen klub secara profesional, mulai dari kualitas pelatih hingga para pejabat administratifnya.
Direktur Kompetisi BLI Joko Driyono berpendapat klub tak semestinya mengeluhkan aturan itu karena itulah syarat yang bisa membuat klub menjadi professional dan mandiri.
Audio: kita akan create sedmikian rupa agar sepakbola bukan hanya sekedar beban, tapi peluang karena di sana ada bisnis. Nah karenanya lambat laut BLI sebenarnya BLI punya planning dua tahap, 2012 memperbaiki seluruh infrastruktur kompetisi, stadion dan internal BLI seperti wasit. Endingnya pada 2018, beberapa klub sudah menikmati keuntungan
Pemerhati masalah sepakbola, Tondo Widodo menilai, klub keteteran mengikuti aturan liga karena masih hidup dengan tradisi belanja, belanja, belanja. Tapi klub tak pernah bertanya, uangnya dari mana?
Audio: tapi mereka itu rata-rata berbadan tinggi besar, larinya cepat, menakutkan karena item-item hehe .. tapi tidak dapat mengangkat kualitas klub itu sendiri. Walhasil hanya membuang-buang saja. Nah itu harus dihentikan. Sampai kapanpun kompetisi BLI ini tidak akan bermuara pada pembentukan tim nasional yang baik karena kualitas para pemainnya tidak teruji karena posisi-posisi pentingnya ditempati orang asing
Tondo yakin, Liga Super Indonesia akan menumbuhkan iklim sepakbola yang profesional di negeri ini bila kucuran dana APBD dihentikan.
Selalu ada harapan jika klub mau bekerja keras dan belajar membenahi diri. Misalnya dengan mengoptimalkan prinsip-prinsip pemasaran sebuah produk. Pengamat bisnis olahraga Fritz Simanjuntak mengatakan, peluang bisnis tak cuma dari penjualan tiket, cinderamata dan penyewaan stadion serta jual beli pemain. Kata Fritz, pilihan nama yang menjual juga ikut menentukan.
Audio: Saya sarankan ubahlah nama dari sebuah persitara jakarta utara, bagian dari persija, seolah-olah. Buatlah branding. Saya ndak tahu apa yang terkenal di jakarta utara. Contohnya Los Angeles menjadi LA Lakers. Chicago bulls. Jadi namanya dijadikan branding. Audio: suasana pertandingan bola
Putaran kedua Liga Super Indonesia sudah dimulai sejak hari Sabtu lalu. Kompetisi yang bakal berakhir Juni nanti, akan menjadi arena menunjukkan jati diri, tak cuma urusan jumlah gol terbanyak dan posisi klasemen puncak, tapi juga kemampuan mengumpulkan dana untuk menghidupi diri.
[Fuad Bakhtiar | KBR68H]
foto: www.bolanova.com
Subscribe to:
Posts (Atom)