Monday, February 14, 2011

Cikeusik Diusik

Apa kata yang tepat untuk 1000 orang lawan 20 orang? Pembantaian. Itulah yang terjadi di Desa Umbulan, Cikeusik, Banten, terhadap warga-warga Ahmadiyah. Minggu 6 Februari lalu jadi sejarah kelam bangsa ini mempertahankan toleransi berkeyakinan. Hari ini dan besok kami akan menurunkan serial investigasi soal apa yang sebetulnya terjadi di Cikeusik. Laporan pertama disusun Reporter KBR68H Novri Lifinus yang mendatangi kembali rumah Ismail Suparman yang jadi sasaran penyerangan.



Blok 1

Atmos: suara kendaraan lalu lalang

KBR68H: Saudara, saat ini sekitar pukul 7.00 malam WIB, saya berada tepat di depan rumah Bapak Suparman, salah seorang Jemaat Ahmadiyah yang pada Minggu lalu rumahnya dirusak sekelompok massa. Garis polisi masih melintang di sekitar rumah yang sudah hancur lebur ini. Tembok-tembok banyak yang hancur, bahkan bagian depan rumah yang menghadap jalan utama jebol akibat dirusak massa yang saat itu berjumlah sekitar 1000 lebih. Barang dalam rumah terlihat berserakan, seperti pakaian, lemarin, dan lainnya. Tepat di depan saya atau di halaman rumah ada sebuah mobil yang hangus dibakar massa. Sementara sekitar 50 meter di samping kanan saya juga ada sebuah mobil yang hangus dan posisinya hampir tersebur ke kali. Beberapa belas polisi masih terlihat berjaga-jaga.

Cikeusik adalah sebuah daerah yang tenang. Butuh 4-5 jam ke sini dari pusat kota Pandeglang, dengan kondisi jalan yang rusak. Di Desa Umbulan, hiduplah 20an Jemaat Ahmadiyah. Mereka membaur bersama warga lain. Ibadah Jemaat Ahmadiyah biasa dilakukan di salah satu rumah, yaitu milik Ismail Suparman, ulama Ahmadiyah.

Atmos: suara kendaraan lalu lalang

Rumah Rasna hanya berjarak 10 meter dari rumah Ismail Suparman. Sejak kecil, mereka berteman. Hari Minggu itu, serangan dari ribuan orang menyasar ke rumah Suparman. Wajah Rasna tegang ketika bercerita soal aksi kekerasan yang terjadi tepat dihadapannya. Ia melihat bagaimana korban tewas dipukuli, hanya 6 meter dari depan rumahnya.

KBR68H: Ini yang kemarin digebukin itu di sini ya, Pak?
Rasna: Iya. Itu ditarik dari sawah. Dibawa dari belakang sana.
KBR68H: Saat dibawa masih hidup?
Rasna: Masih, cuma udah parah, Pak, parah.
KBR68H: Bapak melihat gimana digebukinnya?
Rasna: Lihat, Pak. Aduh, melihat juga engga bisa apa-apa. Jelas saya di situ. Ditimpukin pakai batu itu.

Sebelum penyerangan, Suparman diamankan polisi, dibawa keluar Cikeusik. Menurut kabar, polisi sudah tahu sejak dua hari sebelumnya soal rencana penyerangan ini. Rasna yakin, para penyerang ini berasal dari luar Cikeusik. Mereka pakai pita biru.

RASNA: Yang nyerang mah jelas orang dari luar kecamatan. Saya juga engga kenal. Kalau ada orang sini, aparat di sini pada kenal mungkin, Pak. Karena kami juga di sini dengan anggota Polsek bergabung, menjaga di sini.
KBR68H: Bapak melihat engga, ada pakai atribut, misalnya bajunya sama atau bendera?
RASNA: Yang pendemo ini? Pita biru sama karton biru.

Polisi, kata Rasna, tak melakukan apa pun.

RASNA: Orang polisi juga engga lawan, Pak. Orang paling ada berapa ratus polisi. Massa mah lebih ribuan, lebih banyak. Mencegah gimana? Orang ganas, banyak itu,ribuan.

Atmos: suara kendaraan lalu lalang

Pasca penyerbuan, sebagian besar warga Ahmadiyah di Cikeusik diungsikan. Ada yang ke Jakarta, yang berjarak sekitar 160-an kilometer. Atau ke tempat yang dirahasiakan LBH Jakarta, selaku kuasa hukum Jemaat. Pekerja Bantuan Hukum LBH Jakarta, Tommy Albert Tobing, mengatakan, mereka yang diungsikan termasuk yang di rumah sakit.

KBR68H: Kabarnya ada yang di Rumah Sakit Sari Asih, Serang. Itu mau dipindahkan ke mana, Mas?
TOMMY: Tentunya kami rahasiakan.
KBR68H: Berarti di luar Serang atau Pandeglang?
TOMMY: Iya.

Salah satu yang bertahan beberapa hari pasca kejadian di Desa Umbulan adalah Rasmah, bukan nama sebenarnya. Ia yakin kondisi desa sudah aman. Tapi ketika serangan terjadi, Rasmah menyaksikan bagaimana polisi mengabaikan permintaan tolongnya.

RASMAH: Tadinya waktu belum banyak orang, ibu tolong-tolongan ke polisi. Polisi muda di pinggir mobil. Tolong-tolong, Pak, itu anak saya, saudara saya di rumah itu lagi pada makan. Katanya, “iya iya, Bu. Nanti diamanin.” Boro-boro. Diliatin saja.

Nana, warga Ahmadiyah lainnya, masih ingat betul kejadian Minggu itu. Lemparan batu, sayatan golok, rumah Suparman yang hancur, kaca-kaca pecah dan 2 mobil dibakar massa.

NANA: Korban yang dia inginkan. Bagi kalangan mereka kematian. Itu yang saya sedihkan. Sampai dia dicabik, sampai dia menjerit. Di mana kasih sayang mereka. Gembira mereka. Perutnya itu pakai clurit, disembelih, sampai dia menjerit. Ya Allah. “Tolong-tolong saya engga bersalah,” katanya.

Arfan yang masih SMP hanya bisa menangis dari rumahnya yang berjarak 50an meter dari rumah Suparman, tempat pembantaian berlangsung.

ARFAN: Sempat lihat itu. Menyedihkan saat melihat anggota Jemaat Ahmadiyah sedang digusur, dicaci maki, diobrak-abrik. Jangankan rumah, nyawapun diancurin. Kasian. Mau menolong gimana ya, pasrah aja, pasrah. Sempat menangis, mobil habis dibakar.

Buntut dari penyerangan itu, tiga anggota Jemaat Ahmadiyah tewas dan 5 lainnya luka berat. Mereka yang sebelumnya dikabarkan hilang, sudah ditemukan. Rata-rata mereka lari bersembunyi ke hutan-hutan wilayah Cikeusik. Kabar diperoleh dari LBH Jakarta saat berada di Cikeusik beberapa hari setelah penyerangan. Pekerja Bantuan Hukum LBH Jakarta, Tommy Albert Tobing.

TOMMY: Setidaknya ada, dari jumlah 11 yang awalnya hilang tapi sudah semua ditemukan. Terakhir dua orang, Arif Rahman dan Alvi. Ada beberapa warga yang dikatakan masih terjebak di TKP, tapi tadi kami coba klarifikasi. Mereka memang berada di sana dalam kondisi aman.

Ketika ditemui dua hari setelah pe nyerangan, Nana belum bertemu suaminya. Saat penyerangan, suaminya tengah berada di rumah Suparman, ikut menemani tamu Ahmadiyah dari Jakarta.

KBR68H: Bagaimana terakhir tidak bertemu Bapak?
NANA: Itu saya lagi masak. Terus dia ikut ngangkutin nasi piring buat ngasih makan mereka. Tapi dia itu pucat. Katanya, “Engga enak perasaan saya.”

ATMOS: suara adzan isa

Saat ini di Cikeusik tinggal belasan polisi yang berjaga. Ada yang di depan rumah Suparman, juga di seberang rumah Amah. Warga yang mayoritas petani, tetap beraktivitas seperti biasa. Rumah Suparman jadi saksi bisu kekejaman di sana, dengan garis kuning polisi yang masih melintang.

Apa yang terjadi di Cikeusik hanya menunjukkan kalau Pemerintah tak sanggup menjaga keselamatan setiap warganya. Adakah celah mencegah kekerasan atas nama agama?

Blok 2

ATMOS: Allahu Akbar, Allahu Akbar….

Video kekerasan segera merebak di berbagai situs jejaring sosial.

ATMOS: Allahu Akbar, Allahu Akbar….

Kecaman langsung mengalir dari berbagai penjuru, salah satunya dari Solo.

ATMOS: Bahwa rezim SBY sampai saat ini tidak memberikan rasa kedamaian pada seluruh bangsa dan Negara kita. Umat beragama terus menerus menjadi bagian tindak kekerasan, dan SBY menbiarkannya. Aparat kepolisian, aparat keamanan seolah-olah tidak mampu mengatasinya.

Ironis. Penyerangan Cikeusik terjadi persis ketika sedang berlangsung perayaan Pekan Kerukunan Beragama Sedunia. Agenda resmi PBB ini dihadiri tokoh agama, tokoh nasional dan ratusan umat berbagai agama di seluruh Indonesia, mengkampanyekan pentingnya kesadaran kehidupan antar agama yang harmonis.

Komnas Hak Asasi Manusia menyebut penyerangan Cikeusik sebagai pelanggaran HAM serius. Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim menilai, negara gagal menjaga hak warganya. Untuk itu, penyelidikan bakal digelar.

IFDAL: Komnas HAM akan melakukan penyelidikan terhadap peristiwa ini dan timnya hari ini akan mulai bekerja untuk melakukan investigasi secara objektif terhadap apa yang terjadi di desa tersebut yang mengakibatkan tiga orang warga negara itu. Sekaligus akan mengkompilasi kasus-kasus yang menimpa Ahmadiyah ini di tempat-tempat lain.

Kasus ini, juga berbagai penyerangan lain terhadap Ahmadiyah, akan dilaporkan ke Sidang Dewan HAM PBB, yang akan berlangsung akhir Februari ini.

Atmos: suara adzan isa

Jemaat Ahmadiyah di Indonesia tak henti-hentinya diserang, sejak MUI mengeluarkan fatwa sesat tahun 1980 dan 2005. Dari awal tahun lalu sampai Januari 2011 saja, sedikitnya terjadi 8 kekerasan terhadap Ahmadiyah. Di Cisalada, Bogor Jawa Barat, satu mesjid Ahmadiyah dan lebih dari 50 Al-Quran dibakar massa. Di Tasikmalaya, panti asuhan Hasanah Kautsar milik Jemaat Ahmadiyah digembok aparat atas desakan ormas.

Semua lantaran Ahmadiyah dianggap sesat. Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Zafrullah Ahmad Pontoh, menegaskan, tak ada yang sesat dari keyakinan Ahmadiyah.

ZAFRULLAH: Itu semua fitnah. Karena kalau Al-quran kan masa ada Al-quran satu, Al-quran dua. Kan engga ada. Al-quran satu aja. Lalu shalat, saya kira bukan shalat kalau tidak menghadap kiblat. Kami shalat menghadap kiblat.
KBR68H: Jadi selama ini mereka hanya melihat di luarnya saja, Pak?
ZAFRULLAH: Saya kira bukan dari luar, tapi tidak tahu. Kalau lihat luar kan pasti akan kelihatan kami melakukan apa yang sesusai dengan rukun iman, rukun Islam.

ATMOS: Allahu Akbar, Allahu Akbar….

Meski Ahmadiyah yang jadi korban, negara tetap menyalahkan Ahmadiyah sebagai pangkal masalah. Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri soal Ahmadiyah ditandatangani pada 2008, salah satunya oleh Menteri Agama saat itu, Maftuh Basyuni. Menteri Agama saat ini Suryadharma Ali, tak beda dengan MUI, menganggap Ahmadiyah sesat. Desakan revisi SKB tak manjur.

SURYADHARMA: Saudara sekalian, memang betul sejak kelahirannya Ahmadiyah sudah timbulkan masalah.

Tiga hari sesudah penyerangan Cikuesik, giliran Presiden Yudhoyono yang bersuara. Kali ini tak sekadar prihatin.

SBY: Kepada Polri dan aparat penegak hukum lainnya saya sampaikan di hadapan rakyat Indonesia harus berani mengungkap siapa pemimpin, pelaku dan penggerak aksi-aksi kekerasan itu untuk mendapat hukum yang setimpal. Jika ada kelompok atau organisasi resmi yang selama ini terus melakukan aksi-aksi kekerasan yang bukan hanya meresahkan masyarakat luas tetapi telah nyata-nyata banyak menimbulkan korban , kepada para penegak hukum agar dicarikan cara yang legal untuk jika perlu dilakukan pembubaran.

Ribuan penyerang menyerbu Jemaat Ahmadiyah. Di Desa Cikeusik hidup 20-an anggota Jemaat Ahmadiyah. Pernyataan ini justru dimentahkan lagi oleh bawahan Presiden, yaitu Kepala Kepolisian Indonesia Timur Pradopo.

TIMUR: Di dalam fakta di lapangan, dari pemeriksaan saksi, dari kelihatan kasat mata tidak ada keterlibatan ormas yang terlihat. Simbol keormasan itu tidak terlihat. Dan hasil pemeriksaan tidak ada yang mengarah kepada ormas.

Atmos: suara kendaraan lalu lalang
Atmos: suara adzan isa

Baru kali ini ada garis polisi melintang di Desa Umbulan, Cikeusik. Rasmah masih harus membiasakan diri melihat garis kuning ini. Juga menyaksikan sisa-sisa kekerasan karena perbedaan keyakinan.

Rasmah yakin, Tuhan pasti mendengarkan kesabaran mereka.

RASMAH: Saya mah minta sabar. Nanti kalau begini Pangeran (Tuhan) yang balas. Saya mah ingin sabar, ingin kuat hidup dunia. Kata anak saya, “Mak, waktu dulu sejarah nabi engga ada yang enak. Susah semua. Nabi Muhammad juga mak, dicaci maki, diusir, di kayak giniin kayak saya. Sabar aja, Mak, sabar.”

Atmos: suara adzan isa

(pep/cit)

No comments:

Post a Comment