Tuesday, May 3, 2011

Sekolah Sampah, Mengolah Sampah Jadi Bisnis

Sampah tak lagi tumpukan barang tak berguna, dengan bau yang tak sedap. SMK Negeri 3 Kota Madiun mengolah sampah menjadi pupuk sampai bahan bakar minyak, juga membantu pemerintah setempat mengurus sampah di pasar. Kontributor KBR68H di Madiun, Maratul Khasanah berkunjung ke sekolah itu, melihat bagaimana siswa-guru di sana mengolah sampah.




Simak audio Saga di sini.

BLOK 1

ATMOS: suara siswa lagi nyapu, membersihkan halaman dan kelas mereka, mengumpulkan sampah menjadi satu

KBR68H: “Saudara saat ini saya sedang berada di tengah-tengah siswa SMKN 3 Madiun. Mereka sedang melakukan Jumat bersih seperti yang dilakukan sekolah-sekolah lain pada umumnya. Bedanya di sekolah ini ada siswa yang bertugas khusus untuk memilah sampah menjadi tiga bagian. Yaitu sampah organik, sampah plastik dan juga sampah kertas.

Memilah sampah adalah kegiatan harian di SMKN 3 Madiun. Siswa, guru, pegawai sekolah, semuanya terlibat. Sampah dipilah jadi tiga: sampah daun, kertas dan plastik. Di setiap kelas, tersedia tiga tempat sampah. Tempat sampah pun dibuat dari sampah, yaitu ban bekas kendaraan berat, kata Alinda, siswa kelas 10 Analisis Kimia.

ALIDA: “Di sekolah itu sudah menyediakan tong sampah 3, untuk daun, plastik, dan kertas. Jadi anak-anak siswa SMK 3 ini itu apa membuang sampah itu e.. menurut tong sampahnya. Jadi plastik, kertas, daun sudah e ada masing-masing.”

Semua sampah bakal didaur ulang. Dengan alat sederhana dan ilmu kimia yang mereka pelajari, sampah diolah jadi berbagai produk ramah lingkungan. Misalnya, sampah organik jadi pupuk padat bokasi dan penghilang bau, atau bionetral. Kepala SMKN 3 Madiun Sulaksono Tavip Rijanto menambahkan, sampah anorganik juga diolah lagi.

TAVIP: “Sampah daun itu kita buat pupuk padat, yakni bokasi. Kemudia ada juga pupuk cair. Kemudian bionetral, kemudian kami juga membuat minyak plastik yang terakhir ini, semuanya dari sampah. Bahkan tas kresek yang yang oleh masyarakat dianggap sebagai bahan yang tidak bisa terurai bagi kami itu merupakan satu inspirasi untuk membuat kerajinan dari tas kresek dan mempunya nilai jual yang cukup tinggi.”

Saking banyaknya produk olahan dari sampah, SMKN 3 Madiun dikenal sebagai sekolah sampah.

TAVIP: “Dimulai pada tahun 2006, saya masuk kategori sebuah lembaga yang bergerak atau yang peduli pada lingkungan sekolah yakni sebuah perusahaan oto mobil, di sana mempercayakan saya SMK Negeri 3 untuk menjadi sekolah yang bernuansa lingkungan. Dan 2006 itu saya mengikuti pertama kali Lomba Eco Youth yang mana saya mendapatkan juara harapan I, dan berikutnya saya dikategorikan sekolah unggul dalam hal pengelolaan lingkungan.”

TAVIP: “Bagi sekolah kami, reuse is my inspiration. Jadi sampah itu merupakan inspirasi saya dan sekolah ini untuk bisa mengembangkan sesuai dengan program keahlian kami, yakni kimia analis dan kimia industri.”

Satya Eka Pradana memperlihatkan cara mencetak bubur kertas, untuk dijadikan lembaran kertas daur ulang siap pakai.

KBR68H:Ini apa ini?
SATYA : Ini berasal dari kertas yang sudah tidak terpakai, terus mau didaur ulang menjadi kertas yang berkualitas baik.
KBR68H: Rencananya mau dipakai sendiri atau dimasukkan ke showroom?
SATYA : E... untuk sementara ini masih dipakai sendiri ya untuk bungkusan benda, bungkusan kardus juga bisa.
KBR68H: Di lingkungan sekolah aja ya?
SATYA : Iya”

ATMOS: (suara siswa lagi nyapu, membersihkan halam dan kelas mereka, mengumpulkan sampah menjadi satu)

Sekolah ini bahkan digandeng pemerintah setempat untuk membantu menyelesaikan persoalan sampah di Madiun. Seperti apa kerjasamanya?

BLOK II

ATMOS: (suara hiruk pikuk di pasar... trus ada suara di luar pasar juga)

Sejak subuh, transaksi sudah dimulai di Pasar Besar Madiun. Orang berlalu lalang di lokasi yang hanya beratapkan seng dan bersekat triplek.

ATMOS: (suara hiruk pikuk di pasar... trus ada suara di luar pasar juga)

Karena ini pasar, sampah yang menggunung memunculkan pemandangan dan bau yang tak sedap. Untuk menghilangkannya, Pemkot Madium menggandeng SMKN 3 Madiun. Para siswa mengambil sampah organik berupa sayur-buah yang sudah busuk, untuk kemudian diolah menjadi bionetral atau penghilang bau.

ATMOS: (suara hiruk pikuk di pasar... trus ada suara di luar pasar juga)

Sampah yang dibawa dari pasar, lantas dicacah kecil-kecil.

ATMOS: (suara sayur sedang diiris)

KBR68H: Mbak ini lagi apa?
Amel :Ini sedang memotong sayur untuk buat proses pembuatan bionetral.
KBR68H: Ini sayurnya mau diapain?
Amel: Sayurnya nanti akan jadi bahan baku dari pembuatan bionetral. Jadi bahan utama pembuatan bionetral. Pertama kita potong sayur ini, e kurang lebih setengah senti sampai satu senti, lalu kita haluskan. Sebelum kita haluskan kita campur dengan air leri dan ZA, Urea sama EM4. Sebelum dijadikan kita tunggu e selama 1 minggu dulu untuk proses fermentasi. Setelah itu baru kita kemas.”

Sayur dan buah yang sudah dipotong, kemudian dihaluskan dengan blender.

ATMOS: (suara siswa memblender sampah sayuran)

Hasilnya, diendapkan untuk proses fermentasi. Dari hasil fermentasi, akan muncul sejenis mikroba, yang bisa memakan mikroba penyebab bau. Begitu bau hilang, lalat pun enggan mampir. Setelah selesai, bionetral disaring dan dikemas. Karena produk ini belum punya paten, bionetral belum dijual secara bebas. Sejauh ini baru Pemkot Madiun dan Magetan yang menggunakan bionetral ini untuk mengatasi limbah di pasar dan pengrajin kulit lembu.

Kepala SMKN 3 Madiun Sulaksono Tavip Rijanto mengaku bangga dengan karya siswanya.

TAVIP: “Jadi, yang jadi andalan SMK3 yaitu bionetral, anti bau. Karena di mana-mana di terminal, itu limbah dari e kencingnya, maaf urin daripada awak bus, siapapun itu sangat mengganggu sekali terhadap terminal, mereka saya beri bionetral, kemudian di TPA, kemudian di pabrik tahu, itu kami berikan bionetral.”

Kerjasama Pemkot Madiun dan SMKN 3 sudah berlangsung sejak 2006. Sejak itu pula, Madiun selalu mendapat penghargaan Adipura. Kepala Dinas Kebersihan Madiun, Suwarno mengatakan, sekolah ini sudah sangat membantu kota.

SUWARNO: “Jadi dia mendorong supaya kota yang ditempati SMK 3 itu tidak berbau, dan tidak meresahkan masyarakat. Dia termasuk sering memberikan bantuan kepada Pemda, khususnya memberi obat untuk apa namanya untuk biar lalatnya tidak banyak itu.
KBR68H: Penghilang bau ya?
SUWARNO: Ya penghilang bau, kemudian mengurangi lalat.”

Sekolah yang dikenal sebagai ‘sekolah sampah’ ini sudah punya banyak produk, yang diolah jadi sampah. Selain bionetral, pupuk bokasi, minyak plastik, ada juga nata de coco yang dibuat dari limbah air kelapa, atau jrow fast, urin kelinci yang dipakai untuk mengembalikan unsur hara tanah. SMKN 3 Madiun juga mengolah sampah anorganik menjadi barang yang berguna, seperti tawas cair dari aluminium bekas minuman kaleng, serta produk anti rayap yang diolah dari serbuk kayu jati.

Namun pemasaran masih terbatas, lantaran belum punya hak paten, kata Tavip, kepala sekolah.

TAVIP: “Membuat, mengolah, sampai dengan memasarkan terbatas pada anak didik. Kami belum mempunyai satu marketing yang khusus untuk itu, karena kami sendiri ingin hasil daripada produk sekolah kami itu bisa bisa kita jadikan satu observasi, sehingga nanti apabila sudah yakin kita itu bermanfaat, akan kita berikan satu lisensi atau hak paten, dan kami bisa menjual keluar.”

Proses pengurusan hak paten sudah dimulai, dengan mendaftarkan 26 produk yang dihasilkan sekolah ini. Diantaranya untuk bionetral, nata de coco dari limbah air kelapa dan minyak plastik.

Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Madiun siap membantu sekolah. Selain membantu urusan hak paten, Disperindag juga siap membantu pemasaran produk-produk olahan sampah dari sekolah ini. Misalnya dengan diikutkan dalam pameran, kata Kepala Disperindag Madiun Agus Hendarjo.

AGUS: “Kalau saya bisa memfasilitasi masalah pemasaran. Nanti diikutkan dalam pameran, produk-produk unggulan baik di Kota madiun, di tingkat regional, yaitu di gedung pamer maupun di gedung souvenir yang ada di Surabaya, maupun di gedung Smesco Jakarta.”

Dengan berbagai produk sampah yang telah dihasilkan, SMKN 3 Madiun berencana membuat pabrik, yang akan dikelola para alumninya. Pabrik berbasis pembelajaran ini kelak memproduksi aneka produk olahan dari sampah secara massal.

TAVIP: “Kami akan mendirikan yang disebut teaching factory. Yaitu perusahaan yang berbasis pembelajaran. Setelah anak-anak nanti selesai dalam belajar, mereka yang kami beri bantuan, contohnya anak yatim di sini tidak membayar sama sekali, kemudian anak-anak yang tidak mampu, akan kami ajak un tuk bekerja sama mengelola teaching factory itu. Jadi di sekolah kami nanti ada pabrik-pabrik kecil yang memproduct apa yang kami bisa.”

Kehadiran sekolah sampah tak hanya menyenangkan bagi Pemkot Madiun yang tak lagi risau dengan bau sampah di pasar, tapi juga membuka peluang baru bagi siswa-siswanya.

STEVANUS: Kalau saya mempelajari tentang Nata, bionetral ini, pupuk bokasi dan masih banyak lagi.
KBR68H: Dari sekian produk sampah yang paling disuka?
STEVANUS: Tentunya nata.
KBR68H: Kenapa kok nata?
STEVANUS: Nata di SMK 3 juga dikenal oleh semua siswanya gitu. Jadi kalau dibuka home industri mungkin laku.

AMEL: “Yang pasti kan prihatin. Masak sampah segitu banyaknya yang mungkin bisa diolah masak terbuang sia-sia. Itu kita juga ya punya inspirasilah buat mengolah sampah itu sendiri. Pokoknya jangan sampai sampah itu terbuang sia-sia.”

Demikian SAGA KBR68H yang disusun Maratul Khasanah.
Foto: Maratul Khasanah

No comments:

Post a Comment