Monday, May 9, 2011

Mencari Pemburu Bintang


Pernahkah Anda melihat pijaran lidah api di sekeliling lingkaran matahari? Atau penasaran, seperti apa kerlipan cahaya meteor jatuh di malam hari? Kalau Anda tinggal di Jakarta, tak perlu lagi repot datang ke Planetarium. Kini ada mobil observatorium keliling yang menyambangi tempat-tempat publik dan sekolah. Memperingati Hari Astronomi, Reporter KBR68H Mellie Cynthia mengajak kita berkenalan lebih dekat dengan ilmu bintang atau astronomi.


BLOK 1

(Atmos_Keramaian warga dan bunyi lagu melalui speaker)

Minggu pagi, lapangan parkir pusat perbelanjaan Sarinah penuh sesak oleh warga Jakarta yang beristirahat sejenak seusai bersepeda. Hari itu memang bertepatan dengan Hari Bebas Kendaraan atau Car Free Day. Tapi ada hal lain yang istimewa. Di pojok parkiran, ada sebuah bus besar warna biru tua. Di badan bus tertulis: ‘Mobile Observatory’ atau Mobil Observatorium.

RAYHAN: Ini teleskop khusus matahari, kalau pakai ini, sama efeknya kalo kita pakai kacamata hitam, karena kita melihat silau. Maka kalau kita arahkan ke sesuatu yang tidak terang, jadinya gelap. Makanya tadi saya cari belum ketemu karena dianya belum terlalu terang. Indikasinya, kalau bayangan tegas, itu berarti bisa kelihatan, tergantung cuaca.

Rayhan adalah Ketua Himpunan Astronom Amatir Jakarta. Ia tengah menjelaskan kepada kerumunan pengunjung soal teropong matahari yang letaknya tak jauh dari Mobil Observatorium.

RAYHAN: Teleskop itu kan untuk melihat benda jauh jadi dekat, matahari yang kita lihat kecil bisa terlihat lebih jelas dan banyak aktivitas di sana.

PENGUNJUNG: Silau nggak di mata? Kan kadang suka silau, keluar air mata ?

RAYHAN: Enggak silau karena sudah pakai filter, penapis cahaya, kalau ini aman.

Mobil Observatorium ini pertama kali diluncurkan Maret lalu oleh Dinas Pendidikan Jakarta dan Lembaga Planetarium dan Himpunan Astronom Amatir Jakarta. Tujuannya untuk mempopulerkan astronomi kepada khalayak awam. Selama ini, informasi soal astronomi seolah sama jauhnya dengan jarak benda-benda langit dari bumi, kata Kepala Seksi Teknis Planetarium, Amir Fatwa.

AMIR: Banyak masyarakat yang belum mengetahui seperti apa sih benda-benda langit. Dengan terjun ke masyarakat langsung, nilai astronomi akan lebih baik lagi. Karena kita mengenal astronomi bukan hanya sekedar science, tapi mengenal penciptaan alam semesta itu sendiri. Siapa yang menciptakan dan bagaimana terciptanya alam semesta. Jadi ada perpaduan antara science dan religi.

Suasana di Lapangan Parkir Sarinah

Ini bukan upaya pertama mendekatkan astronomi kepada masyarakat. Sebelumnya Planetarium Jakarta secara rutin melakukan penyuluhan astronomi. Ini dilakukan dengan peralatan seadanya: mobil pribadi dan teleskop jinjing. Kali ini, dalam Mobil Observatorium keliling ada tiga teleskop yang memiliki peralatan canggih untuk memudahkan peneropongan benda langit.

AMIR: Ini untuk Indonesia pertama kali. Di dunia sudah banyak, terutama di Jepang. Kita coba rancang mobil yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Kita pakai 2 macam teleskop, ada yang di luar dan ada yang di dalam mobil. Teropong atau alat ini bisa full computerized, muncul di layar computer, dan mencari posisi benda langit yang kita tuju, secara otomatis akan cari. Teleskop akan mengikut pergerakan benda langit, tracking, lalu ada komputer yang bisa mendisplaykan hasil peneropongan ke layar TV di kiri kanan, kita juga bisa live streaming pengamatan ini ke lain tempat.

(ATMOS_PENGUNJUNG: Antri dong…. Liat apa sih? oo.. yang bulatan merah… itu yaa… kayak baru separuh gitu ya.. nggak full ya?)

Meski arak-arakan awan terkadang menyelimuti matahari, para pengunjung antusias mengantri giliran meneropong gratis. Ini pengalaman pertama buat Anita.

KBR68H: Tadi liat apa bu?

ANITA: Cuma merah aja, kayak background bayangan merah aja, mungkin karena matahari kurang jelas, kurang fokus jadinya.

KR68H: Sebelumnya pernah lihat benda langit ?

ANITA: Belum pernah sama sekali, baru pertama kali. Penasaran. Ke planetarium juga belum pernah, gak ada waktu.

Sementara Anas penasaran meneropong benda langit, untuk mengetahui waktu dalam penanggalan Islam.

ANAS: Perlu juga, terutama buat tanggal-tanggalan penting sekali. Terutama tanggal surutnya matahari dan timbulnya bulan, perhitungan Islam kan begitu, jadi pake tanggal 1 bulan apa ini, jadi matahari kapan surutnya ketahuan. Kan kalau sudah surut baru kelihatan bulannya.

Mobil Observatorium juga bersafari sampai ke sekolah-sekolah. Kata Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, Taufik Yudi, pengenalan benda langit sejak dini bisa menumbuhkan minat dan hobi terhadap astronomi.

TAUFIK: Planetarium kan bagian dari mendidik peserta didik, baik secara langsung dalam kaitannya dengan mata pelajaran, ada astronomi, geografi, dan lainnya. Kita memang lihat planetarium statis, kita justru ingin mendekatkan diri dengan memberikan pelajaran yang luas bagi anak-anak kita, terutama usia SD. Mereka kan menjalani proses pendidikan di sekitar rumahnya.

Melihat tingginya antusiasme murid, Taufik berencana menambah jam operasional Mobil Observatorium pada malam hari.

(ATMOS_SFX mesin bus dan suara riuh anak-anak di depan kelas)

Sejak peluncurannya, Mobil Observatorium ini telah menyambangi sekitar 20 sekolah, termasuk SD Karet Tengsin di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

KBR68H: Pernah lihat benda langit lewat teleskop ?

ANAK 01: Belum, saya pernah lihat di TV.

ANAK 02: Saya pernah lihat bintang jatuh, iya saya pernah lihat, saya ucapin permohonan.

KBR68H: Siapa tuh yang hafal planet di Galaksi Bimasakti ?

ANAK-ANAK: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto.. eh, Pluto dah jadi bintang…

(ATMOS_SFX mengencangkan mur)

Sembari menunggu staf teknisi Planetarium selesai memasang teleskop di halaman sekolah, para murid mendengarkan penjelasan singkat soal matahari di dalam kelas.

(ATMOS_CECEP: … Matahari mempunyai bintik hitam atau sun spot karena ada daya magnet yang besar…)

Akhirnya, saat yang ditunggu tiba. Teleskop sepanjang 1 meter dan berdiameter sekitar 20 senti itu sudah siap digunakan. Sekitar 200-an anak kelas 4,5 dan 6 SD Karet Tengsin berbaris di halaman. Menunggu giliran dan aba-aba untuk meneropong matahari, sang bintang sejati.

(ATMOS_TEKNISI: Kelihatan bintik hitam-nya ? ANAK: Ya)

Sebagian anak ada yang meneropong melalui teleskop di dalam Mobil Observatorium. Teleskop itu khusus untuk melihat matahari. Sementara teleskop yang di halaman sekolah, bisa melihat benda langit lainnya, seperti bintang atau meteor. Cecep Nurwendayah, narator Planetarium Jakarta.

CECEP: Ini dipakai untuk mengamati matahari, karena itu di depannya pakai tapis atau filter, jadi hanya 1 per 100.000 kali kuat sinar matahari yang dilalukan. Yang kita sediakan ada 2. Ini hanya lihat bintik hitam. Kalau pijaran matahari dapat dilihat di teleskop dalam mobil sana. Ada teleskop pakai filter beda, namanya H Alpha, kita lihat lontaran api matahari seperti serabut kelihatan.

Nurlinda, guru kelas 6 SD Karet Tengsin merasa terbantu dengan adanya Mobil Observatorium. Kata dia, pengamatan langsung memudahkan murid mencerna pelajaran soal benda semesta.

NURLINDA: Anak kita sudah perkenalkan dengan planet-planet. Metodenya dengan alat peraga dari karton. Ada juga yang ditempel lalu perputaran bumi, anak satu di tengah, yang lain berkeliling. Tapi dengan adanya tadi, anak lebih nangkap, lebih cepat daripada alat peraga yang di karton. Ini metode sangat bagus buat anak, langsung mengamati, kalau kita mengajar ke anak kan hanya bayangan, gak nyata, pelajaran lain seperti IPA tumbuhan, karena di lingkungan sudah ada, jadi lebih cepat nangkapnya.

Mobil Observatorium ini juga mendapat sambutan positif dari orang tua murid, salah satunya Yenny.

KBR68H: Suka ajak anak ke Planetarium ?

YENNY: Pengen sih, cuma kadang saya sempat, bapaknya nggak sempat, gimana ya kalau bawa anak 3 kan repot. Biar mereka senang lah, nggak di dalam kelas terus, nggak bosan, jadi menambah pengetahuan juga.

Belajar bintang dan planet memang merangsang daya imajinasi. Yota dan Amanda, murid kelas 5 SD Karet Tengsin, mengaku senang belajar astronomi.

YOTA: Demen, planet-planet seruu soalnya.. bentuknya keren-keren, ada yang bentuknya bunder kayak donat, ada yang kayak bola, ada yang kayak cincin, ada, itu Saturnus.

AMANDA: Suka, karena bentuknya unik dan namanya mudah dihapal, gampang. Penasaran karena lihat buku ensiklopedia tentang teleskop. Udah gede pingin jadi ilmuwan atau profesor, yang bidang studi IPA, perbintangan, planet, semuanya.

Banyak orang ternyata yang minat terhadap astronomi. Data Planetarium Jakarta melansir, jumlah pengunjung dalam 2 tahun terakhir ini mencapai hampir 600 ribu orang. Separuhnya adalah pengunjung usia sekolah. Tapi, ironis. Jumlah ini tidak sesuai dengan jumlah pelajar yang memilih jurusan Astronomi. Hanya sekitar 15 Sarjana Astronomi setiap tahunnya di seluruh Indonesia. Ada apa dengan pendidikan astronomi di tanah air ?

BLOK II

(ATMOS_presentasi soal Wahana Antariksa)

Fachmi, 16 tahun, tengah bersiap mengikuti pertemuan rutin komunitas pecinta astronomi di Planetarium Jakarta. Pelajar kelas 2 SMA jurusan IPS itu adalah anggota Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ). Kata dia, astronomi, yang dikategorikan sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam, bukanlah momok bagi murid IPS.

FACHMI: Hobi dari kecil, udah disuruh nonton sama orang tua TV pendidikan, kayak National Geographic. Nah dari sekian banyak ilmu pengetahuan, saya tertarik dengan nama-nama planet, mungkin juga karena salah satu film animasi Saint Seiya (tertawa), saya makin tertarik sama ilmu astronomi.

KBR68H: Jadi tidak tertutup kemungkinan anak IPS juga bisa menekuni astronomi ?

FACHMI: Iya, toh anak IPS juga nggak kalah hebatnya sama anak IPA.

Sebagian orang memang masih memandang astronomi sarat hitung-hitungan fisika nan rumit. Padahal astronomi adalah ilmu mengungkap rahasia semesta yang terbuka bagi siapa pun untuk dipelajari. Sella, kelas 2 SMA jurusan Bahasa ini sudah 2 tahun bergabung di HAAJ.

SELLA: Saya tertarik dengan planet-planet, banyak kata-kata, nggak terlalu banyak itungannya. Dari SD sampai SMP kan kita tahu planet-planet. Kita ada rasa ingin tahu besar. Makanya pas SMA ini bisa nambah wawasan kita. Kebanyakan yang diajarin di sekolah cuma teori…

Membumikan astronomi menjadi motto HAAJ yang berdiri sejak 1984 ini. Ketua HAAJ, Rayhan mengatakan, astronomi bisa memicu masyarakat berpikir ilmiah. Jadi, fenomena alam, seperti rumah yang kejatuhan meteor atau perubahan cuaca, tidak ditanggapi dengan takhayul atau mitos. Apalagi, astronomi juga lekat dengan kehidupan sehari-hari.

RAYHAN: Mayoritas masyarakat kita masih menganggap astronomi mewah dan elit, hanya bisa dipelajari ilmuwan, dengan budget besar dan alat mahal. Tapi sebenernya gak begitu, astronomi adalah ilmu yang mudah dan murah. Kita bisa menggunakan tongkat dan kertas origami sebagai alat peraga. Lalu, kita bangun tidur dan mau tidur ketemu astronomi. Misalkan ketika kita bangun pagi ketika pukul 6, apa yang membuat matahari terbit di pukul 6, di planet lain mungkin bisa pukul 3 sore, karena pergerakan planet…

Ruang lingkup astronomi sangat luas. Tak hanya soal fisika atau matematika, tapi juga agama, filsafat dan sejarah. Rayhan mengusulkan, astronomi dijadikan mata pelajaran sendiri di sekolah.

RAYHAN: Selama ini faktanya materi astronomi sangat sedikit, dari 100 persen materi science yang diberikan, hanya 5-10 persen saja porsinya untuk astronomi. Itu pun tadinya termasuk dalam sub bagian fisika, lalu pindah ke geografi, lalu ke fisika. Ini mencerminkan si pembuat kurikulum ini tidak mengerti bagaimana seharusnya astronomi ini ditempatkan dan diberikan kepada murid-murid. Padahal, dengan ilmu yang sangat kaya harusnya berdiri sendiri menjadi sebuah mata pelajaran tersendiri, bahkan dari mulai SD pun sudah dipelajari, di SMP beranjak ke perhitungan, SMA dikaitkan ke fisika, kimia dan biologi.

Rendahnya jumlah siswa untuk menekuni jurusan astronomi juga disebabkan karena sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Karenanya, lebih banyak siswa yang mempelajari astronomi sebagai hobi, kata Kepala Planetarium Bambang Pramestyadi.

BAMBANG: Kalaupun ada penelitian kepentingan hanya untuk lembaga tertentu saja, misalnya Departemen Agama, untuk menentukan kapan mulai puasa dan Lebaran, menggunakan astronomi, perbintangan,. Orang tua lebih baik yang lebih jelas pasarnya. Jurusan ekonomi marketnya banyak. Hukum, dokter, komputer, dibandingkan dengan Astronomi, yang pertama udah susah lapangannya. Yang kedua juga imbalannya sesuai nggak? Karena yang masuk astronomi adalah hobi dan pengabdian.

Minimnya perhatian pemerintah terhadap peneliti memang menjadi masalah klasik di Indonesia. Gabriel Prastiono adalah satu dari sedikit astronom lulusan Institut Teknologi Bandung, sekaligus pembina HAAJ.

GABRIEL: Kalau lihat lowongan pekerjaan nggak ada ‘Dicari lowongan tenaga astronomi’. Astronomi memang tidak bisa bikin kaya, tapi kita bisa hidup dari astronomi, itu yang harus ditekankan ke anak. Orangtua saya juga dulu khawatir, mau milih jadi astronomi mau jadi apa? Tapi seharusnya orang tua sadar, masalah ini bukan hanya di astronomi saja, tapi semua jurusan di Indonesia, kita hadapi dilema yang sama ketika anak lulus.

Anggota HAAJ, Ricky, mengaku mantap menekuni jurusan astronomi selepas lulus SMA kelak.

TONNY: Saya pelajari filosofi, dengan mengajukan pertanyaan kenapa, sesuatu itu pasti ada tujuannya di dunia. Hukum determinasi. Di dunia ini semua tidak ada yang sia-sia. Di astronomi ini kita dicondongkan bagaimana kita membuka pikiran kita terhadap alam ini. Kita buka pikiran kita tentang beberapa kemungkinan. Jadi dengan berpikir dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya tidak bisa dijawab, itu suatu kepuasan bagi saya.

Demikian SAGA yang disusun Reporter KBR68H Mellie Cynthia.

Foto: Mellie Cynthia-KBR68H

No comments:

Post a Comment