Tuesday, March 24, 2009

Perang Melawan TBC


TBC bukan penyakit baru buat Indonesia. Sudah ada sederet upaya memberantas penyakit ini dari tanah air, tapi tidak juga berhasil membuatnya lenyap. Indonesia hingga kini masih ada di urutan ke-3 dunia dengan jumlah penderita TB terbanyak, setelah India dan Cina. Kemiskinan dan rendahnya kesadaran masyarakat menjaga kebersihan lingkungan ditengarai jadi biang keladi sulitnya memberantas TBC. Reporter KBR68H Liza Desylanhi berkunjung ke Klinik Paru Baladewa, yang intensif memerangi penyakit satu ini.



Audio: Suasana Slamet nyari rumah pasien

Rintik hujan sore itu tak menghalangi langkah Slamet Rahayu, petugas dari Klinik Paru Perkumpulan Pemberantasan Tuberculosis Indonesia, Baladewa. Tugas Slamet adalah mengunjungi rumah-rumah penderita TB, memastikan mereka minum obat.

Gang-gang kecil dan becek di permukiman padat penduduk di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, disusuri, demi mencari alamat rumah Suhaemi. Suhaemi adalah salah satu pasien di Klinik Paru Baladewa. Seharusnya Suhaemi melakukan rontgen ulang pekan lalu, kata Slamet.

Audio: Suasana Slamet nanya rumah Suhaemi

Berbekal petunjuk petugas RT, akhirnya rumah Suhaemi berhasil ditemukan. Rumahnya berukuran 3x5 meter, dihubuni Suhaemi bersama suami dan tiga anak mereka. Suhaemi terlihat terkejut ketika menerima kedatangan kami. Tapi perempuan usia 31 tahun ini mafhum, pasti ini karena dia belum rontgen ulang, terka Suhaemi.

Audio: Karena belum rotgen kali didatangin. Di suruh rotgen tapi ga bisa karena duitnya ga ada, cuma itu saya duitnya belum ada. Ada siy ada duit, Cuma kan buat anak2. Jadi buat rotgen di tunda dulu, tanggal 15 nanti.

Suhaemi adalah pengidap TBC. Dia sudah selesai mengikuti program kontrak pengobatan 6 bulan untuk penyakit yang diidapnya. Sejak terdeteksi TBC-nya kambuh, Suhaemi rutin minum obat selama 6 bulan, tak pernah absen. Yang mangkir cuma ini, rontgen ulang. Uang jadi kendala. Padahal biaya rontgen ulang hanya 40 ribu rupiah.

Audio: Suasana di rumah Suhaemi

Kata Slamet, banyak pasien yang seperti Suhaemi; sudah genap masa pengobatan 6 bulan, tapi belum rontgen ulang. Rotgen ulang ini penting dilakukan untuk memastikan, apakah kuman TBC sudah benar-benar hilang atau belum. Jika belum, maka pasien harus melanjutkan program pengobatan 3 bulan kedepan. Banyak yang akhirnya sama sekali tak melakukan rontgen ulang. Padahal, asal pasien terbuka dengan kondisi ekonominya, Klinik Paru Baladewa bisa mencarikan jalan keluar. Yang penting, pengobatan tuntas.

Audio: Kalau yang tidak punya uang kita panggil, ketemu dokter dulu. Saya ajukan ke dokter, nanti bilang ke dokter, dok saya ngga punya uang, untuk makan aja susah apalagi untuk rontegn. Nanti gimana kebijaksanaan dokter. Tapi pada umumnya dokter memberikan secara gratis. Kita tolong betul2.

Audio: Suasana menjelaskan kontrak program

Menjelaskan kontrak program pengobatan TBC adalah tugas sehari-hari Slamet. Ini adalah salah satu kegiatan pengawasan di Klinik Paru PPTI Baladewa, sebuah klinik yang dikelola LSM. Bekerjasama dengan pemerintah, klinik ini mendapat obat gratis dari Departemen Kesehatan serta pinjaman gedung dari Pemprov Jakarta.

Audio: Suara batuk

Di klinik ini, setiap pasien baru yang positif kena bakteri TBC harus meneken kontrak program pengobatan. Kontrak ini ditandatangni pasien, penanggung jawab pasien dan RT/RW. Sebagai penguat, materai enam ribu perak ditempel di sana. Sanksi kalau bandel adalah mengganti seluruh biaya pengobatan selama 6 bulan, yang besarnya bisa mencapai Rp 1 juta.

Begitu surat kontrak ditandatangani, pasien terikat kewajiban untuk menyelesaikan program, sampai klinik menyatakan si pasien bebas TBC. Jangan coba-coba mangkir. Sekali absen, Slamet pasti langsung muncul di depan pintu rumah pasien yang bandel.

Audio: Kita mengunjungi pasien yang sudah selesai berobat tidak kontrol, yang tidak ambil obat kita kunjungi. Kenapa pasien ga datang. Pak, kenapa ga datang. Misalnya di suruh ronsen uangnya ga ada. Kita beri peringatan secara baik. Pak, kalau bapak belum punya uang kapan bapak mau datang. Kalau yang tidak ambil obat kemana niy orang, ada yang pulang kampung tidak lapor.

Padahal kalau berhenti minum obat di tengah jalan, tubuh jadi kebal, dan tak mempan lagi diobati.

Sudah hampir 30 tahun, Slamet menjalani pekerjaan ini. Dulu pekerjaannya tak sebanyak sekarang. Tapi kini wilayah kunjungan Slamet makin luas, sampai ke daerah Tangerang, Bekasi dan Bogor.

Audio: Dulu kita mengunjung yang deket-deket aja. Karena pasien belum banyak.1:20 sekarang sudah berkembang jadi pasiennya ada yang jauh ada yg deket. Kalau yangg jauh akses kendaraan umum. Sekarang ada fasilitas motor untuk pasien jarak jauh. Kalau yang dekat-dekat naik sepeda aja.

Meski ini pekerjaan rutin, Slamet hanya mengunjungi pasien di akhir pekan. Karena di hari kerja, Slamet tetap harus menjalankan tugas nya di klinik yakni, menyimpan data pasien dan mengurus kontrak pengobatan pasien. Ketika Slamet harusnya menikmati libur, ia malah mendatangi rumah-rumah pasien, mengecek kerajinan pasien minum obat. Meski hanya mendapat uang transport, Slamet tak keberatan. Ia senang bisa berteman lebih akrab dengan pasien dan keluarganya.

Audio: Kalau hari Sabtu biasanya selesai manggilin pasien di sini langsung siangnya ngunjung. Kalau hari sabtu tidak ketemu terpaksa mingunya kita kunjung. Cari sampai ketemu. Kalau ngga ketemu, minta keterangan dari RT nya. Merasa sennag istilahnya bisa bergaul dg pasien. Dan bisa memberikan pengarahan supaya cepat sembuh dan memberikan jalan 5:17. Pasien itu kalau tidak kita perhatikan, kita tolong siapa lagi yg akan tolong.

Saking akrabnya Slamet dengan para pasien, ia sempat ketularan TBC. Kalau tidak salah, kata Slamet, saat itu daya tahan tubuhnya sedang turun. Inilah bonus bekerja di lingkungan beresiko, kata Slamet santai. Ia tak jera. Dalam sepekan, ada 3 sampai 5 orang yang dikunjungi.

Karena kegiatannya, Slamet jadi terkenal di kalangan pasien. Tak jarang keluarga pasien mengunakan namanya untuk menakut-nakuti pasien yang malas minum obat.

Audio: Semua pasian rata-rata dah tau. Kadang-kadang ditakutin sama pasien lain. Lo berobat yang bener lo, kalau ngga ntar di datengin pak slamet loh. Jadi pasien dah tau, kalau berobatnya telat, dibilang ntar dicarii pak slamet loh.

Pekerjaannya tak melulu menyenangkan. Kadang, cerita Slamet, ia kena damprat pasien atau keluarga pasien. Biasanya karena malu, begitu kata Slamet.
Audio: Ada pernah yg marah. Malu. Waktu saya kunjungan. Kenapa siy pak pake di cari2. malu. Maaf pak saya dapat perintah. Kalau berobat putus belum tentu bisa nolong kamu. Ibarat sekolah kamu mulai dari nol. 2:25. jangan begitu kamu berobat, sayang, km masih muda masih banyak harapan.Waduh saya malu sama tetangga sini. Kalau malu kenapa ga dateng.

Banyak juga yang senang karena didatangi Slamet.

Audio: Suasana rumah Suhaemi

Efendi, suami Suhaemi, justru senang istrinya didatangi petugas pengawas program berobat TBC. Ini bentuk rasa peduli klinik, kata dia. Dan perhatian inilah yang membuat keluarganya termotiasi untuk sembuh dari TBC.
Audio: Pak slamet ini sering kontrol juga data2 pasien yg suka lalai. 4:37 sebelum waktunya berhenti. Kita ngingetin aja ke istri, inikan berobat kalau lewat sekali ya harus mulai dari awal. Suka kita ingetin, karena takut juga RS dah peduli, kita lalai. kalau berobat sendiri kan mahal.

Kalau TBC adalah penyakit yang lama bercokol di tanah air, kenapa begitu sulit memberantasnya?

Audio: Suara batuk

Anissa yang nyaris 60 tahun sudah membuktikan, berkat minum obat teratur, TBC tak pernah lagi mampir.

Audio: Saya sudah penah berobat ke sini 6 bulan sembuh. Di obatin di sini total sembuh. Minum obatnya teratur. Dinasehatin sama dokter harus minum obat teratur makan yang banyak. Saya kenal juga sama ini, saya dinasehatin sama dia. Minum teratur, bener. Sembuh langsung.

Kesembuhan pasien TBC sangat tergantung pada lingkungan sekitar, juga dukungan dari tenaga kesehatan. Dokter kepala Klinik Paru Baladewa Marion Aritonang mengatakan, yang utama adalah pasien mesti paham betul kenapa program berobatnya begitu panjang. Obat, kata Marion, tak boleh putus diminum karena kalau berhenti di tengah jalan tubuh justru kebal obat. Ini yang bahaya, karena pasien jadi kecil kemungkinannya untuk sembuh.

Audio: Suasana penyuluhan

Karena program pengobatan memakan waktu 6 bulan, pasien mesti paham betul soal ini. Penyuluhan jadi kunci utama.
Audio: Kita liat rotgennya, kita beri pengarahan. Supaya mereka paham, kenapa berobat begitu lama. supaya mereka tidak drop out. Untuk itu perlu penyuluhan penyuluhan yang jelas, dia mengerti bahwa harus berobat, harus di selesaikan, kalau dia tidak mengerti dia akan berhenti di tengah jalan. Di sini kelebihan kita hanya itu, penyuluhanya aja. Kalau saya bilang ngobatin itu no 1 penyuluhan, 2 penyuluhan dan no 3 tetap penyuluhan.

Audio: Suasana penyuluhan Karena menekankan pada pentingnya penyuluhan, Klinik Paru Baladewa laris manis. Setiap hari, ada lebih 25 pasien yang datang. Sukmiati salah satunya. Ia rela datang jauh-jauh dari Cileungsi demi berobat TBC di Baladewa.

Audio: 24. Temen waktu itu nyuruh berobat. Tadinya saya berobat di persahabatan . Teman bilang berobat aja di bala dewa. Ngasih saran2 supaya cepet sembuh gimana, olah raga juga jalan. Dengan ada penyuluhan apa gitu jadi lebih tau. Pingin sembuh siy gimana walaupun jauh juga di jalani

Effendi juga mempercayakan kesembuhan istrinya, Suhaemi, dari TBC di Klinik Baladewa.

Audio: Selain kita pengobatan gratis, disitu saya liat dokternya sangat teliti gitu kalau diliat bawel tapi kalau kita rasakan itu bener, kepedulina dokter ke pasien itu bener2. Jadi kita merasa di perhatiin. Walaupun di omelin di bawelin supaya kita sembuh juga. Menjadi pembelajara bagi kita supaya disiplin

Audio: suara batuk

Audio: Suasana perbincangan dengan pasien_Kerja apa? Dagang bubur ayam. Ini positif lagi, kalau positif itu artinya dahaknya mengandung kuman. Bisa menularkan. 1:09 Kok lama sekali baru datang. Kenapa, apalagi kita pedagang. Pedagang itu artinya kita menularkan penyakit pada orang lain. Itu sudah lama itu bukan baru. Harus peka kita dengan badan kita.
Dokter Marion bisa semarah ini kalau berhadapan dengan pasien yang lalai dengan bakteri TBC di tubuhnya. Satu orang yang positif TBC, bisa menularkan kepada sepuluh orang lainnya dalam waktu setahun. Ini bukan angka yang kecil.

Tapi meski TBC bisa dibilang penyakit ‘kuno’ hingga kini tak ada satu Negara pun yang bebas TBC. Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular Departemen Kesehatan Tjandra Yoga mengatakan, penyebab utamanya adalah karena pasien lalai menyelesaikan program berobat.
Audio: Tidak ada satupun negara di dunia yang bebas TB, walaupun Negara itu maju sekalipun. Kenapa, pertama karena obatnya, makan obatnya lama, berbulan2.. Kalau sebentar ga masalah. Karena lama bisa timbul banyak masalah, pasien bisa bosan dll.
Pasien boleh bosan, tapi kuman TB bisa terus bersembunyi dalam tubuh. Kuman TB betah bertahun-tahun bersarang di tubuh manusia yang sehat sekalipun. Setiap ada kesempatan, kata Tjandra, kuman TB siap menyerang.

Audio: TB ini beda dengan penyakit lain, bisa aja ada TB di tubuh manusia, yg dalam bahasa kedokteran tidur, tapi sewaktu-waktu daya tahan tubuh turun dia muncul lagi. Orangnya tidak terlihat sakit sama sekail, bisa muncul lagi karena cape, krisis financial. Yang tadinya turun bisa balik lagi.

Karena itulah pemberantasan TBC seperti tak berkesudahan. Meski sudah melancarkan berbagai jurus, tetap saja Indonesia ada di posisi ketiga dengan pasien TB terbanyak setelah India dan Cina.

Meski ada penurunan jumlah penderita TBC, dalam sehari, bisa ada 200 orang meninggal karena penyakit ini.

Audio: Kita punya penurunan. Angka dari tahun ke tahun itu turun baik jumlah kasus baru yang ditemukan begitu juga angka kematian. Yang saya inat jumlah kematian itu 170 ribu/ tahun menjadi 140 rb/ tahun. Publikasi WHO terakhir menunjukan ada 80 ribu /tahun orang. Meski menurun tapi angka 80 ribu itu maish tinggi, itu berarti 200 orang meninggal perhari.

Audio: Iklan pemberantasan TB

Sudah sepuluh tahun Indonesia menerapkan strategi DOTS untuk membasmi TBC. Kata Jean, strategi DOTS kini diterapkan di 8 ribuan Puskesmas di 6 ribuan desa. Di dalam strategi DOTS ini ada komponen pengawasan minum obat. Tiap Puskesmas punya petugas pengawas minum obat, seperti Slamet di Klinik Paru Baladewa. Pengawasan adalah salah satu kunci utama keberhasilan program pengobatan TBC, tambah Jean.

Selain kesadaran pasien untuk berobat, kesadaran masyarakat sekitar juga perlu diasah demi mengawasi kehadiran kuman TBC di sekitar kita. Kata Jean, ini gejala penyakit TBC yang bisa dicermati semua orang.
Audio: Kenalai betul gejala penderita Tb, batuk terus menerus 2 minggu. Nafsu makan turun berat badan juga turun itu harus di curigai kea rah Tb.harsu memeriksakan diri ke puskesmas itu bsia menangulangi.

Waspadalah, karena satu orang yang positif TBC, bisa menularkan kepada sepuluh orang lainnya dalam waktu setahun. Berikut adalah tips untuk menghindarkan diri dari terpaan kuman TBC.

Audio: Satu satunya daya tahan. Kita harus berupaya jangan sampai daya tahan tubuh kita turun jangan sakit, gizi jelek, jangan diet berlebihan.sdih berkepanjangan itu bsia lho. Stress, ga makan sedih bertumpuk-tumuk daya tahan tubuh kita jelek.

Sampai semua pasien punya kesadaran untuk menuntaskan program berobat TBC, serta masyarakat punya kesadaran untuk hidup bersih dan sehat, maka Slamet akan terus keliling. Mengawasi pasien-pasien TBC yang bandel, ketimbang mereka harus menulari lebih banyak lagi orang di sekeliling mereka.

Audio: Suasana Slamet menjelaskan kontrak program TBC


[Liza Desylanhi | KBR68H]

foto: www.pusdiknakes.or.id

No comments:

Post a Comment