Tuesday, March 10, 2009
Si Bung Kecil
5 Maret lalu adalah perayaan 100 tahun usia bekas Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir. Kiprahnya yang kurang dari dua tahun membuat ia kalah populer dibandingkan dwitunggal Soekarno-Hatta. Tanpa gegap gempita, Sutan Sjahrir adalah Bapak Hak Asasi Manusia dan bapak pelopor konsep Negara kesejahteraan. Peran apa yang dimainkan si Bung Kecil di republik ini? Reporter KBR68H Rezki Hasibuan menyusun keping-keping kenangan soal Sutan Syahrir.
Audio: Sjahrir yang mengaku jabatan sebagai Perdana Menteri I Indonesia di usia 36 tahun hampir tak dikenal masyarakat , pelajar, mahasiswa. Bahkan dalam beberapa kali kesempatan tertukar dengan Sutan Takdir Ali Sjahbana. Ooh yang mengarang Layar Terkembang yah, atau tertukar dengan Sjahrir Cik Iil. Ohh bukannya baru saja meninggal koq udah 100 tahun?
Begitulah ungkapan hati Siti Rabyah Parvati, anak bungsu Sutan Sjahrir. Dalam pidato 100 tahun Sutan Sjahrir, Upik terlihat gelisah. Generasi muda saat ini banyak yang tak mengenal sang papa, kata dia. Sutan Sjahrir adalah Perdana Menteri pertama di Indonesia, hanya dua tahun di jabatan tersebut.
Audio: Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang 5 Maret 1909 dia adalah putra ke delapan dari Mohamad Rashad Maharaja gelar Maharadja Sultan. Dia menyelesaikan sekolah MULO di Medan dan AMS di Bandung
Sutan Sjahrir akrab dipanggil si Bung Kecil. Ia sempat berdiam di negeri Belanda selama dua tahun, untuk melanjutkan studi sekolah hukum di Amsterdam. Di sana, Sjahrir semakin berkutat dengan teori-teori ideologi sosialisme. Sahabat Sjahrir, Salomon Tas berkisah, Sjahrir terus berkelana mencari teman-teman radikal, sampai ia berteman dengan kalangan yang menolak segala hal berbau kapitalisme.
Begitu kembali ke tanah air, Sutan Sjahrir menancapkan kukunya di dunia politik. Ia aktif di Pendidikan Nasional Indonesia, PNI Baru. Di situ ia bersama Mohammad Hatta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan ini membuat keduanya ditangkap Pemerintah Belanda pada Februari 1934. Mereka dibuang ke Boven Digul, Papua, selama setahun, lantas dipindahkan ke Banda Neira, Maluku, selama enam tahun.
Semasa di pembuangan, Sutan Sjahrir rajin mengirim surat kepada istri pertamanya, Maria Duchateau, seorang warga negara Belanda . Surat inilah yang lantas disusun sebagai buku Renungan Indonesia, terbit di tahun yang sama Indonesia merdeka.
Audio: Kemauan untuk hidup selama pada kita ada kemauan untuk hidup selama itu pula kita diberi karunia. Bahkan dalam keadaan sepahit-pahitnya sekalipun. Kita boleh realistis dan kritis tapi mengapa kita harus memahitkan kehidupan kita dengan skeptisisme.. selalu ada tempat untuk keindahan hidup. Boven Digul 27 Maret 1935.
Itu tadi penggalan tulisan Sutan Sjahrir dari buku Renungan Indonesia yang dibacakan oleh sang cucu, Kania. Tulisan ini adalah menjadi penyemangat Sjahrir ketika dibuang ke Boven Digul, sebuah wilayah rawan malaria yang sungainya kala itu penuh buaya.
Selama masa penjajahan Jepang, Sutan Sjahrir menentang habis-habisan gaya perjuangan Soekarno-Hatta yang ia nilai terlalu percaya dengan janji-janji Jepang memerdekakan Indonesia. Ia lantas membentuk jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Inti gerakan Sutan Sjahrir ini mengingatkan Soekarno-Hatta agar memperjuangkan kemerdekaan tanpa menunggu dihadiahkan Jepang.
Di awal kemerdekaan, Sutan Sjahrir lantas disebut-sebut sebagai penyelamat Indonesia, karena membentuk kabinet baru yang menggantikan kabinet lama, yang dianggap sebagai kabinet boneka Jepang lantaran terlalu banyak campur tangan Jepang di sana. Saat itulah karir politiknya sebagai Perdana Menteri dimulai, kata pengagum Sutan Sjahrir, praktisi hokum Adnan Buyung Nasution.
Audio: Sebab kabinet sebelumnya kabinet Soekarno Hatta ditolak sama pemuda karena disebut kabinet Bucok, kabinet buatan Jepang. Maka kabinet itu jatuh dalam tiga bulan dan diganti dengan kabinet Sjahrir. Maka Sjahrir bisa dianggap sebagai penyelamat Indonesia, karena saat itu Inggris dan Belanda menganggap Indonesia adalah boneka Jepang
Berbeda dengan tokoh revolusi lainnya, Sutan Sjahrir menempuh cara tenang untuk memperjuangkan kelangsungan Negara Republik Indonesia, yaitu lewat meja perundingan. Salah satunya adalah perundingan Linggar Djati tahun 1946. Lewat perjanjian ini, Belanda secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
Audio: Naskah perundingan Linggar Djati ditandatangani oleh Indonesia dan Belanda. Naskah itu dibaut oleh kedua belah pihak...................................
Perundingan Linggar Djati banyak diprotes karena dianggap lemah. Di sini, intervensi Belanda dirasakan masih kuat. Hal ini berujung dengan Agresi Militer I Belanda Namun Sutan Sjahrir berkeras, ini adalah bagian dari perjuangan. Bagi Sjahrir, perjuangan tak melulu dengan angkat senjata, tapi juga dengan jalur diplomasi. Setidaknya dengan Linggar Djati ini, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
Setelah menjabat Perdana Menteri selama dua tahun, karir Sjahrir melesat ke dunia internasional. Ia mewakili Indonesia sebagai utusan Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB membahas soal sengketa Indonesia-Belanda.
Audio: At the end of the nineteenth century we began to regave our soul at gave birth to national movement to which aim to gave freedom from Dutch colonial rule. From that time it has be no constant decide one idea and one struggle to become a nation again. [artinya: Pada akhir abad ke 19 kami mulai menyatukan jiwa kami untuk meciptakan pergerakan nasional untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Mulai saat itu kami punya satu ide dan satu perjuangan untuk membangun bangsa kembali.]
Namun kiprah Sjahrir ini seolah terlupakan begitu Presiden Soekarno menangkap Sutan Sjahrir, bersama dengan sekitar 1200 orang lainnya. Tuduhannya, berusaha menggulingkan kekuasaan Soekarno.
Bekas duta besar Indonesia untuk Australia, Sabam Siagian.
Audio: Bukannya tidak harmonis tapi yang amat jelek. Ia terlalu terpesona dengan puncak kekuasaannya. Ia percaya bahwa Sutan Sjahrir dan teman-temannya ada usaha untuk menggulingkan Soekarno
Tahun 1962, Sutan Sjahrir ditangkap, tanpa pernah diadili. Kesepian dan kegalauannya dalam tahanan menyebabkan ia sakit. Tiga tahun kemudian, ia dibawa ke Zurich Swiss untuk berobat.
Pada 1966, di usia 57 tahun, si Bung Kecil yang gemar bermain biola ini wafat. Wafatnya Sutan Sjahrir disebut Bung Hatta sebagai sebuah tragedi, karena sang pejuang menghembuskan nafas terakhirnya dalam status tahanan tanpa pernah diadili.
Ini surat terakhir Bung Hatta kepada Sutan Sjahrir, dibacakan sejarawan Rusdi Husein.
Audio: Hidupnya hanya berjuang menderita dan berjuang untuk itu. Ia melarat dalam pembuangan untuk Indonesia merdeka, ia ikut serta membina untuk Indonesia merdeka. Tapi ia meninggal dalam tahanan Indonesia merdeka bukankah itu suatu tragedi
Audio: Suasana acara 100 tahun Sutan Sjahrir
Peringatan 100 tahun Sutan Sjahrir rupanya tak hanya ramai oleh tokoh senior. Banyak juga generasi muda yang hadir memperingati 100 tahun si Bung Kecil ini. Adnan Buyung Nasution dan Fajrul Rahman ada di antara para undangan.
Audio: (Adnan Buyung) Dia yang mengatakan bahwa tanpa prikemanusiaan nasionalisme akan menjadi fasis.(Fajrul) Dialah yang mengatakan bahwa negara harus memperhatikan rakyatnya agar sejahtera dan bahagia
Adnan Buyung Nasution mengatakan, tanpa Sutan Sjahrir, bisa jadi sikap nasionalisme bangsa Indonesia menjelma seperti nasionalisme fasis ala Nazi di Jerman atau Mussolini di Italia.
Audio: Sjahrir yang buka mata, kebangsaan itu harus yang berkemanusiaan yang menghargai hak azasi manusia, demokrasi itu harus demokrasi kerakyatan. Musuh demokrasi itu adalah feodalisme. Kalau masih kayak sekarang bagaimana bisa demokrasi
Sutan Sjahrir adalah sosok yang cemas akan bahaya fasisme, karena bisa menimbulkan berbagai tindak kekerasan. Bahaya ini sudah disadari sejak sebelum pecah Perang Dunia II. Padahal saat itu ia tengah berada di pengasingan, di Banda Neira, kata Sabam Siagian, pengagum Sjahrir yang pernah mengunjunginya di sana.
Audio: Saya berdiri di kamar kosong itu, bagaimana Bung Sjahrir menganalisa soal perang di Spanyol tahun 1936. Bung Sjahrir mengatakan konflik di Spanyol itu antara fasisme dan demokrasi bisa berdampak di Pasifik.
Benar saja. Tak berapa lama kemudian, pecah Perang Dunia II. Fasisme Nazi, Mussolini dan Jepang bergentayangan di Eropa serta Asia Pasifik. Fasisme mengancam, hendak menguasai dunia.
Di sinilah peran Sutan Sjahrir. Sjahrir berikrar, semangat kebangsaan harus dibarengi dengan semangat kemanusiaan. Itu semua, kata Sjahrir, demi mencegah rasa nasionalisme Indonesia berubah menjadi fasisme. Ketua Komnas Perempuan Kemala Chandra Kirana mengatakan, itulah sebabnya Sutan Sjahrir bisa disebut sebagai Bapak Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Audio: Hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh keadilan dan kemanusiaan yang dapat mengantarkan kita maju sebagai bangsa dunia. Semua kebangsaan akan menemui ajalnya dalam kemanusiaan yaitu bangsa manusia tak lagi terbatas-batasn dalam kulit dan turunan darah berlainan
Sutan Sjahrir juga dikenal sebagai bapak Negara kesejahteraan, kata aktivis Fajrul Rahman. Salah satu program Sjahrir yang masih relevan hingga kini adalah penerapan pajak progresif.
Audio: Makanya kalau kita temukan pada tulisan-tulisannya negara wajib menerapkan pajak progresif – pajak-pajak ini akan diberikan sebesar-besarnya unhtuk kesejahteraan rakyat seperti perumahan dll. Ini khas seperti cara di negara-negara kesejahteraan seperti di Swedia.
Pajak progresif adalah penerapan pajak yang nilainya mengikuti besarnya pendapatan dan asset yang dimiliki seseorang. Makin kaya seseorang, makin besar pajaknya. Sayangnya, menurut Fajrul, selama hidupnya Sutan Sjahrir tak pernah punya kesempatan menerapkan gagasan gagasannya ini.
Pada peringatan 100 tahun Sutan Sjahrir, muncul pertanyaan. Apakah bangsa Indonesia sudah menerapkan pemikiran-pemikiran Sjahrir?
Ketua Komnas Perempuan, Kemala Chandra Kirana, yang masih kerabat Sutan Sjahrir, mengatakan saat ini bangsa Indonesia mulai melupakan kesetaraan dan memupuk semangat membenci. Padahal, kata Kemala, inilah yang dikhawatirkan Sjahrir.
Audio: Dalam tiap tiap kerabat kebangsaan yang memabukkan dirinya dengan semangat membenci. Bangsa yang mengasing jsutru makin banyak ada bangsa papua, komunitas ahmadiyah yang sudah dinafikan kesetaraan sebagai bangsa Indonesia
Dunia politik di Indonesia juga jauh dari harapan Sutan Sjahrir.
Dulu, kata Sutan Sjahrir, seorang politisi harus berupaya maksimal, dengan akal sehat, untuk mencapai tujuan. Tapi saat ini, yang ada hanya kawanan politisi tak berpengertian, kata sejarawan Rocky Gerung.
Audio: Ingin mengenang pikiran Sutan Sjahrir untuk mengambil sikap intelektualnya. Karena itu yang defisit. Saya ingin melihat ada politik berpengertian yang diolah dengan akal sehat. Tapi yang kini kita miliki kawanan politik yang tak bertranssaksi dengan akal sehat. Inilah politikus demagog yang lebih mementingkan dealership ketimbang leadership
Satu hal lagi yang tak disukai Sjahrir adalah idiom ‘Merdeka atau Mati’. Kata Rocky Gerung, menurut Sjahrir, ini termasuk hal yang tak berpengertian.
Audio: Tema yang selalu kita dengar pada hari hari pertama kemerdekaan adalah merdeka atau mati. Karena kita tak pernah tau apa maksud merdeka atau maksud mati. Sekarang kita dengar lagi otonomi atau mati. Syariat atau mati, Injil atau mati. Ini pemahaman feodal yang mematikan demokrasi
Sekarang, kata Rocky, saatnya menghidupkan lagi pemikiran-pemikiran Sutan Sjahrir: dari ide demokrasi, kemanusiaan sampai keadilan sosial.
Audio: (Adnan Buyung) Dia yang mengatakan bahwa tanpa prikemanusiaan nasionalisme akan menjadi fasis.(Fajrul) Dialah yang mengatakan bahwa negara harus memperhatikan rakyatnya agar sejahtera dan bahagia (Rocky) Sjahrir tak pernah sepakat dengan kalimat merdeka atau mati. Kita tak pernah tau apa maksud merdeka atau maksud mati. Sekarang kita dengar lagi otonomi atau mati. Syariat atau mati, Injil atau mati. Ini pemahaman feodal yang mematikan demokrasi (Kemala) Hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh keadilan dan kemnusiaan yang adpat mengantarkan kita maju sebagai bangsa dunia.
Audio: At the end of the nineteenth century we began to regave our soul at gave birth to national movement to which aim to gave freedom from Dutch colonial rule. From that time it has be no constant decide one idea and one struggle to become a nation again. [artinya: Pada akhir abad ke 19 kami mulai menyatukan jiwa kami untuk meciptakan pergerakan nasional untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Mulai saat itu kami punya satu ide dan satu perjuangan untuk membangun bangsa kembali.]
[Rezki Hasibuan | KBR68H]
foto: www.deplujunior.org
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment