Friday, January 16, 2009
Susahnya Bangun Lebih Pagi
Sudah dua pekan ini anak-anak sekolah di Jakarta masuk sekolah lebih pagi. Yang biasanya masuk pukul 7 teng, kini mereka masuk pukul 06.30. Pemerintah Jakarta percaya, langkah ini mujarab untuk mengobati penyakit macet Jakarta di pagi hari. Banyak orangtua yang protes, keberatan anak mereka disiksa untuk bangun lebih pagi. Tapi pemerintah bak khafilah yang terus berlalu. Apakah kebijakan masuk sekolah lebih pagi ini betul-betul mujarab menyembuhkan kemacetan? Reporter KBR68H Liza Desylanhi melongok ke rumah satu keluarga yang jam hidupnya berubah gara-gara kebijakan ini.
Audio: suara menghidupkan kompor
Waktu baru menunjukkan pukul 4 dini hari. Dingin membekap kawasan Pondok Petir, Sawangan. Ayam belum berkokok, yang terdengar hanya suara orang mengaji, terdengar lewat pengeras suara mesjid, tak jauh dari kediaman Keluarga Gunawan Gouw. Berbekal jaket untuk menahan dingin, Rini, ibu tiga anak, mulai sibuk di dapur.
Audio: Suara ketel bunyi Audio: Suara masak nasi goreng
Sambil memasak air serta menyiapkan sarapan, Rini membangunkan dua anak pertamanya. Si sulung, Adelia Disa, duduk di kelas 3 SMA di Jakarta Selatan. Anak tengahnya, Muhammad Adrian, kini kelas 2 SMP Negeri Unggulan di Tangerang. Berkali-kali Rini mengetuk pintu kamar keduanya agar lekas bangun.
Audio: Suasana Rini membangunkan anak
Sembari masak nasi goreng, Rini bercerita. Bangun dan beraktivitas pagi sebetulnya sudah jadi kebiasaan keluarganya. Maklum, rumah mereka jauh dari sekolah Disa dan Adrian, juga jauh dari kantor Rudi, sang ayah. Biasanya pukul setengah lima, semua anggota keluarga mulai bangun, bersiap-siap, mandi dan sarapan. Tapi begitu muncul kebijakan memajukan jam sekolah, semua harus bangun jauh lebih pagi.
Audio: Kalau tiap pagi otomatis bangun lebih awal lagi, jadinya ga bisa tidur gitu, bentar-bentar melek, karena takut kesiangan anak-anak. Karena kalau dia dah kesiangan pasti ngeluh, mama aku kesiangan niy. Otomatiskan saya yang harus lebih bangun pagi lagi, harus bangunin berkali-kali lagi.
Tak jarang Disa bangun tidur dalam keadaan masih lelah. Belum cukup tidur, tampaknya. Sebab, tidur malamnya pun larut, karena harus mengerjakan setumpuk PR. Belum lagi stres, takut besok terlambat.
Audio: Ya tambah cape aja, jadi bangunnya lebih pagi, trus ya tambah ngantuk juga disekolahan. Jadi buru-buru semuanya.
Audio: Suasana memanggil untuk sarapan
Sarapan, yang biasanya jadi ajang bertukar cerita, kini dilakukan dalam senyap. Semua terlalu mengantuk untuk berbincang. Padahal, kata Rini, sarapan adalah saat istimewa untuk berkumpul dengan seluruh anggota keluarga.
Audio: Itu terasa banget, bapaknya kalau pulang dah malem, saya juga dah ngantuk, ngobrol juga dah ngga terlalu banyak. Frekuensi ngobrol juga jadi lewat telepon. Kadang-kadang dia sampai kantor baru telpon, ini ada ini nih. kadang-kadang kalau pagi-pagi gitu sibuk semua jadi lupa ada yang mau diomongin.
Audio: Suasana memanaskan motor
Pukul 6 kurang lima menit. Rudi, Disa dan Adrian bersiap berangkat, bertiga di atas sepeda motor bebek. Pertama mengantarkan Disa, lalu Adrian. Karena ikut mengantarkan kakaknya yang masuk sekolah lebih pagi, Adrian kerap jadi orang pertama di sekolah.
Audio: Masuk jam 7:15. iya masih ngantuk, sampai sekolah juga belum ada orang, sampai sekolah belum ada orang. Ya itu, ngikutin kakak
Begitu juga sang ayah, Rudi Gunawan. Karena sampai kantor paling pagi, dia biasanya ‘membayar’ kekurangan waktu tidurnya di kantor.
Audio: ya sampai kantor jadi lebih pagi, mau ngapain gitu. Kalau sekarang jam tujuh dah sampai kantor, aktivitas kantor jam 9. Paling ngobrol sama satpam. atau tiduran lagi di mushollah
Audio: Suasana jalan raya Audio: Suara bel masuk sekolah
Di sekolah, hiruk pikuk juga dimulai lebih pagi. Di pintu gerbang SMP 43 Jakarta Selatan, siswa tampak bergegas masuk. Ada yang sampai setengah berlari, karena pintu gerbang segera ditutup. Belasan lainnya kurang beruntung. Pintu terlanjur ditutup.
Audio: Suasana guru mencatat anak yang terlambat
Masih ada saja siswa yang telat, meskipun pintu gerbang ditutup lima menit setelah jam masuk. Kepala Sekolah SMP 43 Bambang Wiyono maklum kalau masih ada yang terlambat. Karenanya, belum ada sanksi menanti.
Audio: Mengenai hukuman kita tidak mendadak saat ini saja. Kalau terlambatnya karena kasus sekarang ya tidak, minggu ini kita kaji. Itu akan jadi saran dan masukan bagi pemda, bahwa 6:30 bermasalah, karena ini..ini atau 6:30 tidak bermasalah walaupun masih ada yang terlambat.
Kalau banyak keluarga yang kelimpungan dengan jam masuk sekolah yang lebih pagi, sepadankah pengorbanan mereka? Apakah langkah ini betul-betul menyembuhkan penyakit kemacetan pagi di Jakarta?
Audio: Suara jalanan
Kemacetan adalah penyakit lama ibukota. Gubernur berganti, sederet aturan dibuat, tetap saja, kemacetan tak terurai. Kemacetan makin parah karena tak ada pembatasan jumlah kendaraan bermotor, sementara panjang jalan tak bertambah.
Lantas, Pemerintah Jakarta muncul dengan kebijakan untuk memajukan jam masuk anak sekolah. Yang semula pukul 7 pagi, menjadi setengah jam lebih cepat. Kebijakan ini diambil, kata Pemerintah, karena siswa dan komunitas pendidikan telah menyumbang 30% porsi kemacetan.
Wakil Gubernur Jakarta Priyanto mengatakan, kebijakan ini memang bukan obat mujarab bagi kemacetan. Tapi paling tidak, kemacetan sudah berhasil ditekan sampai 14 persen.
Audio: Ternyata kemacetan baru terurai 14%, wah bagus aku bilang gitu. Itu memang konsepnya mengurangnya hanya 14%, aku bilang gitu. 100-14 berapa 86, jadi kalau Jakarta masih macet ya yang 86 itu. Kebijakan ini bukan kebijakan spektakuler yang mengatasi kemacetan secara total. Anak sekolah swasta sama negri semua masuk itu baru 14%, jadi masih 86% macet di Jakarta.
Audio: suara kemacetan
Sepadan kah target pengurangan kemacetan sampai 14 persen dengan pengorbanan anak sekolah? Tidak, kata Lies Sugeng, Wakil Ketua Persatuan Orangtua Murid Indonesia. Menurut Lies, ini adalah pertaruhan besar bagi masa depan anak-anak. Sebab, masuk sekolah lebih pagi berarti mengubah kebiasaan dan ritme hidup anak-anak ini. Akibatnya proses belajar mengajar bisa terganggu.
Audio: kalau kegiatan belajar terganggu, kualitas pedidikan juga terganggu. Bukan murid aja tapi juga guru. Kalau mereka mengikuti bukan karena mereka suka rela tapi karena keputusan yang mau tida mau hrs diikuti. Ada keterpaksaan. Sebenarnya mereka ga enjoy bgt siy.
Audio: Suasana belajar di kelas
Bangun pagi memang baik. Tapi bangun terlalu pagi, justru tak baik buat anak-anak, kata Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi. Bahkan negara maju seperti Jepang dan Amerika pun menetapkan jam sekolah antara pukul 8 sampai 9 pagi.
Audio: Untuk hal ini juga saya kritik, sy kira ngga benar, bangun pagi iya sehat. Itu kalau bangun pagi tidak terlalu pagi sekali, kemudian waktu tidurnya cukup, udara segar bisa berolah raga dengan gembira dan belajar juga dalam suasana yang sangat nyaman. Itu sangat meningkatkan kemampuan belajar dan konsentrasi belajar mereka. Tapi yang terjadi adalah bangun yang terlalu pagi, bukan jam 4 lagi tapi jam setenagh 4 dah bangun. Lalu suasananya juga penuh dengan ketegangan, berebut ini, berebut itu. Dsb. Lalu tidak ada waktu u bercengkrama bersama ortu. Ini bahayanya kedepan kalau semua anak Jakarta ini dipaksa, sekolah terlalu pagi .
Ini dia yang tidak dihitung Pemerintah Jakarta, kata Lies Sugeng. Waktu berkualitas bersama keluarga tergerus karena berangkat harus pagi-pagi sekali, sementara malam hari keburu ngantuk. Terutama bagi keluarga yang tinggal di pinggiran Jakarta.
Audio: Ada ha-hal yang harus disampaikan anak ke ortu, tidak disampaikan krn mereka pulang dengan begitu banyak tugas, pr. Dan ortu dengan kemacetan juga dg tugas2 ortu. Pulang sudah larut tidak ada kesempatan untuk bertemu. Dan 3:24, ada eksempatan ketemu pagi itu sekarang tidak ada. Komuniaksi itu berkurang kemudian mengakibatkan hal-hal yang harus disampaikan ke ortu buntu,ya tidak bisa disampaikan. Di sekolah anak mungkin bisa uring2an secara psikis itu mengganggu. Sekarang terputus. Dampaknya belum bisa kita liat sekarang.
Karena dampaknya belum terlihat sekarang, Pemerintah Jakarta cuek saja. Wakil Gubernur Jakart Prijanto mengaku banyak mendengar keluhan. Tapi tidak ada gelagat bakal ada perubahan kebijakan soal jam sekolah ini.
Audio: Saya mendengar, perut mules, bangun pagi, masak itu, ono aja. Itu manusiawi. Saya berfikirnya bagaimana menyamankan orang banyak di Jakarta ini, dan dari beberapa yang itu kalau dikumpulin itu akeh sing seneng daripada sing senep.
Lebih banyak yang senang, daripada yang sebal, kata Prijanto.
Mungkin Prijanto perlu mendengar keluhan Rini Gunawan Gouw, yang mesti jibaku sejak dini hari dan kehilangan waktu bercengkrama saat sarapan bersama suami dan ketiga anaknya.
Audio: anak-anak sekolah berapa persen siy, kebijakan itu lebih diperhatian lagi, untuk pejabat-pejabat yang membuat perpaturan ini kan ga masalah, karena kalau mereka lewatkan pake ngiung-ngiung, lancar aja kan. Tapi buat kita ini loh. Jangan satu sisi aja, anak sekolah aja yang ditekankan gitu kasian mereka. Mereka kan masih kecil-kecil, mendingan yang tua2 aja kalau mereka bisa di ituin. Jam kantor sama lalu lintas yang bener2 di iniin.
Pendapat Rini senada dengan pengamat transportasi Dharmaningtyas. Tak ada gunanya mengorbankan anak-anak demi menyembuhkan kemacetan. Ini, kata Dharmaningtyas, bukan solusi.
Audio: Kebijakan ini akan efektif jika didukung dengan kebijakan lain yang sinergis, kalau tidak ngga akan berdampak apa-apa, tidak bisa berdiri sendiri. Dalam transport tidak ada single solution, harus solusi yang banyak dan sinegris. Itu baru bisa.
Ibarat minum obat, maka Pemerintah minum obat sakit kepala untuk menyembuhkan pegal linu. Antara persoalan dan jawaban, nggak nyambung. Memaksa anak sekolah masuk lebih pagi hanya menggeser jam kemacetan, bukan menghilangkannya. Apalagi jumlah kendaraan terus bertambah tanpa batasan.
Audio: Pengaturan jadwal sekolah/kerja itu tidak mengurangi volum kendaraan tapi itu hanya membagi kendaraan itu berada di jalan tidak berada pada waktu yang bersamaan. Tapi itu sama sekali tidak akan mengurangi kemacetan. Karena jumlah kendaraannya tetep. Cuma mungkin yang tadinya peek hournya jam 6-7. sekarang bisa lebih maju atau mungkin malah, panjang dari jam setengah 6 sampai jam 8 atau berapa gitu.
Audio: Suasana kemacetan
Masih ada sederet panjang solusi untuk membenahi kemacetan Jakarta, kata Dharmaningtyas. Mulai dari perbaikan sarana dan pelayanan angkutan umum, mendorong orang memakai kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi, memperbanyak jumlah bis sekolah serta memperpendek jarak antar bis, atau memberikan insentif bagi anak sekolah yang menggunakan bus TransJakarta.
Bukan menyuruh anak sekolah masuk pagi. Itu tak menyelesaikan apa pun. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi.
Audio: Marilah kita semua berani mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Berani menyuarakan hak anak. Anak-anak sendiri juga mohon berani menyuarakan hati nuraninya. Karena melekat pada anak adalah hak untuk di dengar suaranya. Mohon segera ada evaluasi kembali, yang jujur apakah memang tujuannya meningkatkan
Audio: suara ketel bunyi Audio: suara membangunkan anak
Tapi sampai Pemerintah Jakarta menyadari tidak efektifnya kebijakan mereka, maka Keluarga Gunawan Gouw harus bangun lebih pagi.
Audio: suara memanaskan motor Audio: suara kemacetan
[Liza Desylanhi | KBR68H]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Jakarta jadinya kota yang berpikiran tentang jalanan. Keluarga ialah penghuni yang dilupakan pemerintah kota. Ibu-ibu harus bangun lebih pagi--setelah biasanya memang bangun lebih pagi dari penghuni rumah lainnya, duh. Bias gender perempuan dalam kebijakan ini keruan nampak selain anti-sensitif terhadap anak. Pemerintah kota yang berpikir bahwa problem jalanan diselesaikan dengan cara 'jalanan' menurut saya keblinger.
ReplyDeletePemerintah lupa bahwa ada 2-3 juta orang yang tinggal di pinggir Jakarta dan setiap pagi meluruk ke ibukota. Mereka ini tidak hanya pekerja, tapi termasuk anak-anaknya--seperti anak Gouw dalam Saga Liza Desylanhi. Alih-alih mengatasi problem jalan, pemerintah kota malah membiarkan waktu 'rumah' lebih pendek dan membiarkan anak-anak di jalan lebih lama. Aduh.
Betul. Padahal waktu berkualitas mahal harganya.
ReplyDeletesebenarnya ada cara laen yang mesti pemerintah pikirkan buat anak sekolah di Negara kita,yang dengan memajukan jam sekolah berarti sama saja dengan membuat para orang tua bekerja dua kali untuk mengantar anaknya dan dia sendiri baru berangkat kekantor setelah anak-anaknya berangkat sekolah,karena jam masuk kantor dan jam sekolah di Jakarta sudah tidak sama walaupun pulngnya masih bisa bersama.
ReplyDeleteBetul. Soalnya kan pastinya banyak anak-anak yang ke sekolah diantar ortunya. Gak mungkin ngebayangin semua anak pergi ke sekolah secara mandiri. artinya, memajukan sekolah sama sekali bukan solusi. Itu justru jadi siksaan buat si anak dan ortu. Ini jelas bukan win-win solution.
ReplyDelete