Tuesday, January 20, 2009

Berebut Babakan Siliwangi


Luasnya cuma tiga setengah hektar, tapi ribuan warga Bandung mati-matian merebutnya dari tangan Pemerintah Kota Bandung. Hutan kota bernama Babakan Siliwangi ini hendak digusur dengan alasan menambal kas daerah. Padahal tempat ini jadi andalan warga yang mencari udara segar di tengah kota. Warga Kota Kembang pun bahu membahu melawan, dari demo sampai menggalang petisi online. Reporter KBR68H Laban Abraham ikut menjaga Babakan Siliwangi di kampungnya dengan menulis laporan berikut.

Audio: (Suara teriakan) Justru kawasan ini yang namanya babakan siliwangi! Tidak! bukan! Teu bisa! Paduli, aing kaluar! Sok Kaluar siah! … Baik, bapak ibu mudah mudahan pertemuan malam ini jadi hikmah.. Maaf kalau saya emosi. Tapi minimal semua sudah terangkum. dan saya tidak menghalangi.

Pertemuan tengah malam itu berakhir dengan cekcok mulut antara Acil Bimbo, Koordinator Jaga Lembur, dengan Herman Ibrahim, bekas pejabat Kodam Siliwangi. Mereka meributkan soal Babakan Siliwangi, kawasan ruang terbuka hijau yang hendak dilego Pemerintah Kota Bandung kepada pengembang untuk dibangun rumah makan. Ini pertemuan istimewa karena untuk kali pertama dihadiri puluhan tokoh dan Walikota Bandung Dada Rosada.

Audio: Suara di sekitar Babakan Siliwangi

Babakan Siliwangi adalah satu-satunya hutan kota yang tersisa di tengah kota Bandung. Letaknya strategis, dekat area wisata belanja Jalan Cihampelas dan bersebelahan dengan kampus Institut Teknologi Bandung, ITB.

Sudah lima tahun ini, kawasan Babakan Siliwangi menjadi rebutan antara warga dengan Pemerintah. Warga protes, tak rela Babakan Siliwangi disulap jadi rumah makan. Lahan seluas 3.8 hektar ini adalah area resapan air, sanggup memasok oksigen untuk 15 ribu orang dalam sehari.

Total luas kawasan ini adalah 11 hektar, tapi yang tersisa tinggal 3.8 hektar saja. Lainnya sudah disewa ITB. Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Bandung Cece Hidayat mengatakan, di sana terdapat 12 mata air andalan warga kota.

Audio: Luas areal keseluruhan di Babakan Siliwangi beradasarkan data dari kami adalah 11 ribu meter pesregi. kurang lebih 7,2 hektar dikelola ITB. Nah disitu sebetulnya sudah dibangun antara lain Sasana Budaya Ganesha, kolam renang, tutupan parkir, kantor kelurahan, rumah makan dan galeri. Di kawasan itu terdapat 12 mata air. dan tidak tertatanya kawasan sebagai fungsi lindung setempat dan banyak pohon yang mati dimakan usia.

Meski sudah jelas betapa Babakan Siliwangi ini penting bagi kehidupan, toh Pemerintah Kota Bandung keukeuh hendak menggusur hutan dan membangun di sana. Alasannya, supaya kawasan tersebut lebih terurus, ujung-ujungnya menjadi masukan bagi kantong kas daerah.

Rencana pembangunan di Babakan Siliwangi simpang siur. Ada yang menyebut akan dibangun apartemen, tapi belakangan Pemerintah Kota memastikan, di sana hanya akan dibangun rumah makan. Diam-diam Pemkot Bandung sudah menandatangani perjanjian sewa lahan dengan PT Esa Gemilang Indah selama 20 tahun, terhitung tahun 2006 lalu. Kepala Dinas dan Tata Ruang Kota Bandung Juniarso memastikan, pengembang akan menyisakan ruang terbuka hijau.

Audio: RTHnya tetap 37 ribu meter persegi. dan dari konsep pengembang luas tapak bangunan 6000 meter persegi dan RTH 32 ribu meter persegi. kalau dalam perjanjian kerjasama luas tapak bangunan 2000 meter persegi

Warga protes. Mengapa hutan kota yang tersisa harus dilego dan mengorbankan kawasan resapan air?

Walikota Bandung Dada Rosada berkelit. Ia emoh dituding tak adil, karena sebagian kawasan Babakan Siliwangi sudah terlebih dahulu disewakan kepada Institut Tekonologi Bandung, ITB. Sejak 1993 di sana memang berdiri Sasana Budaya Ganesha, Sabuga, berisi sarana olahraga dan gedung pertunjukan. Masa sewanya sampai 2013 mendatang.

Walikota Dada Rosada balik menantang warga. Kalau Babakan Siliwangi tak boleh dibangun, berarti Sabuga harus dibongkar.

Audio: Apakah saya ini arogan? apakah saya ini otoriter? kalau saja semua kembali ke asal. Saya masih ingat dulu babakan siliwangi ada sawah pinggirnya pohon. apakah akan kembali ke situ? kalau memang kembali ke situ yang ada disitu, jangankan Sabuga, bangunan. yang namanya lapangan sepak bola kita gali kembali jadi sawah. Kemudian kolam renang. oleh karena itu kita bongkar saja Sabuga, lapangan sepak bola dan kolam renang. Tidak ada satupun, kecuali sawah dan pohon. sehingga kita melihat keindahan.

Tantangan Pak Walikota langsung disambut Acil Bimbo, koordinator Jaga Lembur, perkumpulan warga Bandung yang menolak rencana pembangunan Babakan Siliwangi. Jaga Lembur, dalam bahasa Indonesia, berarti ‘jaga kampung’.
Audio: Oleh karena itu, ini menambah motovasi untuk saya. Bahwa saya sama sekali tidak setuju kalau diprivatisasi oleh swasta. boleh yang lain setuju. Saya tidak! Apalagi imagenya sekarang babakan siliwangi jadi baksil. Kuman! sudah saja kalau hutan ya hutan. atuh kalau kitumah Sabuga runtuhkan? saya setuju. karena ieu Sabuga bukan simbol inteletual ITB tapi kesalahan fatal.

Bagi Ridwan Kamil dari Forum Kota Kreatif Bandung, masalahnya bukan membongkar Sabuga atau tidak. Yang jauh lebih penting, kata Ridwan, adalah menyelamatkan lahan Babakan Siliwangi yang tersisa.
Audio: Sabuga itu sendiri memang kontroversial ya. Jadi waktu pembangunannya itu tidak diinformasikan dan disosialisasikan. Jadi waktu masyarakat mau bergerak sudah keburu terlanjur. Nah sekarang apakah masalahnya kita akan menjadi bangsa yang mubazir ya. Sudah terbangun malah dibongkar. Sebenarnya ga masalah tapi itu akan menunjukan itu kita akan lebih bodoh lagi. kita mesti fokus, jangan isu babakan siliwangi ini dimelencengkan ke Sabuganya. Sekarang kita hanya punya sisa ruang segitu gitunya. Kenapa sih ga mau mendengar masyarakat umum?

Masyarakat, yang disebut Ridwan Kamil, sudah melakukan banyak hal untuk melawan penggusuran Babakan Siliwangi. Aksi di jalanan sampai lewat dunia maya dijalani, demi menghalangi rencana pembangunan di ruang terbuka hijau. Apa saja langkah mereka?

Audio: Suasana di Babakan Siliwangi (jangkrik dan air sungai mengalir)

Susentono tengah menyelesaikan lukisannya. Ia mengoles kanvas dengan cat. Goresannya sudah mulai jelas, ia menggambar sesosok wajah berkumis, dengan bandana. Tono tengah berada di Sanggar Olah Seni, SOS, di Babakan Siliwangi. Luasnya 4x6 meter, dengan dinding kayu. Tono tak sendirian, ada beberapa orang yang menonton Tono melukis.

Audio: Di sini tempat untuk siapa saja, bukan untuk seniman saja. Mangkanya disebut ruang publik walaupun ini sanggar olah seni dalam ati komunitas seniman, tapi bukan Cuma seniman yang datang ke sini, dari jurnalis, pemerhati atau samapi yangs ekedar lihat atau numpang sitirahat. kalau pameran sering.

SOS adalah wadah bagi Susentono dan ratusan seniman Bandung lainnya. Sanggar ini diresmikan pada 1982 oleh Joop Ave, yang kala itu menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Ini adalah sanggar seni pertama di Kota Bandung. Kini, menjadi satu-satunya bangunan yang ada tepat di tengah kawasan Babakan Siliwangi yang tersisa 3.8 hektar saja. Hutan kota itu tengah menanti nasib.

Audio: Suasana lalu lintas di sekitar Babakan Siliwangi

Kawasan sekitar hutan Babakan Siliwangi ini adalah daerah ramai. Dekat tempat wisata belanja Cihampelas, juga dekat kampus Institut Teknologi Bandung ITB. Masih tampak sederetan pohon besar. Ada juga bekas bangunan rumah makan yang terbakar lima tahun lalu. Sisa-sisa gosong masih terlihat di sana. Di sekelilingnya dipagari kawat berduri.

Audio: Suasana lalu lintas di sekitar Babakan Siliwangi

Tampak selembar spanduk yang terpasang sejak 3 bulan lalu. ‘Tolak Pembangunan di Hutan Kota Babakan Siliwangi’, begitu tulisannya, digores dengan cat warna hitam.

Spanduk itu dipasang warga yang menjaga Babakan Siliwangi, seperti Susentono, mahasiswa dan ratusan warga yang sempat berdemo. Penolakan ini sudah menahun. Tak terhitung sudah berapa kali demo dilakukan sejak isu pembabatan hutan kota ini berhembus lima tahun silam. Tapi demo tak mempan. Walikota sudah berganti, rencana pembabatan hutan tetap bertahan.

Perlawanan sempat digalang kelompok seniman. Perupa Tisna Senjaya membuat karya instalasi sebagai bentuk protes pembangunan di Babakan Siliwangi. Akibatnya, karya seni berbentuk perahu dan patung tentara di pelataran hutan ini dibakar.

Audio: Sejak awal 2003 kita melakukan advokasi dengan kang Harry Rusli dan teman teman.. bikin instalasi dan sampai karya saya dibakar. Saya kan merespon supaya tidak dijadikan kondomunium.. jadi karya seni sebagai simbol untuk perlawanan.. dan sampai setahun di pengadilan. bukan cuma memperjuangkan fisiknya, seninya .. tapi juga penyadaran hubungannya ruang publik dengan seni dan kebudayaan. Jadi pembangunan disini ya begitu, Jojol (tiba tiba) jleg wae muncul.

Audio: Enough! cukup! .. Sudah cukup jangan dibangun lagi sudah banyak tempat makanan di Bandung. sekarang kita tanamin aja berbagai tanaman. Kita jaga .. kita baguskan tempatnya, kita pelakan burung burung. Ga usah ada bangunan di situ. Wah keren pasti. Jadi mereka itu paranoid. Kalau saja Dada Rosada Walikota datang ke sana dan press rilis .. “yah saya stuju dengan kalian” dan itu keren betul. Kalau saya walikota saya akan pilih itu. Blo’on sekali dia itu, pasti adalah banyak juga investor yang bagus.. yang mau bangun dengan pohon.. pohon dari Papua dan Aceh jadi pohon nusantara. Dasyat itu.

Paris van Java ini terancam kehilangan rindangnya pohon-pohon besar. Gagal berdemo, perlawanan warga Bandung bergeser ke dunia maya. Berbagai informasi seputar rencana pembangunan hutan kota disajikan lewat blog dengan alamat savebabakansiliwangi.wordpress.com. Jejaring sosial macam Facebook juga disambangi, demi menggalang dukungan menjaga Babakan Siliwangi.

Langkah lain adalah membuat petisi online, digagas Forum Kota Kreatif Bandung. Baru tiga bulan petisi dibuka, lima ribu lebih orang sudah mendukung. Tak hanya warga Bandung, tapi suara penolakan juga datang dari Eropa, Amerika, Jepang, Bali dan Jakarta. Semua bersuara sama, menolak pembangunan hutan kota di Babakan Siliwangi. Ketua Forum Kota Kreatif Bandung, Ridwan Kamil.

Audio: Petisi itu akan kita bukukan dan kita sebarkan ke DPR dan REI, real esatate Indonesia tempat pengembang itu bernaung supaya mereka menegur anggotanya supaya jangan mencari nafkah tapi melukai perasaan warga. adakan dibawa ke Media juga untuk menunjukan dukungannya itu real, jadi jangan dise;ewangkan seolah hanya kepentingan segelintir orang. Jadi itu membuktikan bahwa ini concern ribuan orang.

Kelompok seniman ikut merapatkan barisan. Pelukis Susentono dan perupa Tisna Senjaya mengumpulkan lukisan dari 20 seniman untuk dilelang. Uang lelang akan diberikan kepada Walikota Bandung Dada Rosada sebagai uang sewa hutan kota.

Audio: Secara uang belum ada. tapi seniman sudah mengumpulkan. jadi sudah terkumpul lukisan karya saya .(nyebutin nama seniman) yang assetnya sudah mencapai 250 juta. tapi itu spontan, nanti akan kita galang lebih profesional lagi dari seniman Indonesia seperti Agus Suwage dan… kalau perlu duitnya kita belikan tanah itu dan dijadikan untuk hutan saja.

Melihat kuatnya perlawanan, Walikota Bandung Dada Rosada sempat gentar. Di tengah forum tengah malam yang dihadiri puluhan tokoh masyarakat yang menolak pembangunan di Babakan Siliwangi, Pak Walikota berucap,

Audio: Kalau sebesar besarnya merugikan rakayat dan rakyat juga yang dilayani oleh pemerintah. kenapa mesti diteruskan? Ini sangat keberphakan ekpada rakyat. Teu Baleg siah… Saya moal percaya ka pamarentah. Moal siah, Gagal Siah…

Tapi jangan lupa. Perjanjian sewa lahan selama 20 tahun sudah ditandatangani Pemerintah Kota Bandung, memberi izin pemanfaatan kepada PT Esa Gemilang. Bisakah perjanjian tersebut dianggap tak ada seiring ucapan Walikota Bandung Dada Rosada?

Audio: Suasana lalu lintas di sekitar Babakan Siliwangi

Warga Bandung akan terus melawan, menjaga hutan kota Babakan Siliwangi supaya tak kalah dengan pembangunan gedung. Spanduk penolakan penggusuran hutan kota masih terbentang. Ucapan walikota tak lekas dipercaya, sampai pemerintah turun menanam pohon bersama warga di sana.

Audio: Suasana lalu lintas di sekitar Babakan Siliwangi


[Laban Abraham | KBR68H]


foto: www.sobirin-xyz.blogspot.com

2 comments:

  1. Airlambang: Oke Laban, top. Anda jujur membuka bias sedari pengantar. Ini yang membuat menarik. Jurnalisme tetap tak melupakan bahwa unsur subyektif (manusia peliput) kerapkali muncul dalam laporan. Hanya jurnalis mestinya jujur menyatakan biasnya, seperti Wimar selalu jujur dengan biasnya saat wawancara. Dan Laban--setidaknya KBR68H--jujur dengan menyebut, "Reporter KBR68H Laban Abraham ikut MENJAGA Babakan Siliwangi di KAMPUNGNYA dengan menulis laporan berikut."

    Trims.

    ReplyDelete
  2. Sebener-benernya sih ini gw yang bikin pengantar :)Tanpa perlu jadi orang Bandung, kita harus ikut menjaga Babakan Siliwangi. Sebab nasib hutan kota, di mana pun di Indonesia, nyaris selalu sama. Kalah sama gedung.

    ReplyDelete