Tuesday, April 19, 2011
Jembatan Tebas, Penyambung Hidup Warga
Bagi warga kota, menyeberang sungai dengan menggunakan sampan bisa dibilang ketinggalan jaman. Tapi ini yang masih terjadi di banyak daerah, termasuk di Kecamatan Tebas, Kalimantan Barat. Letaknya sekitar 5 jam perjalanan darat dari ibukota Kalbar, Pontianak. Sampan adalah andalan warga untuk berpindah tempat. Dan kini, ada jembatan gantung. Jembatan ini sekaligus menumbuhkan harapan baru peningkatan sektor sosial ekonomi setempat. Reporter KBR68H Novri Lifinus ada di Tebas, berbincang dengan warga soal ini.
Jembatan Tebas, Penyambung Hidup Warga by sagakbr68h
Blok 1
ATMOS: Suara motor lewat jembatan
KBR68H: Saya berada di Desa Pangkalan Kongsi, Kecamatan Tebas di Kalimantan Barat. Di sini ada sebuah jembatan yang panjangnya sekitar 60 meter dan lebar 1,5 meter di atas Sungai Sebangkau. Menghubungkan Dusun Gelamak, Desa Bukit Segoler, dan Desa Serindang dengan pusat kecamatan.
ATMOS: Suara motor lewat jembatan
KBR68H: Jembatan ini terbuat dari kayu bulian atau kayu besi yang tahan air. Digunakan untuk pejalan kaki dan pengendara motor. Namun kalau tertiup angin jembatan ini bergoyang tapi tetap aman. Jembatan ini mempermudah lalu lintas untuk mereka yang sakit, karena desa di seberang tidak ada puskesmas. Mereka yang mau sekolah juga dimudahkan. Sebelum ada jembatan, siswa banyak yang telat karena harus menyeberang sungai menggunakan sampan.
Yulianto adalah warga Desa Bukit Segoler. Ia sekolah di Desa Pangkalan Kongsi karena di desanya tidak ada SMA. Dulu, untuk ke sekolah ia harus menyeberang sungai dengan sampan. Jarak rumah ke sekolahnya sekitar delapan kilometer.
KBR68H: Waktu belum ada jembatan bagaimana nih?
YULIANTO: Pakai sampan.
KBR68H: Sekolahnya sering telat dong.
YULIANTO: Cuma 15 menit.
KBR68H: Kalau telat sering dimarahin guru?
YULIANTO: Nggak, cuma minta surat izin.
Telat tak hanya punya siswa, tapi juga guru. Sebelum ada jembatan, Heri setiap hari harus mengantri sampan.
HERI: Susahlah. Kadang-kadang bisa terlambat. Kadang harus menunggu pakai perahu. Kalau pas perahunya cepat ya cepat. Kalau engga ya terhalang. Kalau mau cepat susah. Kalau sekarang kan lumayanlah.
KBR68H: Paling lama menunggunya berapa lama?
HERI: Sekitar 10 menitlah. Kadang ngambil (penumpang) itu kan udah 10 menit ruginya.
Kalau sungai dangkal, ujung-ujungnya akses terputus karena sampan tentu saja tak bisa meluncur. Yang paling tersiksa adalah warga Desa Bukit Segoler, yang masih minim fasilitas. Belum ada puskesmas, atau sekolah tingkat SMA. Mau tak mau, mereka harus menyeberang dulu ke Desa Pangkalan Kongsi. Ini jadi pintu masuk ke pusat Kecamatan Tebas, induk dari kedua desa.
Erna, pernah ikut membantu ibu yang mau melahirkan, di atas sampan. Sampan tak bisa bergerak, lantaran air sungai sedang dangkal.
ERNA: Melahirkan dalam sampan juga pernah, meninggal juga pernah sebelum ada jembatan.
KBR68H: Bagaimana menanganinya, Bu?
ERNA: Waktu itu mau pergi ke rumah sakit, di perjalanan di dalam sampan melahirkan. Alhamdulilah selamat.
ATMOS: Suara motor lewat jembatan
Karena banyak kesulitan akses, warga pun berinisiatif membantun jembatan. Baru selesai akhir 2010 lalu, kata Camat Tebas, Heryanto.
HERYANTO: Jadi dulu nyeberang mereka harus gunakan sampan. Jadi saat surut itu sangat sulit. Sebagian harus mendorong. Latar belakang itulah yang mewarnai musyawarah dan pada waktu itu dianggap sangat penting sekali membangun jembatan ini. Untuk jembatan, bukan hanya dari sisi kesehatan saja, tapi juga dari sisi pendidikan dan peningkatan ekonomi membawa dampak yang besar bagi masyarakat kami.
Jembatan kini jadi penolong. Warga jadi lebih mudah mencapai dua puskesmas Kecamatan, yang sebelumnya terlalu jauh dijangkau. Kepala Desa Pangkalan Kongsi di Kecamatan Tebas, Helwani mengatakan, letak puskesmas paling jauh 11 kilometer dari jembatan.
HELWANI: Puskesmas di Kecamatan Tebas itu ada dua. Satu di Sungai Kelambu. Kalau dari sini 4 kiloan meter. Cuma di situ engga ada ruang penginapan. Kalau (puskesmas) di Tebas kita adakan. Jadi kalau misalnya ada muntaber atau sakit-sakit demam panas, kita cukup rujuk ke puskesmas. Kalau engga mampu baru ke rumah sakit.
Warga Dusun Gelamak dan Desa Segoler ikut merasakan berkah jembatan. Warga yang sebagian besar petani jeruk ini sekarang lebih lancar mengirim hasil panen ke berbagai daerah. Kecamatan Tebas adalah daerah penghasil jeruk Pontianak terbesar dengan lahan seluas lebih dari 4000 hektar. Petani jeruk, Jumli bin Nahwi.
JUMLI: Petani semua, petani jeruk, petani padi. Kebetulan penakar bibit dipercayakan Dusun Gelamak oleh Kabupaten Sambas.
ATMOS: Suara motor lewat jembatan
Kini setiap saat nampak motor melintasi jembatan ini. Pemilik sampan pun tak khawatir. Sebab menurut Camat Tebas, Heryanto, menarik sampan hanyalah sampingan. Pekerjaan utama mereka tetap bertani.
HERYANTO: Intinya dengan dibangunnya jembatan ini tidak mengurangi mata pencaharian dari sampan karena sampan merupakan mata pencaharian sampingan, bukan pokok. Pokoknya tetap bertani.
Akses jadi lebih mudah setelah ada jembatan. Aturan ditegakkan, tapi lantas dilanggar. Aturan apa sajakah itu?
Blok 2
ATMOS: Suara motor lewat jembatan
Jembatan Tebas adalah kebahagiaan bagi 2500-an warga setempat. Jembatan sepanjang lebih 60 meter ini melintang di atas Sungai Sebangkau. Jembatan gantung ini menggunakan tiang pancang di kedua sisisnya. Jembatan hanya bisa digunakan oleh pejalan kaki dan pengendara sepeda motor.
Jembatan ini khusus dirancang untuk benda-benda bergerak, bukan diam. Tapi siswa SD, Heri, sering nongkrong sambil memancing di tengah jembatan.
KBR68H: Ngapain aja kalau di jembatan?
HESKI: Main.
KBR68H: Sering duduk-duduk engga?
HESKI: Sering, nobol (bolos).
KBR68H: Suka mancing di jembatan?
HESKI: Suka.
Padahal larangan sudah tertulis tepat di jalan masuk jembatan. Di situ tertulis: Dilarang berkumpul, bersantai, memancing dan lain-lain di atas jembatan gantung. Sebab, jika dilanggar, usia jembatan bisa makin pendek. Camat Tebas Heryanto hendak meningkatkan aturan, menjadi peraturan desa.
HERYANTO: Karena jembatan gantung ini jembatan yang baru, dan kita maklum namanya barang baru bagi masyarakat kita kan termasuk aneh sekali. Tapi setelah kita beri penjelasan kepada masyarakat dan akan kita tindak lanjuti dengan bentuk Perdes, pelarangan kepada masyarakat, kita kasih pemahaman kepada masyarakat bahwa daya beban dari jembatan ini sangat terbatas, alhamdulilah sekarang justru tidak ada lagi anak-anak kita yang nongkrong di jembatan ini.
Setiap hari, 200-an motor lalu lalang di jembatan. Juga 500-an pejalan kaki. Heryanto tak ingin jembatan cepat rusak. Apalagi biaya pemeliharaan diserahkan langsung ke kecamatan, setelah mendapatkan bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal dan Khusus.
Konsultan dari pemerintah pusat, Wawan Priatna mengatakan, selanjutnya, jembatan menjadi tanggung jawab warga dan pemerintah.
WAWAN: Pemeliharaan itu kalau menyangkut dana, P2DTK mendorong masyarakat setempat untuk berpartisipasi. Istilahnya menggalang dana sendiri. Karena perlu diketahui dana yang diberikan P2DTK kepada masyarakat itu sebenarnya tidak akan memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Itu hanya dana perangsang.
Bupati Sambas, Burhanuddin Rasyid meminta warga ikut memelihara jembatan.
BURHANUDDIN: Pintar bikin jembatan. Semua menikmati, engga ada yang kalah dan menang. Yang saya lihat adalah perencanaan dari bawah ini yang sangat mahal nilainya. Kalau fisik mungkin bisa, tapi mendidik rakyat untuk membuat perencanaan, bermusyawarah, bermufakat dengan cara benar dan baik, ini luar biasa.
ATMOS: Suara motor lewat jembatan
Jembatan, bagi warga kota besar, tidaklah istimewa. Tapi di Kecamatan Tebas, jembatan ini berarti banyak, sehingga wajib dijaga bersama.
ATMOS: Suara motor lewat jembatan
Demikian Saga yang disusun Reporter KBR68H, Novri Lifinus.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment