Pulau Kabena kini tak lagi cantik. Pulau yang terletak di Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara ini kini wajahnya bopeng akibat penambangan nikel. Padahal penambangan nikel ini terbukti mencemari air dan mengganggu pekerjan warga sebagai petani rumput laut maupun nelayan. Kontributor KBR68H Kiki Andipati menyaksikan bagaimana Bukit Bumbutuweleh kini gundul akibat penambangan nikel.
Thursday, March 26, 2009
Wednesday, March 25, 2009
Peta Hijau Jakarta
Hidup di belantara ibukota Jakarta bisa bikin sumpek. Mencari ruang terbuka hijau sama sulitnya dengan mencari jarum di tengah tumpukan jerami. Kalau di Jakarta, lebih mudah mencari sampah, permukiman tidak pada lahan peruntukannya, atau gedung-gedung bertingkat. Kini warga Jakarta boleh berlega hati dengan adanya Peta Hijau Jakarta. Dengan selembar peta ini, warga bisa menemukan tempat-tempat hijau yang ramah lingkungan, yang mungkin tak diketahui sebelumnya. Reporter KBR68H Dede Riani ikut menelusuri titik-titik di Peta Hijau Jakarta.
Tuesday, March 24, 2009
Perang Melawan TBC
TBC bukan penyakit baru buat Indonesia. Sudah ada sederet upaya memberantas penyakit ini dari tanah air, tapi tidak juga berhasil membuatnya lenyap. Indonesia hingga kini masih ada di urutan ke-3 dunia dengan jumlah penderita TB terbanyak, setelah India dan Cina. Kemiskinan dan rendahnya kesadaran masyarakat menjaga kebersihan lingkungan ditengarai jadi biang keladi sulitnya memberantas TBC. Reporter KBR68H Liza Desylanhi berkunjung ke Klinik Paru Baladewa, yang intensif memerangi penyakit satu ini.
Friday, March 20, 2009
Komunitas Penikmat Buku Silat
Buku bacaan dengan latar belakang budaya Tionghoa terhitung unik dibandingkan buku fiksi lainnya. Setiap buku disandingkan dengan ajaran budi pekerti serta filosofi hidup yang kental. Tapi keberadaan buku bacaan seperti ini sudah makin jarang ditemui di pasaran. Reporter KBR68H Anto Sidharta menemukan adanya keterkaitan antara kebijakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa saat Orde Baru terhadap penjualan buku-buku ini.
Thursday, March 19, 2009
Meriahnya Radio Gogali
Sumba Tengah adalah kabupaten baru hasil pemekaran di NTT. Kabupaten berpenduduk 67 ribu orang ini belum punya satu media pun. Akses informasi sangat minim. Tepat sebulan lalu, KBR68H kemudian mendirikan Radio Gogali, radio komunitas yang segera saja disambut antusias oleh warga dan pemerintah setempat. Sebelum radio ini resmi mengudara pun, warga dan pemerintah setempat sudah antusias menyambut kehadiran satu-satunya radio di wialyah mereka ini. Kontributor KBR68H Shinta Ardhany memotret kegembiraan dan perubahan yang dibawa Radio Gogali.
Audio: Suasana dering telpon radio
Dering telfon berbunyi tak putus-putus di studio Radio Gogali, Sumba Tengah, NTT. Saat itu tengah berlangsung dialog interaktif dengan narasumber Bupati Sumba Tengah, Umbu Sappi Pateduk.
Audio: Suasana dering telpon radio
Melky Suruk yang tengah memandu siaran sampai kewalahan. Satu penelfon berhenti, menyusul penelfon berikutnya. Puluhan penelfon memadati waktu siaran yang hanya berlangsung satu jam.
Audio: Suasana siaran Melky diantara dering telfon
Untuk radio lain, mungkin biasa saja. Tapi ini luar biasa bagi Radio Gogali yang kala itu masih dalam masa percobaan siaran, belum resmi mengudara.
Seny Dortia Bilaut, warga Anakalang, Sumba Tengah, mengaku senang dengan kehadiran Radio Gogali. Selama bertahun-tahun, fasilitas radio di telfon selularnya tidak berfungsi. Kini, Seny bisa mendengar informasi kapan saja, di mana saja.
Audio: (Gogali pertama dia adalah satu-satunya radio yang muncul di Sumba Tengah setelah pemekaran, dari fasilatas Hp kan ada radionya kita bisa fungsikan selama ini tdk difungsikan karena medianya tidak ada. Paling tidak kita senang untuk menghibur lelah penat apalagai acaranya saya pikir cara dia ada menghibur kita bagus sekali)
Sebagai daerah hasil pemekaran, Sumba Tengah tergolong daerah tertinggal. Fasilitas umum seperti rumah sakit, kantor polisi serta gendung pemerintahan, belum memadai. Begitu juga sarana informasi. Koran tak mudah dibeli, hanya oleh keluarga pejabat atau kaum terpelajar. Sementara TV, tak banyak warga setempat yang punya, kata tokoh masyarakat Anakalang, Sumba Tengah, Umbu Neka Jarawuli.
Audio: (Kehadiran Gogali bantu masyarakat dalam kaitan serap informasi. Tidak semua masyarakat punya TV, adanya radio ini masyarakat terima kasih. Koran? Belum ada. Koran-koran besar kadang 1 bulan satu kali baru sampai disini, karena masalah komunikasi darat transportasi kalo hanya dalam satu minggu sekali datang dan itu belum tentu datang dengan jumlah yang besar.)
Sulitnya mengakses informasi juga dirasakan ibu rumah tangga di Sumba Tengah. Tak ada sarana untuk menggali informasi soal rumah tangga, pendidikan anak dan kesehatan. Kalaupun ada majalah, hanya dibaca kelompok terbatas. Istri Wakil Bupati Sumba Tengah Rambu Jajul mengatakan, di Gogali, semua kebutuhan informasinya terpenuhi.
Audio: (Pengetahuan rumah tangga yang saya dengar dari radio ini bagus sekali tentang pendidikan anak, untuk rumah tangga banyak hal yang kami tahu)
Radio Gogali pun menjadi media komunikasi antar warga. Warga tak segan menelfon ke studio untuk berinteraksi, bahkan kalau harus pakai telfon selular yang terhitung mahal. Tokoh masyarakat Anakalang, Sumba Tengah, Umbu Neka Jarawuli.
Audio: (Telpon? Sering dalam berbagai kesempatan. Motivasi merangsang masyarakat. Radio ini sangat bermanfaat. Pulsa sendiri tidak rugi karena saya punya kemauan sendiri membesarkan radio secara menyeluruh, tersosialisasi dengan baik)
Tak hanya warga yang antusias dengan kehadiran Radio Gogali. Kalangan pejabat Sumba Tengah sudah mengantri menjadi narasumber radio ini. Dari BUpati, Ketua DPRD sampai Kepala Dinas.
Audio: Suasana talkshow di Gogali
Salah satu dinas yang sering memanfaatkan Radio Gogali adalah Dinas Pertanian. Kebanyakan dipakai untuk sosialisasi, kata Kepala Dinas Pertanian Sumba Tengah Martinus Jurumana. Cocok, hampir 80 persen warga setempat berprofesi sebagai petani.
Audio: (Pernah memanfaatkan untuk penyuluhan hukum kehutanan untuk info alih tekhnologi, penerapan tekhnologi usaha tani, bisa juga untuk pengembangan tekhnologi jagung. Kerja sama? Sudah dari dulu, moril dan materiil)
Kehadiran radio ini juga dianggap ikut mempermudah tugas-tugas pemerintah dalam melayani masyarakat. Wakil Bupati Sumba Tengah Umbu Dondu mengatakan, lewat siaran radio, panjangnya mata rantai birokrasi bisa diputus.
Audio: (sebelum ada radio untuk sosialisasi kepada masyarakat terpaksa mengundang masyarakat dari kantor kecamatan, kantor desa, kirim surat dari kantor kecamatan sampai ke tingkat desa)
Dinas Kependudukan sudah merasakan efektifnya radio sebagai media komunikasi. Begitu bersiaran soal aturan pengeluaran KTP bagi warga Sumba Tengah, dinas langsung kebanjiran pengajuan pembuatan KTP. Kepala Dinas Kependudukan Sumba Tengah Umbu Besi.
Audio: (sebelumnya melalui surat tapi lebih efektif kalau masyarakat dengar langsung. Peran Radio ini? dengan media ini hamper tiap hari numpuk dikantor untuk urus KTP Akte.)
Pemerintah setempat sudah ancang-ancang akan memanfaatkan Radio Gogali secara optimal. Sudah ada keputusan, seluruh program dari kantor dinas harus disampaikan lewat radio ini.
Audio: (Pak Bupati sudah menegaskan ke semua Dinas. Media ini efektif untuk sosialisasikan program-program yang kita jalankan. Diminta tiap satuan kerja untuk memanfaatkan ini. Rata-rata persiapkan program yang bisa disalurkan lewat radio Gogali)
Audio: Suasana talkshow di Gogali
Kehidupan Sumba Tengah berubah seiring hadirnya Radio Gogali. Meski burung gogali yang asli Sumba Tengah sudah punah, akses informasi justru baru terbuka lebar lewat kehadiran radio komunitas ini.
Audio: Suasana siaran di antara dering telfon
Audio: Jingle Gogali
Dari sebuah bangunan yang dulunya Kantor Desa Wairasa, Kecamatan Katikutana, Sumba Tengah, Radio Gogali mengudara. Menyapa ribuan warga yang ada di lima kecamatan di Sumba Tengah, serta dua kecamatan di Sumba Barat dan Timur. Radio ini lewat bantuan KBR68H pada November tahun lalu, dengan bantuan dari Pemerintah Belanda. Direktur KBR68H Santoso mengatakan, Radio Gogali adalah radio pertama dan satu-satunya di kabupaten baru hasil pemekaran ini.
Audio: ( ada tiga tujuan pendirian radio Gogali. Pertama menjadikan radio Gogali sebagai sumber informasi untuk pencerdasan masyarakat. Kedua ingin menggunakan radio Gogali untuk sarana pendidikan yang dibutuhkan dan yang ketiga radio Gogali dapat dijadikan sarana hiburan bagi masyarakat. Agar masyarakat tidak stress. Untuk menguatkan fungsi radio, KBR masih akan mendampingi Radio Gogali dalam satu tahun ini) .
Sadar akan tingginya antusiasme pendengar, kru Radio Gogali juga bersiap-siap. Mereka membekali diri dengan pengetahuan yang cukup. Untuk itu, kata Fengky Jami, salah satu penyiar, mereka rela merogoh kocek sendiri.
Audio: ( untuk memenuhi kebutuhan pendengar kami banyak cari dari koran dan buku-buku contoh di ruang keluarga bisa hadirkan resep-resep makanan. Dan itu lebih banyak dicari dari buku-buku kemudian diimplementasikan ke radio)
Untuk bersiaran pun, para penyiar ini tak digaji.
Audio: suara siaran radio
Sebagai radio komunitas, kesejahteraan kru radio tak bisa disandingkan dengan penyiar radio komersil. Penyiar pun tak ada yang murni berlatar belakang penyiar. Ada yang ibu rumah tangga, gunu honorer, aktivitis LSM sampai remaja. Rambu Jeny adalah salah satu ibu rumah tangga yang kini bergabung sebagai penyiar di Radio Gogali.
Audio: ( Ikhlas tinggalkan pekerjaan dirumah. Demi masyarakat. Kenapa tergerak melayani masyarakata? Karena masyarakat disini masih lemah sekali, kalo tidak ada dukungan dari kita support kita sendiri dari sini masyarakat tidak akan punya inisiatif, penyiar dorong masyarakat terus maju)
Untuk melayani masyarakat, itulah moto Radio Gogali. SDM boleh terbatas, tapi semangat tak bisa dibendung.
Audio: Musik Sumba
Audio: ( saat ini saya berada Desa Waibakul Kecamatan Katikutana Sumba Tengah. Sebagai daerah baru hasil pemekaran dari SUmba Barat tidak heran jika kondisi sarana prasarana masih belum memadai. Di daerah ini belum memiliki satupun rumah sakit. Pelayanan kesehatan masyarakat mengandalkan fasilitas puskesmas.
Sumba Tengah resmi menjadi kabupaten baru pada tahun 2007. Daerah seluas 180 ribu hektar ini berpenduduk 67 ribu orang. Saking sedikitnya penduduk, jarak antar permukiman bisa mencapai 1 kilometer. Meski sudah dua tahun jadi kabupaten tersendiri, tak banyak perkembangan yang terjadi di sana.
Listrik serta sarana transportasi masih jauh dari ideal.
Audio: Stand Up di lapangan _( sarana transportasi juga belum memadai kar ena meskipun ada beberapa angkutan dari pusat kota ke kawasan Sumba Tengah itupun hanya melayani penumpang sampai jam 5sore. Sementara untuk gedung-gedung pemerintahan kondisinya masih sangat memprihatinkan. Kantor-kantor dinas misalnya rata-rata masih menempati ruangan yang sangat sederhana. Menemapati sebuah rumah kecil yang berukuran sekitar 7x8 Meter kemudian masi berada ditengah padang ilalang.
Dengan kondisi seperti ini, radio jadi media penghubung paling efektif.
Audio: Suasana suara siaran peresmian
Begitu Radio Gogali mengudara, warga Sumba Tengah beramai-ramai membeli pesawat radio. Atau mulai menghidupkan kembali pesawat radio yang selama ini teronggok begitu saja.
Audio: Suasana siaran radio dari rumah warga
Audio: Stand Up di lapangan _ (Radio Gogali sudah menjadi media yang benar-benar dibutuhkan oleh warga sebagai teman mereka dalam aktifitas mereka baik di rumah, perkantoran di pasar-pasar, disawah-sawah juga, sehingga untuk mendapatkan informasi dan hiburan saat ini mereka mengandalkan satu media radio Gogali. Sehingga tidak heran kalau rumah-rumah penduduk disekitar Sumba Tengah ini sepanjang hari hiburan yang bisa didengarkan dan juga meramaikan suasana rumah mereka hanya satu radio Gogali)
Audio: ( tidak pernah kasih mati radio. Kiat dengar semuaorang omong dari pagi sampai jam 9 malam. Selain Gogali dengar radio apa? Tidak ada. Ini sudah kita senang. Sebelum itu radio belum jadi, hanya pasang tape sajakan radio tape)
Audio: Anda masih mendengarkan radio Gogali FM 107.8. kami tunggu yang ingin begabung di nomor telepon 08123…
[Shinta Ardhany | KBR68H]
Audio: Suasana dering telpon radio
Dering telfon berbunyi tak putus-putus di studio Radio Gogali, Sumba Tengah, NTT. Saat itu tengah berlangsung dialog interaktif dengan narasumber Bupati Sumba Tengah, Umbu Sappi Pateduk.
Audio: Suasana dering telpon radio
Melky Suruk yang tengah memandu siaran sampai kewalahan. Satu penelfon berhenti, menyusul penelfon berikutnya. Puluhan penelfon memadati waktu siaran yang hanya berlangsung satu jam.
Audio: Suasana siaran Melky diantara dering telfon
Untuk radio lain, mungkin biasa saja. Tapi ini luar biasa bagi Radio Gogali yang kala itu masih dalam masa percobaan siaran, belum resmi mengudara.
Seny Dortia Bilaut, warga Anakalang, Sumba Tengah, mengaku senang dengan kehadiran Radio Gogali. Selama bertahun-tahun, fasilitas radio di telfon selularnya tidak berfungsi. Kini, Seny bisa mendengar informasi kapan saja, di mana saja.
Audio: (Gogali pertama dia adalah satu-satunya radio yang muncul di Sumba Tengah setelah pemekaran, dari fasilatas Hp kan ada radionya kita bisa fungsikan selama ini tdk difungsikan karena medianya tidak ada. Paling tidak kita senang untuk menghibur lelah penat apalagai acaranya saya pikir cara dia ada menghibur kita bagus sekali)
Sebagai daerah hasil pemekaran, Sumba Tengah tergolong daerah tertinggal. Fasilitas umum seperti rumah sakit, kantor polisi serta gendung pemerintahan, belum memadai. Begitu juga sarana informasi. Koran tak mudah dibeli, hanya oleh keluarga pejabat atau kaum terpelajar. Sementara TV, tak banyak warga setempat yang punya, kata tokoh masyarakat Anakalang, Sumba Tengah, Umbu Neka Jarawuli.
Audio: (Kehadiran Gogali bantu masyarakat dalam kaitan serap informasi. Tidak semua masyarakat punya TV, adanya radio ini masyarakat terima kasih. Koran? Belum ada. Koran-koran besar kadang 1 bulan satu kali baru sampai disini, karena masalah komunikasi darat transportasi kalo hanya dalam satu minggu sekali datang dan itu belum tentu datang dengan jumlah yang besar.)
Sulitnya mengakses informasi juga dirasakan ibu rumah tangga di Sumba Tengah. Tak ada sarana untuk menggali informasi soal rumah tangga, pendidikan anak dan kesehatan. Kalaupun ada majalah, hanya dibaca kelompok terbatas. Istri Wakil Bupati Sumba Tengah Rambu Jajul mengatakan, di Gogali, semua kebutuhan informasinya terpenuhi.
Audio: (Pengetahuan rumah tangga yang saya dengar dari radio ini bagus sekali tentang pendidikan anak, untuk rumah tangga banyak hal yang kami tahu)
Radio Gogali pun menjadi media komunikasi antar warga. Warga tak segan menelfon ke studio untuk berinteraksi, bahkan kalau harus pakai telfon selular yang terhitung mahal. Tokoh masyarakat Anakalang, Sumba Tengah, Umbu Neka Jarawuli.
Audio: (Telpon? Sering dalam berbagai kesempatan. Motivasi merangsang masyarakat. Radio ini sangat bermanfaat. Pulsa sendiri tidak rugi karena saya punya kemauan sendiri membesarkan radio secara menyeluruh, tersosialisasi dengan baik)
Tak hanya warga yang antusias dengan kehadiran Radio Gogali. Kalangan pejabat Sumba Tengah sudah mengantri menjadi narasumber radio ini. Dari BUpati, Ketua DPRD sampai Kepala Dinas.
Audio: Suasana talkshow di Gogali
Salah satu dinas yang sering memanfaatkan Radio Gogali adalah Dinas Pertanian. Kebanyakan dipakai untuk sosialisasi, kata Kepala Dinas Pertanian Sumba Tengah Martinus Jurumana. Cocok, hampir 80 persen warga setempat berprofesi sebagai petani.
Audio: (Pernah memanfaatkan untuk penyuluhan hukum kehutanan untuk info alih tekhnologi, penerapan tekhnologi usaha tani, bisa juga untuk pengembangan tekhnologi jagung. Kerja sama? Sudah dari dulu, moril dan materiil)
Kehadiran radio ini juga dianggap ikut mempermudah tugas-tugas pemerintah dalam melayani masyarakat. Wakil Bupati Sumba Tengah Umbu Dondu mengatakan, lewat siaran radio, panjangnya mata rantai birokrasi bisa diputus.
Audio: (sebelum ada radio untuk sosialisasi kepada masyarakat terpaksa mengundang masyarakat dari kantor kecamatan, kantor desa, kirim surat dari kantor kecamatan sampai ke tingkat desa)
Dinas Kependudukan sudah merasakan efektifnya radio sebagai media komunikasi. Begitu bersiaran soal aturan pengeluaran KTP bagi warga Sumba Tengah, dinas langsung kebanjiran pengajuan pembuatan KTP. Kepala Dinas Kependudukan Sumba Tengah Umbu Besi.
Audio: (sebelumnya melalui surat tapi lebih efektif kalau masyarakat dengar langsung. Peran Radio ini? dengan media ini hamper tiap hari numpuk dikantor untuk urus KTP Akte.)
Pemerintah setempat sudah ancang-ancang akan memanfaatkan Radio Gogali secara optimal. Sudah ada keputusan, seluruh program dari kantor dinas harus disampaikan lewat radio ini.
Audio: (Pak Bupati sudah menegaskan ke semua Dinas. Media ini efektif untuk sosialisasikan program-program yang kita jalankan. Diminta tiap satuan kerja untuk memanfaatkan ini. Rata-rata persiapkan program yang bisa disalurkan lewat radio Gogali)
Audio: Suasana talkshow di Gogali
Kehidupan Sumba Tengah berubah seiring hadirnya Radio Gogali. Meski burung gogali yang asli Sumba Tengah sudah punah, akses informasi justru baru terbuka lebar lewat kehadiran radio komunitas ini.
Audio: Suasana siaran di antara dering telfon
Audio: Jingle Gogali
Dari sebuah bangunan yang dulunya Kantor Desa Wairasa, Kecamatan Katikutana, Sumba Tengah, Radio Gogali mengudara. Menyapa ribuan warga yang ada di lima kecamatan di Sumba Tengah, serta dua kecamatan di Sumba Barat dan Timur. Radio ini lewat bantuan KBR68H pada November tahun lalu, dengan bantuan dari Pemerintah Belanda. Direktur KBR68H Santoso mengatakan, Radio Gogali adalah radio pertama dan satu-satunya di kabupaten baru hasil pemekaran ini.
Audio: ( ada tiga tujuan pendirian radio Gogali. Pertama menjadikan radio Gogali sebagai sumber informasi untuk pencerdasan masyarakat. Kedua ingin menggunakan radio Gogali untuk sarana pendidikan yang dibutuhkan dan yang ketiga radio Gogali dapat dijadikan sarana hiburan bagi masyarakat. Agar masyarakat tidak stress. Untuk menguatkan fungsi radio, KBR masih akan mendampingi Radio Gogali dalam satu tahun ini) .
Sadar akan tingginya antusiasme pendengar, kru Radio Gogali juga bersiap-siap. Mereka membekali diri dengan pengetahuan yang cukup. Untuk itu, kata Fengky Jami, salah satu penyiar, mereka rela merogoh kocek sendiri.
Audio: ( untuk memenuhi kebutuhan pendengar kami banyak cari dari koran dan buku-buku contoh di ruang keluarga bisa hadirkan resep-resep makanan. Dan itu lebih banyak dicari dari buku-buku kemudian diimplementasikan ke radio)
Untuk bersiaran pun, para penyiar ini tak digaji.
Audio: suara siaran radio
Sebagai radio komunitas, kesejahteraan kru radio tak bisa disandingkan dengan penyiar radio komersil. Penyiar pun tak ada yang murni berlatar belakang penyiar. Ada yang ibu rumah tangga, gunu honorer, aktivitis LSM sampai remaja. Rambu Jeny adalah salah satu ibu rumah tangga yang kini bergabung sebagai penyiar di Radio Gogali.
Audio: ( Ikhlas tinggalkan pekerjaan dirumah. Demi masyarakat. Kenapa tergerak melayani masyarakata? Karena masyarakat disini masih lemah sekali, kalo tidak ada dukungan dari kita support kita sendiri dari sini masyarakat tidak akan punya inisiatif, penyiar dorong masyarakat terus maju)
Untuk melayani masyarakat, itulah moto Radio Gogali. SDM boleh terbatas, tapi semangat tak bisa dibendung.
Audio: Musik Sumba
Audio: ( saat ini saya berada Desa Waibakul Kecamatan Katikutana Sumba Tengah. Sebagai daerah baru hasil pemekaran dari SUmba Barat tidak heran jika kondisi sarana prasarana masih belum memadai. Di daerah ini belum memiliki satupun rumah sakit. Pelayanan kesehatan masyarakat mengandalkan fasilitas puskesmas.
Sumba Tengah resmi menjadi kabupaten baru pada tahun 2007. Daerah seluas 180 ribu hektar ini berpenduduk 67 ribu orang. Saking sedikitnya penduduk, jarak antar permukiman bisa mencapai 1 kilometer. Meski sudah dua tahun jadi kabupaten tersendiri, tak banyak perkembangan yang terjadi di sana.
Listrik serta sarana transportasi masih jauh dari ideal.
Audio: Stand Up di lapangan _( sarana transportasi juga belum memadai kar ena meskipun ada beberapa angkutan dari pusat kota ke kawasan Sumba Tengah itupun hanya melayani penumpang sampai jam 5sore. Sementara untuk gedung-gedung pemerintahan kondisinya masih sangat memprihatinkan. Kantor-kantor dinas misalnya rata-rata masih menempati ruangan yang sangat sederhana. Menemapati sebuah rumah kecil yang berukuran sekitar 7x8 Meter kemudian masi berada ditengah padang ilalang.
Dengan kondisi seperti ini, radio jadi media penghubung paling efektif.
Audio: Suasana suara siaran peresmian
Begitu Radio Gogali mengudara, warga Sumba Tengah beramai-ramai membeli pesawat radio. Atau mulai menghidupkan kembali pesawat radio yang selama ini teronggok begitu saja.
Audio: Suasana siaran radio dari rumah warga
Audio: Stand Up di lapangan _ (Radio Gogali sudah menjadi media yang benar-benar dibutuhkan oleh warga sebagai teman mereka dalam aktifitas mereka baik di rumah, perkantoran di pasar-pasar, disawah-sawah juga, sehingga untuk mendapatkan informasi dan hiburan saat ini mereka mengandalkan satu media radio Gogali. Sehingga tidak heran kalau rumah-rumah penduduk disekitar Sumba Tengah ini sepanjang hari hiburan yang bisa didengarkan dan juga meramaikan suasana rumah mereka hanya satu radio Gogali)
Audio: ( tidak pernah kasih mati radio. Kiat dengar semuaorang omong dari pagi sampai jam 9 malam. Selain Gogali dengar radio apa? Tidak ada. Ini sudah kita senang. Sebelum itu radio belum jadi, hanya pasang tape sajakan radio tape)
Audio: Anda masih mendengarkan radio Gogali FM 107.8. kami tunggu yang ingin begabung di nomor telepon 08123…
[Shinta Ardhany | KBR68H]
Wednesday, March 18, 2009
Home Care Bagi Lansia
Seperti apa masa depan lansia Indonesia? Sebagian besar menyahut, ingin tetap bersama keluarga. Tapi tinggal bersama keluarga pun tak menjamin lansia merasa tenang dan bahagia menghabiskan masa senjanya. Program home care alias perawatan lansia di rumah pun hadir sebagai jalan tengah. Lansia tetap hidup di tengah keluarga, tapi tak kekurangan perhatian atau bantuan kebutuhan sehari-hari. Reporter KBR68H Citra Prastuti berkunjung ke Kelurahan Tegal Alur Jakarta Barat, tempat percontohan program home care di Jakarta.
Audio: (Suasana jalan kaki) Asalamualaikum.. Nek...Main Nek.. Ada tamu, mau wawancara..
Senyum Marhamah mengembang menerima kedatangan kami. Saya ditemani dua relawan pendamping lansia dari Yayasan Emong Lansia. Rumah Marhamah terhitung bagus dengan dinding tembok dan lantai keramik.
Di sini, Marhamah tinggal bersama anak cucunya. Anaknya bekerja sebagai supir merangkap kenek angkutan dengan penghasilan kecil. Karena usia, Marhamah tak lagi bekerja. Sebagai lansia yang didampingi Yayasan Emong Lansia dan Kelurahan Tegal Alur Jakarta Barat, ia kerap mendapat bantuan sembako.
Audio: Kayak kemarin ada pembagian beras bakal orang lansia. Ada pemeriksaan dari kantor-kantor nggak tau tuh. Pada ngomong cas cis cus. Hahaha. Udah pulangnya, dapat duit. Berapa ya nggak tau itu, gak diitung. Dapat beras. Nih Nek bawa pulang ya. Kalo ada apa-apa, nggak ketinggalan.
Ia senang kami datang. Meski tinggal bersama anak cucu, ia sering kesepian di rumah karena tak ada teman berbincang.
Audio: Udah ya Nek ya, makasih banyak. Udah nggak usah nganter, Nenek masuk saja. Jangan bosen-bosen datang. Sering-sering datang ke mari, enak ngobrol.
Total ada 900-an lansia yang tinggal di Kelurahan Tegal Alur. Baru 52 lansia yang didampingi Yayasan dan Kelurahan dalam program home care alias pendampingan lansia di rumah. Jumlah relawan masih sangat terbatas. Kondisi perekonomian para lansia yang masuk program home care beragam. Ada yang lumayan seperti Ibu Marhamah, ada juga yang sangat miskin.
Audio: Di jalan ini ada sederetan rumah yang dindingnnya dari tripleks. Di sini tertulis RT 03 RW 011 Kelurahan Tegal Alur. Kami tengah mencari rumah Pak Buang, lansia yang akan kita kunjungi bersama relawan dari Yayasan Emong Lansia.
Audio: Suasana di rumah Bapak Buang
Audio: Ibu Ain dan Pak Buang tinggal berdua, juga dengan anak dan cucu. Mereka tinggal di sebuah rumah berukuran 4x4 meter. Dindingnya dari tripleks, ada juga sebagian yang dari gedeg atau bambu. Mereka tinggal persis di pinggir Kali Manyar. Dan karena ini dekat dengan Bandara Soekarno Hatta sesekali terdengar suara pesawat seperti yang barusan terdengar. Jarak rumah ini dengan kali tidak sampai 2 meter, dan sangat kotor. Kalinya pun berwarna hitam dan bau.
Pak Buang Hidup tak bisa bicara, juga tak kuat berdiri, hanya bisa duduk di tempat tidur. Sementara Ibu Ain mengaku matanya tak lagi awas. Keduanya sudah sepuh.
Audio: (Ibu namanya?) Ain. (usianya?) Katanya 80. (Bapak?) 85 kali atau 80, nggak tau saya. (udah berapa lama tinggal di sini?) Lama banget. Lama.
Kedua lansia ini tinggal bersama anak dan cucu mereka. Anaknya bekerja sebagai kuli panggul. Bayarannya paling besar 50 ribu rupiah sekali angkut, itu pun tak tentu. Ibu Ain mengaku senang kalau dikunjungi seperti ini.
Audio: Maunya sih lebih sering, orang saya orang nggak punya. Dikasih lagi, saya kan girang bu. Kalo ada kunjungan kan enak. Orang kagak bisa nyari, diempanin. Yang ngempanin nggak ada.
Audio: Ini ada sedikit ya Bu. Tapi shalat jangan ditinggal. Cuma itu buat kita berangkat ke sana. Bapak salat nggak? Udah gini gimana bisa salat. Sambil duduk bisa Nek. Selonjor aja. Jangan ditinggal ya Nek salatnya. Nenek soalnya udah tua, nggak bawa bekal apa-apa. Yang kita bawa solat, amal ibadah kita. Kita pulang dulu ya.
Audio: Suasana Jalanan Tegal Alur
Dari rumah Pak Buang, saya dan Suci, salah satu relawan pendamping lansia, kembali ke kantor Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat. Sudah empat tahun, Suci menjadi relawan. Setiap pekan, ia rajin mendatangi rumah dua lansia yang menjadi tanggungjawabnya.
Audio: Saya punya dua lansia, dulu 6. Nggak boleh terlalu banyak, takut nggak mencapai. Nggak efektif. Yang kita bina takutnya nggak .. dalam keseriusan juga enggak. Karena sebentar, sharingnya gak bisa lama. Kalau dua kan focus, kita tau kesehatan dan perkembangan dia seperti apa. Sakitnya apa kita perhatiin.
Audio: Suasana Jalanan Tegal Alur
Sampai sekarang, program home care ini sudah diuji coba di 6 provinsi, dengan Kelurahan Tegal Alur sebagai proyek percontohan. Tegal Alur dipilih karena wilayah ini menjadi salah satu daerah miskin di Jakarta. Apa sebetulnya inti dari pelayanan lansia di rumah alias home care ini?
Audio: Suasana Jalanan Tegal Alur
Audio: Saat ini saya berada di salah satu ruangan di Kelurahan Tegal Alur.Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Di sini ada 15-an perempuan yang sedang mengantri untuk proses wawancara.Mereka akan mengajukan diri sebagai relawan pendamping lansia di kelurahan ini dalam program Home Care yang diadakan Yayasan Emong Lansia. Mereka maju satu per satu, ditanyakan motivasinya, keinginannya, lalu apa yang mendorong mereka untuk jadi relawan pendamping lansia.
Audio: Ibu Salmun. Ibu punya anak berapa?Anak 4, laki dua perempuan dua. Yang paling kecil umur berapa? Umur 9 tahun, paling besar sudah menikah. Bapak kerja di mana? Udah nggak kerja. Nggak kerja? Iya, udah di PHK.
Para relawan adalah tulang punggung berhasilnya program home care alias pendampingan lansia di rumah. Yang jadi relawan adalah warga yang tinggal di lingkungan tersebut, kebanyakan ibu rumah tangga. Meski peminatnya cukup banyak, tak semua pendaftar lolos seleksi. Supaya tak ada lansia yang kecewa kalau relawannya bandel, kata Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia.
Audio: Jangan sampai seorang pendamping kunjungi lansia, dia bilang mau, lalu besoknya dia tidak mau lagi. Kasian si lansia kan. Jadi kita tetap seleksi. Sebetulnya pertanyaan utama kami dalam menseleksi.. udah volunteer kok pakai seleksi segala, ibu kelewatan. Pertanyaan utama dalam seleksi adalah kenapa Anda mau jadi volunteer untuk lansia?
Sofyan Manurung, Koordinator Pelatih Relawan Pendamping Lansia, serta Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia kerap turun langsung mewawancarai para kandidat relawan.
Audio: Untuk seleksi yang pertama kita lihat dari status sosial ekonominya. Kalau pas-pasan, barangkali kita mau liat, kalau kita bicara relawan tidak ada dana. Full pengabdian. Karena ini untuk mendapatkan pahala ya. Kita coba liat itu. Kalau memang mapan, kenapa tidak. Kedua, masalah keikutsertaannya. Apakah ini karena ingin coba-coba, juga perlu waktu luang, dari segi keadaan anaknya berapa, kecil atau besar. Kalau anak masih bayi, apa mungkin mendampingi orang lain.
Audio: Ada yang bilang, saya nggak sempet kenal nenek saya. Biarlah nenek itu saya anggap nenek saya. Ada yang bilang panggilan hati nurani. Tapi ada yang bilang, oh cari pengalaman. Coret.
Karena bekerja tanpa bayaran, motivasi kuat adalah kunci utama diterimanya seseorang sebagai relawan pendamping lansia.
Audio: Ibu Suryati..
Suryati sudah diwawancarai pekan lalu. Hari ini dia datang untuk mengetahui diterima atau tidak sebagai relawan.
Audio: Rasanya hati ini terpanggil. Sejak saya ikut kegiatan Posyandu, kader jentik, setelah itu kan banyak pertemuan di sini. Hati saya terpanggil. Ah coba saya ingin mengabdikan yang tentang relawan seperti ini. Saya ingin tahu, untuk menambah ilmu saya.
Audio: Saya udah wawancara. Ibu, mungkin ada perubahan? Ibu masih puyna tekad untuk ikut? Masih. Nggak mbatalin? Nggak. Nggak Pak aku ingin menambah ilmu, wawasan. ..
(Ibu Suryati diterima nggak?) Iya, diterima.
Suci, yang sudah 4 tahun bekerja sebagai relawan, mengingatkan, tugas ini sangat berat.
Audio: Kita tahu kesehatan dan perkembangan dia seperti apa. Sakitnya apa, kita perhatiin. Nenek udah makan belum? Sehat Nek? Hari ini Nenek sudah jalan ke mana? Olahraga. Kan setiap datang kita pesan, Nenek kalau pagi jalan ya, kalo bisa sama cucunya. Atau sama anaknya, biar sehat.
Kalau diterima jadi relawan, maka langkah selanjutnya adalah ikut pelatihan, kata Sofyan Manurung, koordinator pelatih relawan pendamping lansia.
Audio: Di sana dilatih gimana mempraktikkan ilmu yang didapatkan sehingga bisa digunakan. Contoh gimana menuntun lansia yang pakai tongkat, gimana memindahkan lansia dari tempat tidur untuk duduk ke kursi roda, dari kursi roda ke tempat tidur. Relawan juga dilatih berbagai penyakit dan tanda penyakit untuk memudahkan mereka ke puskesmas setempat.
Sebagai relawan, mereka juga dibekali sebuah buku kecil. Mereka menyebutnya ‘buku kuning’, mengacu ke warna sampul buku. Ini adalah panduan merawat lansia, juga catatan hasil pertemuan mingguan antara relawan dengan lansia.
Audio: Saya sedang membaca buku panduan Home Care dan catatan kunjungan dari seorang lansia bernama Ibu Turmi. Tercatat ada kunjungan dilakukan pada 4 September 2006. Catatannya begini,”Ibu Darmi cerita, katanya lagi pusing, tapi sudah minum obat, sekarang tinggal lemesnya. Saya ke situ, Mbah Darmi lagi tidur-tiduran.” Lalu kunjungan berikutnya dilakukan 11 September 2006, berarti selang sekitar seminggu. “Hari ini saya ke rumah Mbah Darmi. Beliau sehat dan segar sekali. Katanya tadi habis ke rumah anaknya, kangen sama cucunya.”
Audio: Udah ya Nek ya, makasih banyak. Udah nggak usah nganter, Nenek masuk saja. Jangan bosen-bosen datang. Sering-sering datang ke mari, enak ngobrol.
Program pendampingan lansia di rumah ini memang menitikberatkan pada lingkungan di sekitar lansia. Bisa keluarga, bisa juga tetangga sekitar. Eva Sabdono, Ketua Yayasan Emong Lansia, percaya, nilai gotong royong masih hidup kuat di tengah masyarakat Indonesia.
Audio: Di Indonesia kan ada budaya yang sangat bagus yaitu gotong royong. Kalau kita membangkitkan perhatian dari masyarkaat, pasti itu bisa untuk menangani melalui yang kita sebut home care, pendampingan lanjut usia di rumah. Kalau ada anaknya ya kita kasih bimbingan. Kalau tidak anaknya ya tetangga-tetangganya. Memberi pendampingan bagi lansia di rumah. Budaya gotong royong itu masih ada di Indonesia.
Penghalang justru kerap datang dari keluarga, kata Eva. Ada saja keluarga yang tak mau orangtua mereka ikut program home care. Gengsi.
Audio: Tidak semua membutuhkan home care. Dan itu juga harus ada persetujuan dari lansia dan keluarga, bahwa dia setuju untuk diberikan pendampingan. Ada prosesnya. Ada yang tidak setuju. Alasannya? Itu sebetulnya hanya pride yang salah. Malu. Tapi itu kan salah. Kita tidak boleh memaksa. Jadi ada keluarga yang tidak setuju.
Dengan kondisi kesehatan yang makin baik di Indonesia, angka harapan hidup makin panjang. Kalau Indonesia sekarang masih dipandang sebagai negara muda, dengan jumlah penduduk usia produktif yang paling besar dibandingkan kelompok usia lainnya. Tapi, kondisi akan berubah.
Tahun 2050, satu dari empat orang Indonesia adalah lansia. Kalau sudah begini, sulit rasanya berharap pada Panti Werdha yang jumlahnya terbatas. Karenanya, bagi Sofyan Manurung, program pendampingan lansia di rumah atau home care adalah paduan sempurna kebahagiaan lansia dan tanggung jawab sosial.
Audio: Artinya lansia yang kita tangani bisa hidup ceria dan mandiri. Lansia ini kan sebenarnya tinggal menunggu panggilan. Nah apa salahnya dalam hari-hari tuanya ini diisi dengan kesenangan-kesenangan dia, tanpa satu beban dan juga dipersiapkan gimana bisa bertemu Khaliknya.
Audio: Ini ada sedikit ya Bu. Tapi shalat jangan ditinggal. Cuma itu buat kita berangkat ke sana. Bapak salat nggak? Udah gini gimana bisa salat. Sambil duduk bisa Nek. Selonjor aja. Jangan ditinggal ya Nek salatnya. Nenek soalnya udah tua, nggak bawa bekal apa-apa. Yang kita bawa solat, amal ibadah kita. Kita pulang dulu ya.
Audio: Udah ya Nek ya, makasih banyak. Udah nggak usah nganter, Nenek masuk saja. Jangan bosen-bosen datang. Sering-sering datang ke mari, enak ngobrol.
[Citra Prastuti | KBR68H]
Audio: (Suasana jalan kaki) Asalamualaikum.. Nek...Main Nek.. Ada tamu, mau wawancara..
Senyum Marhamah mengembang menerima kedatangan kami. Saya ditemani dua relawan pendamping lansia dari Yayasan Emong Lansia. Rumah Marhamah terhitung bagus dengan dinding tembok dan lantai keramik.
Di sini, Marhamah tinggal bersama anak cucunya. Anaknya bekerja sebagai supir merangkap kenek angkutan dengan penghasilan kecil. Karena usia, Marhamah tak lagi bekerja. Sebagai lansia yang didampingi Yayasan Emong Lansia dan Kelurahan Tegal Alur Jakarta Barat, ia kerap mendapat bantuan sembako.
Audio: Kayak kemarin ada pembagian beras bakal orang lansia. Ada pemeriksaan dari kantor-kantor nggak tau tuh. Pada ngomong cas cis cus. Hahaha. Udah pulangnya, dapat duit. Berapa ya nggak tau itu, gak diitung. Dapat beras. Nih Nek bawa pulang ya. Kalo ada apa-apa, nggak ketinggalan.
Ia senang kami datang. Meski tinggal bersama anak cucu, ia sering kesepian di rumah karena tak ada teman berbincang.
Audio: Udah ya Nek ya, makasih banyak. Udah nggak usah nganter, Nenek masuk saja. Jangan bosen-bosen datang. Sering-sering datang ke mari, enak ngobrol.
Total ada 900-an lansia yang tinggal di Kelurahan Tegal Alur. Baru 52 lansia yang didampingi Yayasan dan Kelurahan dalam program home care alias pendampingan lansia di rumah. Jumlah relawan masih sangat terbatas. Kondisi perekonomian para lansia yang masuk program home care beragam. Ada yang lumayan seperti Ibu Marhamah, ada juga yang sangat miskin.
Audio: Di jalan ini ada sederetan rumah yang dindingnnya dari tripleks. Di sini tertulis RT 03 RW 011 Kelurahan Tegal Alur. Kami tengah mencari rumah Pak Buang, lansia yang akan kita kunjungi bersama relawan dari Yayasan Emong Lansia.
Audio: Suasana di rumah Bapak Buang
Audio: Ibu Ain dan Pak Buang tinggal berdua, juga dengan anak dan cucu. Mereka tinggal di sebuah rumah berukuran 4x4 meter. Dindingnya dari tripleks, ada juga sebagian yang dari gedeg atau bambu. Mereka tinggal persis di pinggir Kali Manyar. Dan karena ini dekat dengan Bandara Soekarno Hatta sesekali terdengar suara pesawat seperti yang barusan terdengar. Jarak rumah ini dengan kali tidak sampai 2 meter, dan sangat kotor. Kalinya pun berwarna hitam dan bau.
Pak Buang Hidup tak bisa bicara, juga tak kuat berdiri, hanya bisa duduk di tempat tidur. Sementara Ibu Ain mengaku matanya tak lagi awas. Keduanya sudah sepuh.
Audio: (Ibu namanya?) Ain. (usianya?) Katanya 80. (Bapak?) 85 kali atau 80, nggak tau saya. (udah berapa lama tinggal di sini?) Lama banget. Lama.
Kedua lansia ini tinggal bersama anak dan cucu mereka. Anaknya bekerja sebagai kuli panggul. Bayarannya paling besar 50 ribu rupiah sekali angkut, itu pun tak tentu. Ibu Ain mengaku senang kalau dikunjungi seperti ini.
Audio: Maunya sih lebih sering, orang saya orang nggak punya. Dikasih lagi, saya kan girang bu. Kalo ada kunjungan kan enak. Orang kagak bisa nyari, diempanin. Yang ngempanin nggak ada.
Audio: Ini ada sedikit ya Bu. Tapi shalat jangan ditinggal. Cuma itu buat kita berangkat ke sana. Bapak salat nggak? Udah gini gimana bisa salat. Sambil duduk bisa Nek. Selonjor aja. Jangan ditinggal ya Nek salatnya. Nenek soalnya udah tua, nggak bawa bekal apa-apa. Yang kita bawa solat, amal ibadah kita. Kita pulang dulu ya.
Audio: Suasana Jalanan Tegal Alur
Dari rumah Pak Buang, saya dan Suci, salah satu relawan pendamping lansia, kembali ke kantor Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat. Sudah empat tahun, Suci menjadi relawan. Setiap pekan, ia rajin mendatangi rumah dua lansia yang menjadi tanggungjawabnya.
Audio: Saya punya dua lansia, dulu 6. Nggak boleh terlalu banyak, takut nggak mencapai. Nggak efektif. Yang kita bina takutnya nggak .. dalam keseriusan juga enggak. Karena sebentar, sharingnya gak bisa lama. Kalau dua kan focus, kita tau kesehatan dan perkembangan dia seperti apa. Sakitnya apa kita perhatiin.
Audio: Suasana Jalanan Tegal Alur
Sampai sekarang, program home care ini sudah diuji coba di 6 provinsi, dengan Kelurahan Tegal Alur sebagai proyek percontohan. Tegal Alur dipilih karena wilayah ini menjadi salah satu daerah miskin di Jakarta. Apa sebetulnya inti dari pelayanan lansia di rumah alias home care ini?
Audio: Suasana Jalanan Tegal Alur
Audio: Saat ini saya berada di salah satu ruangan di Kelurahan Tegal Alur.Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Di sini ada 15-an perempuan yang sedang mengantri untuk proses wawancara.Mereka akan mengajukan diri sebagai relawan pendamping lansia di kelurahan ini dalam program Home Care yang diadakan Yayasan Emong Lansia. Mereka maju satu per satu, ditanyakan motivasinya, keinginannya, lalu apa yang mendorong mereka untuk jadi relawan pendamping lansia.
Audio: Ibu Salmun. Ibu punya anak berapa?Anak 4, laki dua perempuan dua. Yang paling kecil umur berapa? Umur 9 tahun, paling besar sudah menikah. Bapak kerja di mana? Udah nggak kerja. Nggak kerja? Iya, udah di PHK.
Para relawan adalah tulang punggung berhasilnya program home care alias pendampingan lansia di rumah. Yang jadi relawan adalah warga yang tinggal di lingkungan tersebut, kebanyakan ibu rumah tangga. Meski peminatnya cukup banyak, tak semua pendaftar lolos seleksi. Supaya tak ada lansia yang kecewa kalau relawannya bandel, kata Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia.
Audio: Jangan sampai seorang pendamping kunjungi lansia, dia bilang mau, lalu besoknya dia tidak mau lagi. Kasian si lansia kan. Jadi kita tetap seleksi. Sebetulnya pertanyaan utama kami dalam menseleksi.. udah volunteer kok pakai seleksi segala, ibu kelewatan. Pertanyaan utama dalam seleksi adalah kenapa Anda mau jadi volunteer untuk lansia?
Sofyan Manurung, Koordinator Pelatih Relawan Pendamping Lansia, serta Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia kerap turun langsung mewawancarai para kandidat relawan.
Audio: Untuk seleksi yang pertama kita lihat dari status sosial ekonominya. Kalau pas-pasan, barangkali kita mau liat, kalau kita bicara relawan tidak ada dana. Full pengabdian. Karena ini untuk mendapatkan pahala ya. Kita coba liat itu. Kalau memang mapan, kenapa tidak. Kedua, masalah keikutsertaannya. Apakah ini karena ingin coba-coba, juga perlu waktu luang, dari segi keadaan anaknya berapa, kecil atau besar. Kalau anak masih bayi, apa mungkin mendampingi orang lain.
Audio: Ada yang bilang, saya nggak sempet kenal nenek saya. Biarlah nenek itu saya anggap nenek saya. Ada yang bilang panggilan hati nurani. Tapi ada yang bilang, oh cari pengalaman. Coret.
Karena bekerja tanpa bayaran, motivasi kuat adalah kunci utama diterimanya seseorang sebagai relawan pendamping lansia.
Audio: Ibu Suryati..
Suryati sudah diwawancarai pekan lalu. Hari ini dia datang untuk mengetahui diterima atau tidak sebagai relawan.
Audio: Rasanya hati ini terpanggil. Sejak saya ikut kegiatan Posyandu, kader jentik, setelah itu kan banyak pertemuan di sini. Hati saya terpanggil. Ah coba saya ingin mengabdikan yang tentang relawan seperti ini. Saya ingin tahu, untuk menambah ilmu saya.
Audio: Saya udah wawancara. Ibu, mungkin ada perubahan? Ibu masih puyna tekad untuk ikut? Masih. Nggak mbatalin? Nggak. Nggak Pak aku ingin menambah ilmu, wawasan. ..
(Ibu Suryati diterima nggak?) Iya, diterima.
Suci, yang sudah 4 tahun bekerja sebagai relawan, mengingatkan, tugas ini sangat berat.
Audio: Kita tahu kesehatan dan perkembangan dia seperti apa. Sakitnya apa, kita perhatiin. Nenek udah makan belum? Sehat Nek? Hari ini Nenek sudah jalan ke mana? Olahraga. Kan setiap datang kita pesan, Nenek kalau pagi jalan ya, kalo bisa sama cucunya. Atau sama anaknya, biar sehat.
Kalau diterima jadi relawan, maka langkah selanjutnya adalah ikut pelatihan, kata Sofyan Manurung, koordinator pelatih relawan pendamping lansia.
Audio: Di sana dilatih gimana mempraktikkan ilmu yang didapatkan sehingga bisa digunakan. Contoh gimana menuntun lansia yang pakai tongkat, gimana memindahkan lansia dari tempat tidur untuk duduk ke kursi roda, dari kursi roda ke tempat tidur. Relawan juga dilatih berbagai penyakit dan tanda penyakit untuk memudahkan mereka ke puskesmas setempat.
Sebagai relawan, mereka juga dibekali sebuah buku kecil. Mereka menyebutnya ‘buku kuning’, mengacu ke warna sampul buku. Ini adalah panduan merawat lansia, juga catatan hasil pertemuan mingguan antara relawan dengan lansia.
Audio: Saya sedang membaca buku panduan Home Care dan catatan kunjungan dari seorang lansia bernama Ibu Turmi. Tercatat ada kunjungan dilakukan pada 4 September 2006. Catatannya begini,”Ibu Darmi cerita, katanya lagi pusing, tapi sudah minum obat, sekarang tinggal lemesnya. Saya ke situ, Mbah Darmi lagi tidur-tiduran.” Lalu kunjungan berikutnya dilakukan 11 September 2006, berarti selang sekitar seminggu. “Hari ini saya ke rumah Mbah Darmi. Beliau sehat dan segar sekali. Katanya tadi habis ke rumah anaknya, kangen sama cucunya.”
Audio: Udah ya Nek ya, makasih banyak. Udah nggak usah nganter, Nenek masuk saja. Jangan bosen-bosen datang. Sering-sering datang ke mari, enak ngobrol.
Program pendampingan lansia di rumah ini memang menitikberatkan pada lingkungan di sekitar lansia. Bisa keluarga, bisa juga tetangga sekitar. Eva Sabdono, Ketua Yayasan Emong Lansia, percaya, nilai gotong royong masih hidup kuat di tengah masyarakat Indonesia.
Audio: Di Indonesia kan ada budaya yang sangat bagus yaitu gotong royong. Kalau kita membangkitkan perhatian dari masyarkaat, pasti itu bisa untuk menangani melalui yang kita sebut home care, pendampingan lanjut usia di rumah. Kalau ada anaknya ya kita kasih bimbingan. Kalau tidak anaknya ya tetangga-tetangganya. Memberi pendampingan bagi lansia di rumah. Budaya gotong royong itu masih ada di Indonesia.
Penghalang justru kerap datang dari keluarga, kata Eva. Ada saja keluarga yang tak mau orangtua mereka ikut program home care. Gengsi.
Audio: Tidak semua membutuhkan home care. Dan itu juga harus ada persetujuan dari lansia dan keluarga, bahwa dia setuju untuk diberikan pendampingan. Ada prosesnya. Ada yang tidak setuju. Alasannya? Itu sebetulnya hanya pride yang salah. Malu. Tapi itu kan salah. Kita tidak boleh memaksa. Jadi ada keluarga yang tidak setuju.
Dengan kondisi kesehatan yang makin baik di Indonesia, angka harapan hidup makin panjang. Kalau Indonesia sekarang masih dipandang sebagai negara muda, dengan jumlah penduduk usia produktif yang paling besar dibandingkan kelompok usia lainnya. Tapi, kondisi akan berubah.
Tahun 2050, satu dari empat orang Indonesia adalah lansia. Kalau sudah begini, sulit rasanya berharap pada Panti Werdha yang jumlahnya terbatas. Karenanya, bagi Sofyan Manurung, program pendampingan lansia di rumah atau home care adalah paduan sempurna kebahagiaan lansia dan tanggung jawab sosial.
Audio: Artinya lansia yang kita tangani bisa hidup ceria dan mandiri. Lansia ini kan sebenarnya tinggal menunggu panggilan. Nah apa salahnya dalam hari-hari tuanya ini diisi dengan kesenangan-kesenangan dia, tanpa satu beban dan juga dipersiapkan gimana bisa bertemu Khaliknya.
Audio: Ini ada sedikit ya Bu. Tapi shalat jangan ditinggal. Cuma itu buat kita berangkat ke sana. Bapak salat nggak? Udah gini gimana bisa salat. Sambil duduk bisa Nek. Selonjor aja. Jangan ditinggal ya Nek salatnya. Nenek soalnya udah tua, nggak bawa bekal apa-apa. Yang kita bawa solat, amal ibadah kita. Kita pulang dulu ya.
Audio: Udah ya Nek ya, makasih banyak. Udah nggak usah nganter, Nenek masuk saja. Jangan bosen-bosen datang. Sering-sering datang ke mari, enak ngobrol.
[Citra Prastuti | KBR68H]
Tuesday, March 17, 2009
Menata Masa Depan Lansia
Hampir seperempat jumlah pekerja di Indonesia adalah pekerja informal. Mereka tak punya penghasilan tetap, apalagi pensiun untuk masa tua. Sekarang usia mereka mungkin masih produktif, tubuh sehat untuk bekerja siang malam. Tapi bagaimana kelak nasib mereka di masa tua? Reporter KBR68H Citra Prastuti dan Ziphora Robina dari Radio Internasional Jerman Deutsche Welle berbincang dengan Grup Dangdut Rembulan, sembari mencari tahu rencana besar pemerintah untuk mengurus lansia.
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen: Aku merasakan di malam pertama, begitu dingin, seakan tak punya cinta…
Audio: (Nama grupnya apa sih?) Rembulan Grup. (Sebagai penyanyi di kafe dapat penghasilan berapa, setiap bulan?) Kita nggak dihitung bulan, paling harian, saweran. Kita ngitung pendapatan dari saweran. Kalo lagi rame, ya rame. Kalo lagi sepi ya kadang sama sekali nggak dapet. Kalo lagi rame bisa di atas 40 ribu. Kadang 100. Kalo lagi sepi, kadang 5 ribu. Kadang sama sekali nggak dapat. (Dari kafenya sendiri?) Paling uang makan doang, buat transport.
Siang mengamen di jalanan, malam nyanyi di kafe dangdut Lone Star di Jakarta Pusat. Grup Rembulan terdiri dari Daru, Rena dan Edi, semuanya sudah berkeluarga. Rena dan Edi 26 tahun, sementara Daru 30-an tahun. Grup ini terbentuk sejak lebih lima tahun silam. Sebagai musisi kelas bawah, pendapatan mereka kecil, juga tak pasti.
Audio: Suasana ngamen: Lagu apa nih. Jreng jreng. Bagai disayat-sayat, sakitnya hati, betapa sakitnya hati.. Bagai diremas-remas, hancurnya jiwa, betapa hancurnya jiwa…
Audio: Suasana Jalan Wahid Hasyim
Audio: 70 persen pekerja di Indonesia adalah pekerja di sektor informal yang tidak punya penghasilan tetap dan tidak punya tabungan pensiun untuk masa tua. Mereka bisa bekerja di berbagai bidang, dari berjualan di pinggir jalan sampai menarik bajaj seperti yang dilakukan Pak Saim, laki-laki asal Tegal yang sudah menarik bajaj selama 10 tahun. Ia punya tanggungan keluarga dengan tiga anak, tapi sampai sekarnag ia tidak punya tabungan atau persiapan untuk masa tuanya.
Audio: (Sebulan bisa ngirim berapa?) Nggak tentu. Kadang 300, kadang bisa 400. Kadang kalo nggak ada, cukup untuk jajan anak, 100 ribu juga kirim. (Bisa nabung untuk hari tua?) Nggak bisa kayaknya. Belum bisa. Keadaannya begini. (Rencana hari tua?) Kemungkinan kalo udah begini paling pulang ke kampong. (Di kampung mau ngapain?) Mungkin kerja tani, gitu aja. (Nggak ada tabungan sama sekali?) Nggak ada.
Audio: Suasana bajaj
Audio: Suasana Edi bikin keset
Edi dulunya juga pekerja jalanan. Jadi pemulung, dengan pendapatan cuma sekitar 250 ribu per bulan. Tapi usia kepala 6 membuat Edi harus menyerah di tangan Satpol PP yang merazianya. Sejak lima bulan silam, ia jadi penghuni Panti Werdha milik Dinas Sosial Jakarta. Lokasinya di Marga Guna, Jakarta Selatan.
Audio: Ini lagi bikin keset, injekan, alas kaki. (Bahannya apa?) Dari kain katun. Macem-macem, ada yang kasar dan halus. (Setiap hari bikin keset ini?) Kalau ini sih iseng aja, jadi nggak rutin bener. Jadi kalau tempo hari kan saya masih belajar, jadi lamaa bikinnya. Seminggu baru dapat satu, sekarnag satu hari satu.
Audio: Suasana di panti werdha
Di panti ini, Edi tinggal bersama 150-an lansia lainnya di dalam 8 barak yang tersedia. Mayoritas penghuninya adalah perempuan. Alasan mereka masuk panti bermacam-macam. Ada yang kena garuk seperti Edi, ada juga yang secara sadar memilih masuk panti. Seperti Umi, Maria dan Bolot.
Audio: Ibu kenapa tinggal di panti? (terdiam) Terus terang saya karena nggak punya anak. Dan saya tidak ingin menyusahkan saya punya keluarga. (nangis).
Audio: Saya nggak punya orangtua, nggak punya suami, nggak punya anak. Daripada kita ikut keponakan gitu, atau temen-temen, ya saya udah deh mau pasrah aja tinggal di panti. Kalo di panti kan enak, banyak sodara.
Audio: Karena sudah nggak bisa kerja, keluarga nggak mau tau. Kita udah nggak kerja, daripada jadi beban, kita kan repot sendiri. Kaki udah nggak mampu untuk jalan, dan tangan kiri juga nggak bisa untuk kerja. Kita kan diurus di sini.
Audio: Suasana di panti werdha
Saat ini tercatat ada 19 juta lansia di seluruh tanah air. Hampir 3 juta lansia masuk kategori miskin dan terlantar. Ini baru data tahun 2004, lima tahun lalu, yang masuk dipakai Departemen Sosial. Sisanya, hanya 10 persen yang mengantongi pensiun untuk menopang hari tua mereka.
Audio: Atun nyanyi Mars Lansia
Atun, penghuni Panti Werdha di Marga Guna menyanyikan Mars Lansia.
Sekarang Indonesia masih terhitung sebagai negara muda, dengan jumlah penduduk usia muda yang lebih banyak. Tapi 15 tahun lagi, jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan bakal melonjak tinggi karena kualitas kesehatan membaik dan angka harapan hidup makin tinggi. Kelak, satu dari empat orang Indonesia adalah lansia.
Sekitar 70 persen pekerja usia produktif saat ini bergerak di sektor informal. Tanpa pemasukan pasti, tanpa pensiun, seperti apa masa tua mereka kelak?
Audio Mars Lansia: Badan sehat jiwa kuat, sambut masa yang kan datang. Mutu hidup pun meningkat, masa tua bahagia…
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen: (suara kendang) Untuk apa kebun yang indah… tanpa kemesraan bagaikan boneka…
Audio: (Dengan penghasilan segitu, cukup?) Kalo halal, ya cukup. (Dengan penghasilan sekarang, punya tabungan?) Belum, hehehe. Kadang dapat uang, habis. Kalo musim ujan nggak jalan. Kalo siang ujan, kan malam jadi sepi juga. Siang juga nggak jalan. Di rumah aja. Nggak ada usaha lain.
Rena, Daru dan Edi dari Grup Rembulan belum punya rencana apa-apa untuk masa depan mereka. Uang yang didapat hari ini terlalu sedikit untuk disimpan buat esok lusa. Apalagi untuk masa tua.
Kalau keuangan tak dijaga ketat, sangat mungkin mereka kelak masuk dalam kategori lansia miskin dan terlantar.
Audio: Sekarang kita mencari rumah lansia berikutnya yaitu Bapak Buang Hidup.
Di jalan ini ada sederetan rumah yang dindingnnya dari tripleks. Di sini tertulis RT 03 RW 011 Kelurahan Tegal Alur. Kami tengah mencari rumah Pak Buang, lansia yang akan kita kunjungi bersama relawan dari Yayasan Emong Lansia.
Ain dan Buang Hidup, pasangan lansia usia 80-an tahun ini, tinggal bersama anak cucu, di sepetak rumah ukuran 4x4 meter dengan dinding tripleks dan gedek. Rumah mereka persis di pinggir Kali Gang Manyar, Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat, dekat Bandara Soekarno Hatta. Kali ini hitam pekat, penuh sampah. Satu-satunya penghasilan datang dari anak mereka, yang bekerja jadi buruh panggul.
Audio: Anak saya? Kalo lagi ada panggulan ya manggul. Kalo enggak ya ngerawat saya. Anak saya laki doang satu, ngikutin saya. (Penghasilan anak ibu?) Penghasilan ya.. manggul paling 20-50. Paling banyak dapet 50, kalo enggak paling 20. (Itu cukup?) Itu cukup nggak cukup dah. Abis pegimana, saya orang nggak punya, mau ke mana. Nggak ada yang dijual-jual. Cukup nggak cukup ya udah segitu saya.
Kedua lansia ini adalah bagian dari lansia yang didampingi lewat program home care atau perawatan lansia di rumah. Lansia tetap tinggal bersama keluarga, sekaligus mendapat bantuan dari para relawan pendamping yang tak digaji. Bantuannya bisa berupa sembako untuk sehari-hari, atau sekadar limpahan perhatian.
Audio: Maunya sih lebih sering, orang saya orang nggak punya. Dikasih lagi, saya kan girang bu. Kalo ada kunjungan kan enak. Orang kagak bisa nyari, diempanin. Yang ngempanin nggak ada.
Audio: Ini ada sedikit ya Bu. Tapi shalat jangan ditinggal. Cuma itu buat kita berangkat ke sana. Bapak salat nggak? Udah gini gimana bisa salat. Sambil duduk bisa Nek. Selonjor aja. Jangan ditinggal ya Nek salatnya. Nenek soalnya udah tua, nggak bawa bekal apa-apa. Yang kita bawa solat, amal ibadah kita. Kita pulang dulu ya.
Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia ada di belakang program home care di Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat, salah satu daerah tertinggal di ibukota. Program pendampingan lansia di sana adalah proyek percontohan. Sekarang ada 6 kota di Indonesia yang menjalankan program serupa.
Audio: Tapi kan banyak lansia yang terlantar karena tidak ada yang bisa kasih perhatian. Dia di rumah tapi terlantar. Tapi yang di jalnaan kan tidak ada jalan lain kecuali memasukkan ke panti karena kan mereka butuh shelter. Masih banyak yang tinggal di rumah tapi miskin, anaknya juga miskin banyak yang nganggur, lalu gimana. Kami memang sudah ada sasarannya. Lansia yang tinggal sendiri, sakit-sakitan, bed ridden, dll. Ini sasaran dari home care.
Dari 19 juta lansia yang ada sekarang, 15 persen diantaranya hidup miskin dan terlantar. Hampir 3 juta lansia inilah yang jadi PR besar bagi Departemen Sosial. Mereka masuk kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, PMKS. Sialnya, dana mengurus lansia cekak, kata Sekjen Depsos Chazali Situmorang.
Audio: Wah kalo persen, nggak usah cerita lansia aja lah. Cerita Depsos dari 1030 triliun, anggaran yang diberikan hanya 3.4 triliun. Departemen ya. Jadi kalau ditukikkan lagi ke lansianya. Itu Cuma nol koma nol berapa persen itu. Jadi untuk cerita lansia, saya susah deh. Paling puluhan miliar lah. Jadi nggak usah presentase, karena digitnya nol koma nol.
Kalau dibandingkan 220 juta penduduk Indonesia, lansia yang 19 juta mungkin terlihat sedikit. Tapi percayalah, dengan kualitas kesehatan yang terus meningkat, jumlah lansia akan terus bertambah. Di sisi lain, kebanyakan pekerja muda sekarang adalah pekerja sektor informal yang pemasukannya pasang surut, tak terpikirkan untuk menyisihkan pensiun. Padahal, kata Eva, mereka juga sudah bekerja demi negara sehingga sudah selayaknya ikut dipikirkan oleh negara.
Audio: Lansia miskin itu 2.7. Yang tertangani dengan berbagai program, itu belum sampai 500 ribu. Dibandingkan 2.7, yang ditangani baru paling 300-an, itu kan kecil sekali. Dan bagiamana, kan tidak bisa semua masuk panti? Ada yang bisa di home care. Tidak semua bisa masuk home care. Lalu kenapa kita tidak punya jaminan hari tua. Kan mereka juga sudah bekerja untuk Negara. Kenapa tidak ada perhatian? Mereka dapat pensiun dari mana?
Sejak 2004, Indonesia sudah punya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Oktober tahun ini, mestinya aturan dalam UU tersebut sudah direalisasikan. Bagian kelima UU SJSN mengatur soal Jaminan Pensiun. Pesertanya adalah pekerja yang telah membayar iuran.
Karena ada iuran inilah, menurut Sekjen Depsos, yang juga anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional DJSN Chazali Situmorang, pemerintah memprioritaskan pemberian pensiun kepada pekerja di sektor formal.
Audio: Di dalam UU itu, hak pensiun masih diutamakan kepada yang bekerja. Jadi bekerja di sektor formal. Ya itulah, karena pemerintah kalau semua dibuka, semua dapat pensiun, nggak mampu juga kan anggarannya. Kan sudah diperhitungkan. Bagaimana suatu UU diterbitkan kalau tidak bisa dilaksanakan?
Artinya ada 70 persen pekerja sektor informal yang kelak terancam jadi lansia terlantar, kalau Negara tak menyiapkan skema pengaman hari tua. Sejauh ini, Depsos yang bertugas mengurus lansia mengandalkan pada program Jaminan Sosial Lanjut Usia, lewat pemberian uang 300 ribu per orang per bulan. Tapi lagi-lagi, semua tergantung anggaran Negara, kata Chazali Situmorang, Sekjen Depsos. Dan itu, cekak.
Audio: Ke depan kalau anggaran memungkinkan kita akan berupaya supaya yang dapat jaminan sosial lebih banyak lagi. Inilah tugas pemerintah. Kalau anggaran bertambah, atau CSR kita jalan, kita bisa dorong ini. Ini kan sangat efektif. Dengan memberikan bantuan lansia ini, segmennya jelas dan dia tidak jadi beban keluarga itu.
Audio: Suasana dalam omprengan
Farid yang supir omprengan, Leni yang penjaga toko telepon selular dan Sumpena yang pedagang asongan, tak berani merancang masa tua mereka kelak.
Audio: Persiapan untuk hari tua? Belum. Ya nggak butuh apa-apa. Yang penting kecukupan saja untuk anak sekolah. Buat masa tua belum kepikiran. Kalo ada modal, usaha, biar ada untuk masa tua. Saking gak ada modal, terpaksa gini, sampai tua pun jadi.
Audio: Untuk masa tua? Masih pingin kerja kalau bisa kerja. Sampai nggak bisa kali, sampai 35 tahun. Abis itu berhenti? Iya. Kalo udah berhenti kerja? Mau usaha di rumah.
Audio: (Penghasilan sebulan?) Nggak tentu. Kadang 30, kadang 25 ribu, sehari. (Persiapan buat hari tua?) Belum, baru ngumpul-ngumpul aja. Duit gitu. (Rencana hari tua?) Kalo udah punya duit mah diem aja di rumah.
Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia tak banyak berharap pada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dengan sistem dan pendataan lansia yang sulit diandalkan, bisa-bisa nasib lansia baru membaik setelah dua generasi. Karenanya, Eva lebih percaya kepada persiapan tiap orang untuk masa depannya masing-masing.
Audio: Masing-masing harus juga memikirkan. Jangan terlalu harpakan pemerintah yang akan memelihara kita. Kita sendiri juga harus bertanggung jawab. Sekarang 85 persen lansia oke, berarti kan mereka mempersiapkan diri. Tapi nanti kan berubah, kita gak mengharapkan apa-apa dari pemerintah. Jangan mengharapkan, Anda menjadi tua dan akan dibantu pemerintah. Jangan harapkan itu. Secara logika nggak mungkin.
Audio: Suasana Anto bikin rujak, Garam, sambel? Ini mangganya mangga rujak ya.
Sembari memotong mangga, semangka, jambu dan pepaya, serta menambahkan bumbu kacang, Anto bercerita soal persiapan hari tuanya. Pendapatan sebagai tukang rujak akan dipakai untuk pulang kampung dan nyawah, kata dia.
Audio: (Bapak dengan tiap hari bisa dapat 400 ribu, puyna tabungan?) Sedikit-sedikit ada sih. Ada lah. (Persiapan untuk hari tua?) Ada lah sedikit-sedikit. (Persiapannya apa saja?) Beli tanah, persiapan bikin rumah, beli sapi kambing. Tabungannya di situ doing. Kalo tabungan di bank, nggak ada. (Kalo udah tua, Bapak nggak punya penghasilan, nggak bisa dagang rujak lagi, gimana persiapannya?) Satu-satunya paling kalo udah mentok ya tani. Kan kita udah beli tanah. Kalo udah mentok, tenaga udah lemah, paling tani. Di rumah sambil dagang kecil-kecilan. Planning saya begitu doang.
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen, Aku merasakan di malam pertama, begitu dingin, seakan tak punya cinta…
Sementara Rena, Daru dan Edi tak kuasa memikirkan bagaimana masa tua mereka kelak.
Audio: Suasana Grup Rembulan, (Nggak ada tabungan, kira-kira persiapannya gimana?) Nggak tau juga deh, belum mikir ke sono ya. Nggak ada pensiunannya di musik, nggak ada yang gaji. Ada yang gaji, tukang sate, hahaha.
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen, Jeraa.. bercintaaa.. Jeraaa.. jera jera jera jeraaa.. Jeraaa.. bercinta jera jera jera jera…
[Citra Prastuti KBR68H | Ziphora Robina DW]
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen: Aku merasakan di malam pertama, begitu dingin, seakan tak punya cinta…
Audio: (Nama grupnya apa sih?) Rembulan Grup. (Sebagai penyanyi di kafe dapat penghasilan berapa, setiap bulan?) Kita nggak dihitung bulan, paling harian, saweran. Kita ngitung pendapatan dari saweran. Kalo lagi rame, ya rame. Kalo lagi sepi ya kadang sama sekali nggak dapet. Kalo lagi rame bisa di atas 40 ribu. Kadang 100. Kalo lagi sepi, kadang 5 ribu. Kadang sama sekali nggak dapat. (Dari kafenya sendiri?) Paling uang makan doang, buat transport.
Siang mengamen di jalanan, malam nyanyi di kafe dangdut Lone Star di Jakarta Pusat. Grup Rembulan terdiri dari Daru, Rena dan Edi, semuanya sudah berkeluarga. Rena dan Edi 26 tahun, sementara Daru 30-an tahun. Grup ini terbentuk sejak lebih lima tahun silam. Sebagai musisi kelas bawah, pendapatan mereka kecil, juga tak pasti.
Audio: Suasana ngamen: Lagu apa nih. Jreng jreng. Bagai disayat-sayat, sakitnya hati, betapa sakitnya hati.. Bagai diremas-remas, hancurnya jiwa, betapa hancurnya jiwa…
Audio: Suasana Jalan Wahid Hasyim
Audio: 70 persen pekerja di Indonesia adalah pekerja di sektor informal yang tidak punya penghasilan tetap dan tidak punya tabungan pensiun untuk masa tua. Mereka bisa bekerja di berbagai bidang, dari berjualan di pinggir jalan sampai menarik bajaj seperti yang dilakukan Pak Saim, laki-laki asal Tegal yang sudah menarik bajaj selama 10 tahun. Ia punya tanggungan keluarga dengan tiga anak, tapi sampai sekarnag ia tidak punya tabungan atau persiapan untuk masa tuanya.
Audio: (Sebulan bisa ngirim berapa?) Nggak tentu. Kadang 300, kadang bisa 400. Kadang kalo nggak ada, cukup untuk jajan anak, 100 ribu juga kirim. (Bisa nabung untuk hari tua?) Nggak bisa kayaknya. Belum bisa. Keadaannya begini. (Rencana hari tua?) Kemungkinan kalo udah begini paling pulang ke kampong. (Di kampung mau ngapain?) Mungkin kerja tani, gitu aja. (Nggak ada tabungan sama sekali?) Nggak ada.
Audio: Suasana bajaj
Audio: Suasana Edi bikin keset
Edi dulunya juga pekerja jalanan. Jadi pemulung, dengan pendapatan cuma sekitar 250 ribu per bulan. Tapi usia kepala 6 membuat Edi harus menyerah di tangan Satpol PP yang merazianya. Sejak lima bulan silam, ia jadi penghuni Panti Werdha milik Dinas Sosial Jakarta. Lokasinya di Marga Guna, Jakarta Selatan.
Audio: Ini lagi bikin keset, injekan, alas kaki. (Bahannya apa?) Dari kain katun. Macem-macem, ada yang kasar dan halus. (Setiap hari bikin keset ini?) Kalau ini sih iseng aja, jadi nggak rutin bener. Jadi kalau tempo hari kan saya masih belajar, jadi lamaa bikinnya. Seminggu baru dapat satu, sekarnag satu hari satu.
Audio: Suasana di panti werdha
Di panti ini, Edi tinggal bersama 150-an lansia lainnya di dalam 8 barak yang tersedia. Mayoritas penghuninya adalah perempuan. Alasan mereka masuk panti bermacam-macam. Ada yang kena garuk seperti Edi, ada juga yang secara sadar memilih masuk panti. Seperti Umi, Maria dan Bolot.
Audio: Ibu kenapa tinggal di panti? (terdiam) Terus terang saya karena nggak punya anak. Dan saya tidak ingin menyusahkan saya punya keluarga. (nangis).
Audio: Saya nggak punya orangtua, nggak punya suami, nggak punya anak. Daripada kita ikut keponakan gitu, atau temen-temen, ya saya udah deh mau pasrah aja tinggal di panti. Kalo di panti kan enak, banyak sodara.
Audio: Karena sudah nggak bisa kerja, keluarga nggak mau tau. Kita udah nggak kerja, daripada jadi beban, kita kan repot sendiri. Kaki udah nggak mampu untuk jalan, dan tangan kiri juga nggak bisa untuk kerja. Kita kan diurus di sini.
Audio: Suasana di panti werdha
Saat ini tercatat ada 19 juta lansia di seluruh tanah air. Hampir 3 juta lansia masuk kategori miskin dan terlantar. Ini baru data tahun 2004, lima tahun lalu, yang masuk dipakai Departemen Sosial. Sisanya, hanya 10 persen yang mengantongi pensiun untuk menopang hari tua mereka.
Audio: Atun nyanyi Mars Lansia
Atun, penghuni Panti Werdha di Marga Guna menyanyikan Mars Lansia.
Sekarang Indonesia masih terhitung sebagai negara muda, dengan jumlah penduduk usia muda yang lebih banyak. Tapi 15 tahun lagi, jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan bakal melonjak tinggi karena kualitas kesehatan membaik dan angka harapan hidup makin tinggi. Kelak, satu dari empat orang Indonesia adalah lansia.
Sekitar 70 persen pekerja usia produktif saat ini bergerak di sektor informal. Tanpa pemasukan pasti, tanpa pensiun, seperti apa masa tua mereka kelak?
Audio Mars Lansia: Badan sehat jiwa kuat, sambut masa yang kan datang. Mutu hidup pun meningkat, masa tua bahagia…
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen: (suara kendang) Untuk apa kebun yang indah… tanpa kemesraan bagaikan boneka…
Audio: (Dengan penghasilan segitu, cukup?) Kalo halal, ya cukup. (Dengan penghasilan sekarang, punya tabungan?) Belum, hehehe. Kadang dapat uang, habis. Kalo musim ujan nggak jalan. Kalo siang ujan, kan malam jadi sepi juga. Siang juga nggak jalan. Di rumah aja. Nggak ada usaha lain.
Rena, Daru dan Edi dari Grup Rembulan belum punya rencana apa-apa untuk masa depan mereka. Uang yang didapat hari ini terlalu sedikit untuk disimpan buat esok lusa. Apalagi untuk masa tua.
Kalau keuangan tak dijaga ketat, sangat mungkin mereka kelak masuk dalam kategori lansia miskin dan terlantar.
Audio: Sekarang kita mencari rumah lansia berikutnya yaitu Bapak Buang Hidup.
Di jalan ini ada sederetan rumah yang dindingnnya dari tripleks. Di sini tertulis RT 03 RW 011 Kelurahan Tegal Alur. Kami tengah mencari rumah Pak Buang, lansia yang akan kita kunjungi bersama relawan dari Yayasan Emong Lansia.
Ain dan Buang Hidup, pasangan lansia usia 80-an tahun ini, tinggal bersama anak cucu, di sepetak rumah ukuran 4x4 meter dengan dinding tripleks dan gedek. Rumah mereka persis di pinggir Kali Gang Manyar, Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat, dekat Bandara Soekarno Hatta. Kali ini hitam pekat, penuh sampah. Satu-satunya penghasilan datang dari anak mereka, yang bekerja jadi buruh panggul.
Audio: Anak saya? Kalo lagi ada panggulan ya manggul. Kalo enggak ya ngerawat saya. Anak saya laki doang satu, ngikutin saya. (Penghasilan anak ibu?) Penghasilan ya.. manggul paling 20-50. Paling banyak dapet 50, kalo enggak paling 20. (Itu cukup?) Itu cukup nggak cukup dah. Abis pegimana, saya orang nggak punya, mau ke mana. Nggak ada yang dijual-jual. Cukup nggak cukup ya udah segitu saya.
Kedua lansia ini adalah bagian dari lansia yang didampingi lewat program home care atau perawatan lansia di rumah. Lansia tetap tinggal bersama keluarga, sekaligus mendapat bantuan dari para relawan pendamping yang tak digaji. Bantuannya bisa berupa sembako untuk sehari-hari, atau sekadar limpahan perhatian.
Audio: Maunya sih lebih sering, orang saya orang nggak punya. Dikasih lagi, saya kan girang bu. Kalo ada kunjungan kan enak. Orang kagak bisa nyari, diempanin. Yang ngempanin nggak ada.
Audio: Ini ada sedikit ya Bu. Tapi shalat jangan ditinggal. Cuma itu buat kita berangkat ke sana. Bapak salat nggak? Udah gini gimana bisa salat. Sambil duduk bisa Nek. Selonjor aja. Jangan ditinggal ya Nek salatnya. Nenek soalnya udah tua, nggak bawa bekal apa-apa. Yang kita bawa solat, amal ibadah kita. Kita pulang dulu ya.
Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia ada di belakang program home care di Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat, salah satu daerah tertinggal di ibukota. Program pendampingan lansia di sana adalah proyek percontohan. Sekarang ada 6 kota di Indonesia yang menjalankan program serupa.
Audio: Tapi kan banyak lansia yang terlantar karena tidak ada yang bisa kasih perhatian. Dia di rumah tapi terlantar. Tapi yang di jalnaan kan tidak ada jalan lain kecuali memasukkan ke panti karena kan mereka butuh shelter. Masih banyak yang tinggal di rumah tapi miskin, anaknya juga miskin banyak yang nganggur, lalu gimana. Kami memang sudah ada sasarannya. Lansia yang tinggal sendiri, sakit-sakitan, bed ridden, dll. Ini sasaran dari home care.
Dari 19 juta lansia yang ada sekarang, 15 persen diantaranya hidup miskin dan terlantar. Hampir 3 juta lansia inilah yang jadi PR besar bagi Departemen Sosial. Mereka masuk kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, PMKS. Sialnya, dana mengurus lansia cekak, kata Sekjen Depsos Chazali Situmorang.
Audio: Wah kalo persen, nggak usah cerita lansia aja lah. Cerita Depsos dari 1030 triliun, anggaran yang diberikan hanya 3.4 triliun. Departemen ya. Jadi kalau ditukikkan lagi ke lansianya. Itu Cuma nol koma nol berapa persen itu. Jadi untuk cerita lansia, saya susah deh. Paling puluhan miliar lah. Jadi nggak usah presentase, karena digitnya nol koma nol.
Kalau dibandingkan 220 juta penduduk Indonesia, lansia yang 19 juta mungkin terlihat sedikit. Tapi percayalah, dengan kualitas kesehatan yang terus meningkat, jumlah lansia akan terus bertambah. Di sisi lain, kebanyakan pekerja muda sekarang adalah pekerja sektor informal yang pemasukannya pasang surut, tak terpikirkan untuk menyisihkan pensiun. Padahal, kata Eva, mereka juga sudah bekerja demi negara sehingga sudah selayaknya ikut dipikirkan oleh negara.
Audio: Lansia miskin itu 2.7. Yang tertangani dengan berbagai program, itu belum sampai 500 ribu. Dibandingkan 2.7, yang ditangani baru paling 300-an, itu kan kecil sekali. Dan bagiamana, kan tidak bisa semua masuk panti? Ada yang bisa di home care. Tidak semua bisa masuk home care. Lalu kenapa kita tidak punya jaminan hari tua. Kan mereka juga sudah bekerja untuk Negara. Kenapa tidak ada perhatian? Mereka dapat pensiun dari mana?
Sejak 2004, Indonesia sudah punya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Oktober tahun ini, mestinya aturan dalam UU tersebut sudah direalisasikan. Bagian kelima UU SJSN mengatur soal Jaminan Pensiun. Pesertanya adalah pekerja yang telah membayar iuran.
Karena ada iuran inilah, menurut Sekjen Depsos, yang juga anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional DJSN Chazali Situmorang, pemerintah memprioritaskan pemberian pensiun kepada pekerja di sektor formal.
Audio: Di dalam UU itu, hak pensiun masih diutamakan kepada yang bekerja. Jadi bekerja di sektor formal. Ya itulah, karena pemerintah kalau semua dibuka, semua dapat pensiun, nggak mampu juga kan anggarannya. Kan sudah diperhitungkan. Bagaimana suatu UU diterbitkan kalau tidak bisa dilaksanakan?
Artinya ada 70 persen pekerja sektor informal yang kelak terancam jadi lansia terlantar, kalau Negara tak menyiapkan skema pengaman hari tua. Sejauh ini, Depsos yang bertugas mengurus lansia mengandalkan pada program Jaminan Sosial Lanjut Usia, lewat pemberian uang 300 ribu per orang per bulan. Tapi lagi-lagi, semua tergantung anggaran Negara, kata Chazali Situmorang, Sekjen Depsos. Dan itu, cekak.
Audio: Ke depan kalau anggaran memungkinkan kita akan berupaya supaya yang dapat jaminan sosial lebih banyak lagi. Inilah tugas pemerintah. Kalau anggaran bertambah, atau CSR kita jalan, kita bisa dorong ini. Ini kan sangat efektif. Dengan memberikan bantuan lansia ini, segmennya jelas dan dia tidak jadi beban keluarga itu.
Audio: Suasana dalam omprengan
Farid yang supir omprengan, Leni yang penjaga toko telepon selular dan Sumpena yang pedagang asongan, tak berani merancang masa tua mereka kelak.
Audio: Persiapan untuk hari tua? Belum. Ya nggak butuh apa-apa. Yang penting kecukupan saja untuk anak sekolah. Buat masa tua belum kepikiran. Kalo ada modal, usaha, biar ada untuk masa tua. Saking gak ada modal, terpaksa gini, sampai tua pun jadi.
Audio: Untuk masa tua? Masih pingin kerja kalau bisa kerja. Sampai nggak bisa kali, sampai 35 tahun. Abis itu berhenti? Iya. Kalo udah berhenti kerja? Mau usaha di rumah.
Audio: (Penghasilan sebulan?) Nggak tentu. Kadang 30, kadang 25 ribu, sehari. (Persiapan buat hari tua?) Belum, baru ngumpul-ngumpul aja. Duit gitu. (Rencana hari tua?) Kalo udah punya duit mah diem aja di rumah.
Eva Sabdono dari Yayasan Emong Lansia tak banyak berharap pada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dengan sistem dan pendataan lansia yang sulit diandalkan, bisa-bisa nasib lansia baru membaik setelah dua generasi. Karenanya, Eva lebih percaya kepada persiapan tiap orang untuk masa depannya masing-masing.
Audio: Masing-masing harus juga memikirkan. Jangan terlalu harpakan pemerintah yang akan memelihara kita. Kita sendiri juga harus bertanggung jawab. Sekarang 85 persen lansia oke, berarti kan mereka mempersiapkan diri. Tapi nanti kan berubah, kita gak mengharapkan apa-apa dari pemerintah. Jangan mengharapkan, Anda menjadi tua dan akan dibantu pemerintah. Jangan harapkan itu. Secara logika nggak mungkin.
Audio: Suasana Anto bikin rujak, Garam, sambel? Ini mangganya mangga rujak ya.
Sembari memotong mangga, semangka, jambu dan pepaya, serta menambahkan bumbu kacang, Anto bercerita soal persiapan hari tuanya. Pendapatan sebagai tukang rujak akan dipakai untuk pulang kampung dan nyawah, kata dia.
Audio: (Bapak dengan tiap hari bisa dapat 400 ribu, puyna tabungan?) Sedikit-sedikit ada sih. Ada lah. (Persiapan untuk hari tua?) Ada lah sedikit-sedikit. (Persiapannya apa saja?) Beli tanah, persiapan bikin rumah, beli sapi kambing. Tabungannya di situ doing. Kalo tabungan di bank, nggak ada. (Kalo udah tua, Bapak nggak punya penghasilan, nggak bisa dagang rujak lagi, gimana persiapannya?) Satu-satunya paling kalo udah mentok ya tani. Kan kita udah beli tanah. Kalo udah mentok, tenaga udah lemah, paling tani. Di rumah sambil dagang kecil-kecilan. Planning saya begitu doang.
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen, Aku merasakan di malam pertama, begitu dingin, seakan tak punya cinta…
Sementara Rena, Daru dan Edi tak kuasa memikirkan bagaimana masa tua mereka kelak.
Audio: Suasana Grup Rembulan, (Nggak ada tabungan, kira-kira persiapannya gimana?) Nggak tau juga deh, belum mikir ke sono ya. Nggak ada pensiunannya di musik, nggak ada yang gaji. Ada yang gaji, tukang sate, hahaha.
Audio: Suasana Grup Rembulan ngamen, Jeraa.. bercintaaa.. Jeraaa.. jera jera jera jeraaa.. Jeraaa.. bercinta jera jera jera jera…
[Citra Prastuti KBR68H | Ziphora Robina DW]
Friday, March 13, 2009
Jakarta, Siapkah Menyambut Pesepeda?
Bersepeda ke kantor kini tak lagi hanya dilakukan banyak pegawai swasta di Ibukota. Di Kelurahan Kramat Pela, Jakarta Selatan, para PNS sudah dikerahkan untuk menggunakan sepeda ontel ke kantor, sesuai perintah Walikota. Gegap gempita bersepeda juga diteruskan sampai ke lingkungan warga, karena di sana akan disiapkan jalur khusus sepeda. Reporter KBR68H Irvan Imamsyah ikut bersepeda bersama para PNS di Kramat Pela.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Audio: Kalau saja setiap orang setiap hari mau menggunakan sepeda. Adengan catatan dia tidak jalan jauh, mau ke tetangga, ke Pasar, ke Kelurahan atau ke RT. Kan bisa menggunakan sepeda. Ini sudah bisa anda bayangkan. Berapa polusi yang kita minimalkan, berapa bbm yang bisa kita hemat, apakah tak mau itu. Ini khan juga gak gengsi kok. Khan enak naik sepeda.
Lurah Kramat Pela, Jakarta Selatan, Suparman, terkenal rajin bersepeda kala bertugas. Sepeda bukan barang baru buat Suparman, yang usianya sudah memasuki masa pensiun PNS. Sejak kecil, Suparman akrab dengan sepeda ontel. Untuk ke sawah, juga untuk ke sekolah.
Suparman yang gila sepeda ini punya empat unit sepeda ontel, dipakai bergantian untuk dikayuh ke kantor. Sepeda ontel milik Suparman merknya Gazelle (baca: gezel), buatan 1917 dan 1934, asli dari Belanda.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Sudah lima tahun ini Suparman bertugas sebagai Lurah Kramat Pela. Ia mulai rajin menggunakan sepeda ontelnya untuk bekerja sejak 2 tahun silam. Ini sebagai bentuk kampanye Suparman jelang Konferensi Perubahan Iklim di Bali akhir 2007 kemarin.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Kini tak hanya Suparman dari Kelurahan Kramat Pela yang mengayuh sepeda ke kantor. Kegiatan bersepeda ini meluas sampai ke puluhan warga di kelurahan tersebut. Suparman pun membentuk Komunitas Ontel Kramat Pela dan Kebayoran Baru. Anggotanya 75 orang, semua warga setempat.
Audio: Kalau saya sejak bentuk komunitas. Sejak enam bulan ke belakang. Kalau bicara sepeda yaa karena memang kecilnya hidupnya orang di desa. Kalau sepeda bukan dari dulu. Dari kecil hobi bersepeda.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Kebiasaan bersepeda juga dibawa Suparman ke kantor Kelurahan Kramat Pela. Ada delapan sepeda ontel yang diparkir di halaman, bisa digunakan sewaktu-waktu untuk keperluan pelayanan masyarkaat. Mulai dari mengantar surat, hingga patroli di lingkungan RT dan RW. Sepeda-sepeda itu didatangkan dari Solo, Kutoardjo dan Purworedjo, Jawa Tengah.
Jumlah sepeda memang masih terbatas, karenanya harus dipakai bergantian. Mulai dari Lurah, Wakil Lurah sampai Satuan Polisi Pamong Praja, semua boleh pakai.
Audio: Terutama kepala-kepala urusan. Kita punya sepeda tujuh. Kami persilakan sepeda yang ada untuk bergantian sementara. Yang penting bukan show pakai sepeda itu, tapi bagaimana mau mengajak masyarakat untuk berbuat yang sama mau menggunakan sepeda.
Hansip Kelurahan Kramat Pela Ali Mustofa termasuk pengguna setia sepeda ontel yang tersedia. Untuk patroli, ia memilih pakai sepeda ketimbang motor.
Audio: Tujuh sepeda ini dipakai untuk apa? Yaa masing-masing staffnya , kadang ke kecamatan, ambil surat dan segala macem. Kalau di wilayah kramat pela kita sering pakai sepeda. Soalnya ribet dengan kendaraan lainnya, kalau ada keperluan kramat pela, ke rw atau ke rt atau ngontrol banjir.
Tapi Ali mengaku ngeri juga bersepeda di antara rimba raya motor dan mobil.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Setelah sukses mengerahkan pegawai Kelurahan Kramat Pela memakai sepeda sebagai kendaraan dinas, himbauan pun diperluas sampai ke RT-RW. Kalau ada keperluan ke Kelurahan, pakailah sepeda, kata Suparman.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Gayung pun bersambut. Di RW 08 Kelurahan Kramat Pela sudah ada lima Ketua RT yang menggunakan sepeda ontel kalau ada urusan surat menyurat ke Kelurahan. Ketua RW 08 Sutrisno mengatakan, nanti akan disediakan sepeda bagi keperluan kerja Juru Pemeriksa Jentik dan Sarang Nyamuk.
Audio: Saya dengan adanya sepeda ontel yaa. Saya merasa termotivasi. Karena selain untuk mengurangi polusi udara dengan adanya global warming, saya himbau semua jajaran RT apabila mengurus surat menyurat di kelurahan saya minta menggunakan sepeda. Dan pak wali sendiri bilang orang yang bersepeda yang mesti dilayani terlebih dulu. Memang ada beberapa rt yang sudah mempunyai bahkan saban selasa ikut dengan pak wali. Juga para jumantik nanti akan saya kerahkan. Nanti kalau mereka pantau wilayah pakai sepeda.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Cita-cita Suparman, lingkungan RT-RW di Kelurahan Kramat Pela akan punya jalur khusus sepeda. Dibangun tahun depan, kata Suparman optimistis.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Kayuhan sepeda Suparman di Kelurahan Kramat Pela ternyata bergaung sampai ke Walikota Jakarta Selatan. Kalau dulu Suparman mengerahkan RT-RW bersepeda, kini Walikota memerintahkan camat sampai lurah se-Jakarta Selatan untuk giat bersepeda.
Walikota Jakarta Selatan Syahrul Effendi.
Audio: Saya sudah intruksikan seluruh lurah wajib bersepeda. Untuk rapat rt dan rw bersepeda saja lah. Dan ini bukti nyata kita peduli dengan perubahan lingkungan. Ini baru satu bulan. Dan saya saban selasa dan jumat ke kantor pakai sepeda.
Semangat bersepeda boleh tinggi. Tapi kalau tak disertai dengan prasarana yang aman dan memadai bagi pesepeda, sama juga bohong. Tak banyak yang bakal terpancing ikutan bersepeda ke kantor. Jalur bersepeda belum tersedia di Jakarta Selatan, dan Walikota Syahrul Effendi masih menunggu perintah dari bosnya.
Audio: Yaa saya kira kita akan dukung itu dan tergantung pada pelaksana kota nanti. Yaa jadi akan tunggu gubernur. Kegiatan sepeda sering juga. Saya waktu tertentu keliling dengan menggunakan sepeda.
Audio: suasana rombongan PNS bersepeda
Kalau Walikota menanti perintah, Lurah Suparman jalan terus. Ia ingin mewujudkan cita-citanya akan jalur bersepeda di RT-RW di Kramat Pela. Jalur ini, kata Suparman, seperti jalur bus Transjakarta alias busway. Tentu lebih kecil, dengan lebar satu meter saja. Jalur ini pun tak akan dilapis beton, tapi hanya dicat khusus. Nantinya dilengkapi dengan rambu-rambu penanda jalur khusus sepeda.
Cita-cita ini memang belum kesampaian. Tapi Suparman sudah merancang, jalur bersepeda ini kelak ditiru se-Jakarta.
Audio: Dengan harapan ke belakang, kita mintayaa dibuatkan jalur khusus sepeda. Saya juga sedang berusaha dengan para pengurus RT dan RW, barangkali tak ada salahnya kita, kita ingin ciptakan jalur khusus sepeda lingkungan RW. Hanya dengan cat supaya ada tanda dan semoga masyarakat mau ikutan. Tapi kalau saya sendiri yang berbuat tak ada artinya.
Suparman tak sendirian dengan cita-cita ini. Ada tiga ribuan pekerja bersepeda di Jakarta yang ngebet dengan adanya jalur khusus sepeda. Juru bicara Bike To Work, komunitas pekerja bersepeda, Ripto Gatut mengatakan, jalur ini kebutuhan mutlak para pesepeda kalau ingin mengarungi rimba jalan raya.
Audio: Kita ingin penyepeda di jalan dianggap sebagai salah satu moda transportasi. Kalau ada bike line kita dianggap sebagai moda transportasi. Kalau sekarang kita serba salah. Kadang kita dianggap marjinal. Jalan kaki bukan, kendaraan transportasi juga bukan. Supaya lebih aman di jalan. Yaa lebih safety laah pertimbangannya.
Jalan raya belum jadi tempat yang aman bagi pesepeda. Buktinya, kata Ripto, tiap bulan ada saja laporan kecelakaan yang dialami pesepeda.
Audio: Sekarang orang kalau mau bersepeda mikir, aman gak dijalan. Bagaimana dengan kendaraan roda dua dan roda tiga. Roda empat. Apakah mereka bisa menganggap kita bawa kendaraan. Kita percaya kalau ada bike line, orang akan tertarik untuk bersepeda. Itu memang infrastruktur yang harus ada untuk orang dibuat tertarik.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Desember tahun lalu sebetulnya sempat ada angin segar berhembus. Kabarnya, Pemda Jakarta akan mengoperasikan jalur khusus sepeda dari Blok M menuju Jl Sudirman dan Jl MH Thamrin, dua jalan protokol di ibukota. Namun rencana itu menguap begitu saja, kata juru bicara komunitas Bike To Work, Ripto Gatut.
Audio: Untuk rencana bike line dari selatan ke utara yang akan dilaksanakan memang ada penundaan. Kita juga belum tahu sampai kapan penundaan ini. Cuma memang rencananya bike line pertamanya selatan ke utara.
Kepala Sub Dinas Teknik Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar mengatakan penyediaan jalur sepeda khusus pada Desember 2008 lalu dibatalkan karena perencanaan pemerintah DKI Jakarta belum matang. Pemerintah kata Muhammad Akbar ingin jalur sepeda yang dibuat menyatu dan terkait dengan moda transportasi massal yang kini dikembangkan pemerintah. Seperti bus way dan kereta listrik.
Audio: Suasana kendaraan bermotor
Sebagai gantinya, Pemerintah Provinsi Jakarta berencana membuat rancangan besar jalur transportasi kendaraan tak bermotor. Muhammad Akbar menjelaskan, nantinya jalur sepeda akan jadi penghubung warga ke terminal bus, halte Transjakarta serta stasiun kereta api.
Audio: Iya cuma kita lihatnya bukan busway aja. Dia nanti jadi feader angkutan umum. Nanti disitu ada busway, kereta api, MRT juga akan ada lagi. Kemudian juga ada lintasan Jabodetabek. Lintasan sepeda dari rumah ke stasiun atau halte2 lainnya.
Di stasiun, halte dan sebagainya kelak akan disediakan parkir khusus sepeda, kata Akbar.
Audio: Kita harapkan dia naik sepeda dari rumah. Sukur2 pakai sepeda lipet. Jadi naik busway bawa sepeda. Terus naik kereta api bawa sepeda. Nanti di stasiun tuhkereta api bawa sepeda lipet. Nanti sampai di halte tujuannya, dia naik sepeda lagi untuk tujuan akhirnya.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Audio: Untuk jalur sepeda tak harus esklusif bisa saja tanda yaa dijalan bahwa ini lintasan sepeda. Bisa saja dia mix. Bisa kalau memang memungkinkan bisa khusus akan dibuat seperti itu. Karena keterbatasan lahan gabung dengan lalu lintas. Mungkin tiap ruas akan berbeda pengaturannya.
Nanti, kata Akbar, proyek ini akan ditenderkan ke perusahan konsultan. Anggaran dana yang disiapkan sampai 300 juta rupiah. Pelaksanaannya masih tahun depan, kata dia.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Jalur khusus sepeda di ibukota makin lama menjadi kebutuhan besar bagi warganya. Kian hari, makin banyak orang yang sumpek dengan polusi akibat kendaraan bermotor dan melirik ke sepeda. Pakar tata kota Nirwono Yoga mengatakan, pembuatan jalur sepeda harus berdampak positif bagi masyarakat. Selain jalur sepeda, pemerintah juga wajib menyediakan rambu penanda, juga rak parkir sepeda.
Audio: Dengan pembangunan jalur sepeda nanti akan mendorong sebagian besar warga kota untuk bersepeda, entah ke sekolah, ke pasar atau ke tempat-tempat kerja. Dengan begitu, kalau itu menjadi sebuah kebudayaan baru, tentu akan menguntungkan,. Pertama untuk pengurangan pencemaran udara, pengurangan kemacetan, dan kemudian penghematan bbm yang lumayan besar. Di sini kalau saya lihat justru peran besar ada di masyarakat.
Yang juga bisa dilakukan, kata Nirwono, adalah mendampingkan jalur khusus sepeda dengan 15 koridor bus Transjakarta. Tapi untuk itu, pedestrian alias jalur pejalan kaki harus diperiksa dulu, mana yang cocok sebagai proyek percontohan.
Audio: Dari 15 koridor tadi, koridor mana yang paling memungkinkan untuk dijadikan pilot project. Disini tentu akan dilibatkan komunitas pengguna sepeda, komunitas pejalan kaki dan pengelola gedung perkantoran yang ada di sepanjang jalur koridor busway. Penting karena mereka pengguna. Sedang para pengelola bangunan di sepanjang koridor adalah tempat-tempat yang akan dikembangkan untuk tempat pemberhantian seperti tempat parkir sepeda dan pertemuan komunitas tersebut.
Yang direkomendasikan, kata Nirwono, adalah pedestrian di ruas Dukuh Atas, Thamrin hingga Monas, juga di Lapangan Banteng dan Menteng. Syarat pedestrian yang layak dijadikan jalur khusus sepeda adalah lebarnya minimal 5 meter. Di area itu lantas dibagi dua lagi; 1,5 meter untuk sepeda, sisanya untuk pejalan kaki.
Audio: Kalau lihat rute pengguna sepeda, dan dari bintaro dan dari depok, tentu jalur yang paling banyak adalah jalur Blok M Sudirman menuju Thamrin. Tapi kenyataan di lapangan trotoar yang ada di sepanjang Sudirman – Blok M belum memenuhi syarat. Itu artinya kalau harus dikembangkan perlu effort baru artinya mesti membuat pelebaran pedestrian.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Sampai jalur khusus sepeda itu jadi, maka para pesepeda mesti ekstra hati-hati kalau melintas di jalan raya.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
[Irvan Imamsyah | KBR68H]
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Audio: Kalau saja setiap orang setiap hari mau menggunakan sepeda. Adengan catatan dia tidak jalan jauh, mau ke tetangga, ke Pasar, ke Kelurahan atau ke RT. Kan bisa menggunakan sepeda. Ini sudah bisa anda bayangkan. Berapa polusi yang kita minimalkan, berapa bbm yang bisa kita hemat, apakah tak mau itu. Ini khan juga gak gengsi kok. Khan enak naik sepeda.
Lurah Kramat Pela, Jakarta Selatan, Suparman, terkenal rajin bersepeda kala bertugas. Sepeda bukan barang baru buat Suparman, yang usianya sudah memasuki masa pensiun PNS. Sejak kecil, Suparman akrab dengan sepeda ontel. Untuk ke sawah, juga untuk ke sekolah.
Suparman yang gila sepeda ini punya empat unit sepeda ontel, dipakai bergantian untuk dikayuh ke kantor. Sepeda ontel milik Suparman merknya Gazelle (baca: gezel), buatan 1917 dan 1934, asli dari Belanda.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Sudah lima tahun ini Suparman bertugas sebagai Lurah Kramat Pela. Ia mulai rajin menggunakan sepeda ontelnya untuk bekerja sejak 2 tahun silam. Ini sebagai bentuk kampanye Suparman jelang Konferensi Perubahan Iklim di Bali akhir 2007 kemarin.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Kini tak hanya Suparman dari Kelurahan Kramat Pela yang mengayuh sepeda ke kantor. Kegiatan bersepeda ini meluas sampai ke puluhan warga di kelurahan tersebut. Suparman pun membentuk Komunitas Ontel Kramat Pela dan Kebayoran Baru. Anggotanya 75 orang, semua warga setempat.
Audio: Kalau saya sejak bentuk komunitas. Sejak enam bulan ke belakang. Kalau bicara sepeda yaa karena memang kecilnya hidupnya orang di desa. Kalau sepeda bukan dari dulu. Dari kecil hobi bersepeda.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Kebiasaan bersepeda juga dibawa Suparman ke kantor Kelurahan Kramat Pela. Ada delapan sepeda ontel yang diparkir di halaman, bisa digunakan sewaktu-waktu untuk keperluan pelayanan masyarkaat. Mulai dari mengantar surat, hingga patroli di lingkungan RT dan RW. Sepeda-sepeda itu didatangkan dari Solo, Kutoardjo dan Purworedjo, Jawa Tengah.
Jumlah sepeda memang masih terbatas, karenanya harus dipakai bergantian. Mulai dari Lurah, Wakil Lurah sampai Satuan Polisi Pamong Praja, semua boleh pakai.
Audio: Terutama kepala-kepala urusan. Kita punya sepeda tujuh. Kami persilakan sepeda yang ada untuk bergantian sementara. Yang penting bukan show pakai sepeda itu, tapi bagaimana mau mengajak masyarakat untuk berbuat yang sama mau menggunakan sepeda.
Hansip Kelurahan Kramat Pela Ali Mustofa termasuk pengguna setia sepeda ontel yang tersedia. Untuk patroli, ia memilih pakai sepeda ketimbang motor.
Audio: Tujuh sepeda ini dipakai untuk apa? Yaa masing-masing staffnya , kadang ke kecamatan, ambil surat dan segala macem. Kalau di wilayah kramat pela kita sering pakai sepeda. Soalnya ribet dengan kendaraan lainnya, kalau ada keperluan kramat pela, ke rw atau ke rt atau ngontrol banjir.
Tapi Ali mengaku ngeri juga bersepeda di antara rimba raya motor dan mobil.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Setelah sukses mengerahkan pegawai Kelurahan Kramat Pela memakai sepeda sebagai kendaraan dinas, himbauan pun diperluas sampai ke RT-RW. Kalau ada keperluan ke Kelurahan, pakailah sepeda, kata Suparman.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Gayung pun bersambut. Di RW 08 Kelurahan Kramat Pela sudah ada lima Ketua RT yang menggunakan sepeda ontel kalau ada urusan surat menyurat ke Kelurahan. Ketua RW 08 Sutrisno mengatakan, nanti akan disediakan sepeda bagi keperluan kerja Juru Pemeriksa Jentik dan Sarang Nyamuk.
Audio: Saya dengan adanya sepeda ontel yaa. Saya merasa termotivasi. Karena selain untuk mengurangi polusi udara dengan adanya global warming, saya himbau semua jajaran RT apabila mengurus surat menyurat di kelurahan saya minta menggunakan sepeda. Dan pak wali sendiri bilang orang yang bersepeda yang mesti dilayani terlebih dulu. Memang ada beberapa rt yang sudah mempunyai bahkan saban selasa ikut dengan pak wali. Juga para jumantik nanti akan saya kerahkan. Nanti kalau mereka pantau wilayah pakai sepeda.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Cita-cita Suparman, lingkungan RT-RW di Kelurahan Kramat Pela akan punya jalur khusus sepeda. Dibangun tahun depan, kata Suparman optimistis.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Kayuhan sepeda Suparman di Kelurahan Kramat Pela ternyata bergaung sampai ke Walikota Jakarta Selatan. Kalau dulu Suparman mengerahkan RT-RW bersepeda, kini Walikota memerintahkan camat sampai lurah se-Jakarta Selatan untuk giat bersepeda.
Walikota Jakarta Selatan Syahrul Effendi.
Audio: Saya sudah intruksikan seluruh lurah wajib bersepeda. Untuk rapat rt dan rw bersepeda saja lah. Dan ini bukti nyata kita peduli dengan perubahan lingkungan. Ini baru satu bulan. Dan saya saban selasa dan jumat ke kantor pakai sepeda.
Semangat bersepeda boleh tinggi. Tapi kalau tak disertai dengan prasarana yang aman dan memadai bagi pesepeda, sama juga bohong. Tak banyak yang bakal terpancing ikutan bersepeda ke kantor. Jalur bersepeda belum tersedia di Jakarta Selatan, dan Walikota Syahrul Effendi masih menunggu perintah dari bosnya.
Audio: Yaa saya kira kita akan dukung itu dan tergantung pada pelaksana kota nanti. Yaa jadi akan tunggu gubernur. Kegiatan sepeda sering juga. Saya waktu tertentu keliling dengan menggunakan sepeda.
Audio: suasana rombongan PNS bersepeda
Kalau Walikota menanti perintah, Lurah Suparman jalan terus. Ia ingin mewujudkan cita-citanya akan jalur bersepeda di RT-RW di Kramat Pela. Jalur ini, kata Suparman, seperti jalur bus Transjakarta alias busway. Tentu lebih kecil, dengan lebar satu meter saja. Jalur ini pun tak akan dilapis beton, tapi hanya dicat khusus. Nantinya dilengkapi dengan rambu-rambu penanda jalur khusus sepeda.
Cita-cita ini memang belum kesampaian. Tapi Suparman sudah merancang, jalur bersepeda ini kelak ditiru se-Jakarta.
Audio: Dengan harapan ke belakang, kita mintayaa dibuatkan jalur khusus sepeda. Saya juga sedang berusaha dengan para pengurus RT dan RW, barangkali tak ada salahnya kita, kita ingin ciptakan jalur khusus sepeda lingkungan RW. Hanya dengan cat supaya ada tanda dan semoga masyarakat mau ikutan. Tapi kalau saya sendiri yang berbuat tak ada artinya.
Suparman tak sendirian dengan cita-cita ini. Ada tiga ribuan pekerja bersepeda di Jakarta yang ngebet dengan adanya jalur khusus sepeda. Juru bicara Bike To Work, komunitas pekerja bersepeda, Ripto Gatut mengatakan, jalur ini kebutuhan mutlak para pesepeda kalau ingin mengarungi rimba jalan raya.
Audio: Kita ingin penyepeda di jalan dianggap sebagai salah satu moda transportasi. Kalau ada bike line kita dianggap sebagai moda transportasi. Kalau sekarang kita serba salah. Kadang kita dianggap marjinal. Jalan kaki bukan, kendaraan transportasi juga bukan. Supaya lebih aman di jalan. Yaa lebih safety laah pertimbangannya.
Jalan raya belum jadi tempat yang aman bagi pesepeda. Buktinya, kata Ripto, tiap bulan ada saja laporan kecelakaan yang dialami pesepeda.
Audio: Sekarang orang kalau mau bersepeda mikir, aman gak dijalan. Bagaimana dengan kendaraan roda dua dan roda tiga. Roda empat. Apakah mereka bisa menganggap kita bawa kendaraan. Kita percaya kalau ada bike line, orang akan tertarik untuk bersepeda. Itu memang infrastruktur yang harus ada untuk orang dibuat tertarik.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Desember tahun lalu sebetulnya sempat ada angin segar berhembus. Kabarnya, Pemda Jakarta akan mengoperasikan jalur khusus sepeda dari Blok M menuju Jl Sudirman dan Jl MH Thamrin, dua jalan protokol di ibukota. Namun rencana itu menguap begitu saja, kata juru bicara komunitas Bike To Work, Ripto Gatut.
Audio: Untuk rencana bike line dari selatan ke utara yang akan dilaksanakan memang ada penundaan. Kita juga belum tahu sampai kapan penundaan ini. Cuma memang rencananya bike line pertamanya selatan ke utara.
Kepala Sub Dinas Teknik Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar mengatakan penyediaan jalur sepeda khusus pada Desember 2008 lalu dibatalkan karena perencanaan pemerintah DKI Jakarta belum matang. Pemerintah kata Muhammad Akbar ingin jalur sepeda yang dibuat menyatu dan terkait dengan moda transportasi massal yang kini dikembangkan pemerintah. Seperti bus way dan kereta listrik.
Audio: Suasana kendaraan bermotor
Sebagai gantinya, Pemerintah Provinsi Jakarta berencana membuat rancangan besar jalur transportasi kendaraan tak bermotor. Muhammad Akbar menjelaskan, nantinya jalur sepeda akan jadi penghubung warga ke terminal bus, halte Transjakarta serta stasiun kereta api.
Audio: Iya cuma kita lihatnya bukan busway aja. Dia nanti jadi feader angkutan umum. Nanti disitu ada busway, kereta api, MRT juga akan ada lagi. Kemudian juga ada lintasan Jabodetabek. Lintasan sepeda dari rumah ke stasiun atau halte2 lainnya.
Di stasiun, halte dan sebagainya kelak akan disediakan parkir khusus sepeda, kata Akbar.
Audio: Kita harapkan dia naik sepeda dari rumah. Sukur2 pakai sepeda lipet. Jadi naik busway bawa sepeda. Terus naik kereta api bawa sepeda. Nanti di stasiun tuhkereta api bawa sepeda lipet. Nanti sampai di halte tujuannya, dia naik sepeda lagi untuk tujuan akhirnya.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Audio: Untuk jalur sepeda tak harus esklusif bisa saja tanda yaa dijalan bahwa ini lintasan sepeda. Bisa saja dia mix. Bisa kalau memang memungkinkan bisa khusus akan dibuat seperti itu. Karena keterbatasan lahan gabung dengan lalu lintas. Mungkin tiap ruas akan berbeda pengaturannya.
Nanti, kata Akbar, proyek ini akan ditenderkan ke perusahan konsultan. Anggaran dana yang disiapkan sampai 300 juta rupiah. Pelaksanaannya masih tahun depan, kata dia.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Jalur khusus sepeda di ibukota makin lama menjadi kebutuhan besar bagi warganya. Kian hari, makin banyak orang yang sumpek dengan polusi akibat kendaraan bermotor dan melirik ke sepeda. Pakar tata kota Nirwono Yoga mengatakan, pembuatan jalur sepeda harus berdampak positif bagi masyarakat. Selain jalur sepeda, pemerintah juga wajib menyediakan rambu penanda, juga rak parkir sepeda.
Audio: Dengan pembangunan jalur sepeda nanti akan mendorong sebagian besar warga kota untuk bersepeda, entah ke sekolah, ke pasar atau ke tempat-tempat kerja. Dengan begitu, kalau itu menjadi sebuah kebudayaan baru, tentu akan menguntungkan,. Pertama untuk pengurangan pencemaran udara, pengurangan kemacetan, dan kemudian penghematan bbm yang lumayan besar. Di sini kalau saya lihat justru peran besar ada di masyarakat.
Yang juga bisa dilakukan, kata Nirwono, adalah mendampingkan jalur khusus sepeda dengan 15 koridor bus Transjakarta. Tapi untuk itu, pedestrian alias jalur pejalan kaki harus diperiksa dulu, mana yang cocok sebagai proyek percontohan.
Audio: Dari 15 koridor tadi, koridor mana yang paling memungkinkan untuk dijadikan pilot project. Disini tentu akan dilibatkan komunitas pengguna sepeda, komunitas pejalan kaki dan pengelola gedung perkantoran yang ada di sepanjang jalur koridor busway. Penting karena mereka pengguna. Sedang para pengelola bangunan di sepanjang koridor adalah tempat-tempat yang akan dikembangkan untuk tempat pemberhantian seperti tempat parkir sepeda dan pertemuan komunitas tersebut.
Yang direkomendasikan, kata Nirwono, adalah pedestrian di ruas Dukuh Atas, Thamrin hingga Monas, juga di Lapangan Banteng dan Menteng. Syarat pedestrian yang layak dijadikan jalur khusus sepeda adalah lebarnya minimal 5 meter. Di area itu lantas dibagi dua lagi; 1,5 meter untuk sepeda, sisanya untuk pejalan kaki.
Audio: Kalau lihat rute pengguna sepeda, dan dari bintaro dan dari depok, tentu jalur yang paling banyak adalah jalur Blok M Sudirman menuju Thamrin. Tapi kenyataan di lapangan trotoar yang ada di sepanjang Sudirman – Blok M belum memenuhi syarat. Itu artinya kalau harus dikembangkan perlu effort baru artinya mesti membuat pelebaran pedestrian.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
Sampai jalur khusus sepeda itu jadi, maka para pesepeda mesti ekstra hati-hati kalau melintas di jalan raya.
Audio: Suasana bersepeda dan bel
[Irvan Imamsyah | KBR68H]
Thursday, March 12, 2009
Berobat Gratis ala Sumatera Selatan
Sumatera Selatan adalah pionir. Dia menjadi provinsi pertama yang berani dan sanggup menyelenggarakan program kesehatan gratis. Caranya pun sangat mudah, tinggal tunjukkan kartu identitas, beres. Di saat daerah lain sibuk mengeluh dana yang cekak, Sumsel menggelontorkan 240 miliar rupiah dari APBD untuk program ini. Reporter KBR68H Citra Prastuti berbincang dengan warga yang langsung berbondong-bondong memeriksakan kesehatan mereka.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Aminah duduk menepi di samping loket Jamsoskes, Jaminan Sosial Kesehatan, di RS Muhammad Husein, Palembang, Sumatera Selatan. Ia sibuk membolak-balik beberapa lembar kertas di tangannya. Ada Kartu Keluarga, surat rujukan dari rumah sakit, serta KTP. Perempuan tua itu tampak kebingungan.
Audio: Ini asli bu. Ini KK, KTP. Kartu berobat. Apa pulo ini. Sudah pas kalo ini. Ini asli semua bu. Ini rujukan kan dari RS Siti Khodijah? Fotokopi lagi.
Ini bukan kali pertama Aminah datang berobat ke RS Muhammad Husein. Tapi ini kali pertama ia menjalani prosedur berobat yang baru.
Audio: (Bu, ada penyakit apa?) Sakit mata, operasi. (untuk apa ke sini?) Operasi. Sekarang pakai KTP kan, dulu pakai Askin. Jadi kemarin minta rujukan sama Puskesmas, disuruh ke RS Siti Khodijah tadi. Sekarang disuruh ke sini lagi. (Sekarang sudah ngurus di sini?) Susah lah mondar-mandir, karena ini baru pertama ini. (Baru sekarang harus urus pakai KTP?) Iya.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Audio: Pukul 9.30 di RS Muhammad Husein Palembang, Sumatera Selatan, sudah sangat ramai. Dari 40-an bangku yang tersedia, semuanya sudah diisi pasien yang mengantri mendapatkan pelayanan dari RS ini. Yang juga sangat ramai adalah di depan loket Jaminan Sosial Kesehatan Semesta, program berobat gratis bagi seluruh warga Sumatera Selatan. Warga tinggal menunjukkan KTP, KK atau surat domisili untuk mendapatkan layanan gratis ini. Tanpa batasan biaya, tanpa batasan penyakit.
Audio: Suasana depan loket jamsoskes
Audio: (Penyakitnya apa Pak?) Keterangan dari dokter, batuk bungin, yang menyumbat saluran kencing. (Prosedur yang sudah ditempuh?) Dari RSUD Bari, tidak lengkap perlengkapannya, jadi dirujuk ke sini. Kita tempuh jalur Poli dulu. Kalau memungkinkan dioperasi, nanti dioperasi. (Pelayanannya gimana?) Pelayanan baik, tapi jalur antrinya yang tidak baik. Kayaknya bertumpuk-tumpuk gitu.
Audio: (Gampang Pak ngurusnya?) Ngurus ponakan. (Sakit apa Pak?) Usus lengket. (Gampang atau susah Pak?) Kalau sudah dirawat, gampang. Yang rumit ngurus suratnya. (Surat apa saja pak?) KK, KTP. Seandainya salah cap, kita terpaksa ngulang lagi. Rumah Sakit Umum kan luas ya. Maaf Dek, ngantri.
Kesibukan tidak hanya tampak di luar, tapi juga di dalam loket Jamsoskes, melayani pasien program berobat gratis ala Sumsel.
Audio: Informasi ke depan, minta surat perawatan. Syaratnya, KTP duo, KK duo. Iyo, KK-nya duo lembar, KTP-nya duo lembar, rujukannya duo lembar. Rujukan yang asli lihat Bu ya. (lanjut suara printer)
Audio: (Setiap hari bisa ada berapa pasien Mbak?) Kalau rawat jalan 80-an. (Rawat inap?) Terkadang 42, 30. (Memang makin banyak setelah ada Jamsoskes?) Iya. (Kerasa banget atau biasa aja?) Kerasa banget..
Audio: [dari dalam loket, petugas] Artika! Langsung ke poli terpadu kamar 23, di belakang. Sudah. [dari luar loket, ortu Artika] (Anaknya sakit apa?) Mau kontrol. (Kenapa Pak?) Ya disuruh dokter control aja. (Emangnya sakit apa?) Belum, anaknya baru lahir.
Peresmian program Jamsoskes dilakukan oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Begitu program diresmikan, masyarakat langsung berbondong-bondong memeriksakan diri ke PUskesmas dan Rumah Sakit. Jumlah pasien meningkat tajam.
Audio: Suasana Puskesmas Merdeka
Sampai dua pekan setelah program berjalan, Puskesmas Merdeka masih merasakan melonjaknya jumlah pasien.
Audio: Suasana panggil pasien di Puskesmas Merdeka
Audio: Saat ini saya berada di Puskesmas Jl Merdeka, Palembang, Sumatera Selatan. Puskesmas ini terletak tidak jauh dari kediaman pribadi Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Sekarang pukul 11 siang, situasi masih sangat ramai. Di sebelah kiri ada loket dengan tulisan Askeskin, Jamsostek dan Askes. Sementara di seberangnya ada loket bertuliskan Loket Umum. Di bagian kaca tertempel pengumuman berisi syarat untuk mendapatkan pelayanan Jamsoskes, program berobat gratis bagi warga Sumatera Selatan.
Syarat ikut program berobat gratis ini memang mudah. Tinggal tunjukkan KTP, Kartu Keluarga atau Surat Domisili, beres. Program ini ditujukan bagi warga yang tak masuk kuota nasional Jamkesmas, atau jaminan kesehatan lain, seperti dari PT Askes atau PT Jamsostek.
Lantaran membudaknya antrean, Dokter Bobby Febriansyah sampai turun tangan meredam antusiasme warga.
Audio: Antusiasnya kan jadi lebih tinggi. Mungkin tadinya yang gatel-gatel dikit, ah nggak usah. Sekarang karena mumpung gratis. Gratisnya bukan sesaat, mau sampai kapan pun juga gratis. Jadi buat apa bondong-bondong hari ini. Mungkin besok masih gratis, lusa masih gratis, tahun depan masih gratis.
Audio: Suasana RSCM jenguk Kheiren
Kalau mau memanfaatkan program Jamsoskes ini, semua harus mengikuti prosedur yang berlaku. Pintu pertama ada di Puskesmas. Kalau Puskesmas tak sanggup, silakan minta rujukan untuk ke RS Umum tingkat Kabupaten/Kota. Kalau di sana menyerah juga, maka baru pasien akan ditangani di tiga RS Umum tingkat Provinsi. Jika tenaga dan alat terbatas, pilihan terakhir adalah menerbangkan pasien ke Jakarta.
Untuk itu, Djoni bersyukur, ia jadi membaca koran seperti yang disarankan temannya.
Audio: Kebeneran juga karena anak kita sakit, saya dikasih tau temen. Jon coba deh elu liat koran, ada program kayaknya pemerintah keluarkan. Saya liat gambar, Kepala Dinas Kesehatan Palembang Pak Zul ada kerjasama dengan RSCM. Begitu saya lihat, ah berarti kan bener.
Kheiren Zie, putri Djoni, adalah pasien pertama yang dirujuk gatis ke RS Cipto Mangunkusumo, sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional. Betul-betul gratis, tak perlu membayar sepeser pun untuk operasi jantung yang menelan biaya hingga 120-an juta rupiah.Wita hanya ibu rumah tangga, sementara Djoni hanya pegawai administrasi sebuah perusahaan tambang di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Audio: Puji Tuhan ada Jamsoskes ya. Iya, gratis, dari kami datang sampai ini, gratis semua ya.
Jamsoskes Semesta Sumatera Selatan kini menjamin 3 juta-an warga Sumsel supaya bisa berobat gatis. Ini melengkapi program jaminan kesehatan lain yang ada di sana, seperti Jamkesmas, atau yang di bawah PT Askes dan PT Jamsostek serta asuransi swasta lainnya.
Gubernur Alex Noerdin kini berani berkata,
Audio: Jadi sekarang secara teori, seluruh masyarakat Sumsel sudah dijamin kesehatannya, tidak bada lagi satu pun yang tidak.
Bagaimana cerita di balik program berobat gratis ala Sumatera Selatan ini?
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Audio: Pak Yanto kalo berobat di sini saja, gratis. Bawa fotokopi KTP saja. Layanannya saja, hanya gak disuntik saja, dikasih obat, diperiksa.
Audio: Nah sekarang pengobatan gratis ini belum nyoba. (Ibu tau ada program ini?) Ya. (Taunya dari mana Bu?) Tau dari orang-orang ini lah. Sekarang obat gratis kalau nggak ada Askin, bawa saja KK KTP gitu.
Audio: (Program berobat gratis? Bapak tahu?) Sudah tahu. (Tahu dari mana Pak?) Ya dari Alex ini.
Audio: Jamsostek, apa? Jamsoskes. Jamkoses. Ya itu. (Bapak tau ada program itu?) Ya tau. Masalahnya waktu pencanangan jadi gubernur kan udah dibicarain sama rakyat kayak gitu, mau diadakan berobat gratis.
Menyebut Jamsoskes kerap membuat lidah berbelit. Tak heran, warga Sumatera Selatan lebih mengenal program ini sebagai ‘Programnya Alex’, merujuk ke nama gubernur mereka. Reklame besar soal program ini dipasang di tengah ibukota Palembang, juga di jalan penghubung bandara ke pusat kota. Ini adalah bagian dari sosialisasi, termasuk 10 ribu selebaran yang dibagikan saat peresmian program.
Alex Noerdin sadar, membawa program berobat gratis ke tingkat provinsi adalah sebuah pertaruhan. Semasa menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin, program ini sukses besar.
Audio: Memang lebih sulit, karena wilayah cakupan lebih luas, populasi lebih banyak, tapi yang terlebih lagi harus meyakinkan 15 bupati dan walikota se-Sumsel, 15 DPRD Kabupaten dan Kota se-Sumsel, termasuk DPRD Provinsi Sumsel sendiri. Tapi ini membentuk persamaan persepsi dulu bahwa ini adalah tugas kewajiban kita meringankan beban rakyat. Dan sejak awal saya yakin tidak ada yang tidak setuju. Kalau tidak setuju, ya berhenti saja jadi walikota atau bupati.
Kerjasama antara provinsi dan kabupaten kota adalah kunci keberhasilan program Jamsoskes. Pemerintah Provinsi menyediakan 240 miliar dari kas APBD, sementara dari kas kabupaten kota terkumpul 80-an miliar, sesuai kemampuan masing-masing daerah. Kekhawatiran sempat mencuat, jangan-jangan pembangunan sektor lain terhambat lantaran duit menggelontor ke program berobat gratis.
Alex menepis keraguan itu.
Audio: Pembangunan itu bisa dilaksanakan dengan pihak ketiga dengan pola saling menguntungkan. Bisa. Saya akan coba bangun kantor gubernur yang baru tidak gunakan APBD, lagi cari caranya gimana. Kalau cuma berpikir, yah duit kita cuma segini, kalau disedot ke sini, tinggal segini, itu sudah kuno. Kalau cuma menggantungkan pada dana APBD atau APBN, nenek-nenek juga bisa, ya kan? Hahaha. Semua orang bisa. Tapi bagaimana dengan dana yang ada bisa meng-create, bisa membangkitkan potensi yang ada.
Di penjuru Sumatera Selatan, berarti ada lima macam jaminan kesehatan. PNS ditanggung PT Askes, TNI di bawah jaminan PT Asabri, sementara yang pekerja, ada tanggungan dari PT Jamsostek. Sisanya dijamin lewat Jamsoskes, kata Alex.
Audio: Mereka yang sangat miskin tidak tercover asuransi kesehatan. Yang tercover itu hanya TNI/Polri, PNS dengan Askes dsb, tapi justru rakyat yang lebih membutuhkan. PNS kan punya pekerjaan tetap, punya penghasilan tetap. Tapi mereka yang paling membutuhkan tidak punya pekerjaan tetap sehingga tidak tercover oleh asuransi kesehatan. Sedangkan mereka yang paling membutuhan, ada yang kerja sehari untuk makan sehari. Jadi kalau sakit 2 hari, keluarganya tidak makan 2 hari. Bayangkan.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Data yang akurat adalah kunci kesukesan program di lapangan. Semua demi mencegah tumpang tindih klaim yang bisa berakibat pada jebolnya kas daerah. Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Zulkarnain Noerdin.
Audio: Kita sebar database di setiap tingkat pelayanan, baik Puskesmas maupun RS, masyarkaat yang dapat semua jaminan kesehatan; Jamkesmas, Jamsostek, Asabri atau lainnya. Sisanya masuk ke Jamsoskes Semesta. Dia harus punya database. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Karena nanti ada masalah klaim, klaim ke mana nantinya.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Secara tidak langsung, program berobat gratis ala Sumsel ikut memicu masyarakat untuk segera punya KTP, kata Zulkarnain.
Audio: Ada hak dan kewajiban. Kalau dia ingin dapatkan pelayanan gratis, dia harus penuhi kewajiban. Ini saatnya mencerdaskan kehidupan, dia sebagai penduduk Negara harus punya identitas.
Audio: Suasana di Puskesmas Merdeka
Di saat daerah lain masih sibuk mengutak-atik anggaran, Provinsi Sumatera Selatan justru sudah melenggang dengan program berobat gratis. Seperti gula dirubung semut, Puskesmas dan Rumah Sakit disesaki warga. Tapi di masa mendatang, bukan seperti ini yang diharapkan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dengan program Jamsoskesnya.
Audio: Dan sejalan dengan program ini juga dijalankan program preventif, perbaikan gizi, mengubah lifestyle dan sebagainya, sehingga makin lama makin mengurangi jumlah manusia yang sakit. Sehingga suatu waktu nanti, sepi tuh rumah sakit, hanya yang sakitnya berat-berat saja.
Audio: Suasana becak
Audio: Minta-minta sehat saja, jangan sakit, huehuehuhue.
Audio: Pakai fotokopi KTP saja, ya sudah, terima kasih!
[Citra Prastuti | KBR68H]
foto: KBR68H
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Aminah duduk menepi di samping loket Jamsoskes, Jaminan Sosial Kesehatan, di RS Muhammad Husein, Palembang, Sumatera Selatan. Ia sibuk membolak-balik beberapa lembar kertas di tangannya. Ada Kartu Keluarga, surat rujukan dari rumah sakit, serta KTP. Perempuan tua itu tampak kebingungan.
Audio: Ini asli bu. Ini KK, KTP. Kartu berobat. Apa pulo ini. Sudah pas kalo ini. Ini asli semua bu. Ini rujukan kan dari RS Siti Khodijah? Fotokopi lagi.
Ini bukan kali pertama Aminah datang berobat ke RS Muhammad Husein. Tapi ini kali pertama ia menjalani prosedur berobat yang baru.
Audio: (Bu, ada penyakit apa?) Sakit mata, operasi. (untuk apa ke sini?) Operasi. Sekarang pakai KTP kan, dulu pakai Askin. Jadi kemarin minta rujukan sama Puskesmas, disuruh ke RS Siti Khodijah tadi. Sekarang disuruh ke sini lagi. (Sekarang sudah ngurus di sini?) Susah lah mondar-mandir, karena ini baru pertama ini. (Baru sekarang harus urus pakai KTP?) Iya.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Audio: Pukul 9.30 di RS Muhammad Husein Palembang, Sumatera Selatan, sudah sangat ramai. Dari 40-an bangku yang tersedia, semuanya sudah diisi pasien yang mengantri mendapatkan pelayanan dari RS ini. Yang juga sangat ramai adalah di depan loket Jaminan Sosial Kesehatan Semesta, program berobat gratis bagi seluruh warga Sumatera Selatan. Warga tinggal menunjukkan KTP, KK atau surat domisili untuk mendapatkan layanan gratis ini. Tanpa batasan biaya, tanpa batasan penyakit.
Audio: Suasana depan loket jamsoskes
Audio: (Penyakitnya apa Pak?) Keterangan dari dokter, batuk bungin, yang menyumbat saluran kencing. (Prosedur yang sudah ditempuh?) Dari RSUD Bari, tidak lengkap perlengkapannya, jadi dirujuk ke sini. Kita tempuh jalur Poli dulu. Kalau memungkinkan dioperasi, nanti dioperasi. (Pelayanannya gimana?) Pelayanan baik, tapi jalur antrinya yang tidak baik. Kayaknya bertumpuk-tumpuk gitu.
Audio: (Gampang Pak ngurusnya?) Ngurus ponakan. (Sakit apa Pak?) Usus lengket. (Gampang atau susah Pak?) Kalau sudah dirawat, gampang. Yang rumit ngurus suratnya. (Surat apa saja pak?) KK, KTP. Seandainya salah cap, kita terpaksa ngulang lagi. Rumah Sakit Umum kan luas ya. Maaf Dek, ngantri.
Kesibukan tidak hanya tampak di luar, tapi juga di dalam loket Jamsoskes, melayani pasien program berobat gratis ala Sumsel.
Audio: Informasi ke depan, minta surat perawatan. Syaratnya, KTP duo, KK duo. Iyo, KK-nya duo lembar, KTP-nya duo lembar, rujukannya duo lembar. Rujukan yang asli lihat Bu ya. (lanjut suara printer)
Audio: (Setiap hari bisa ada berapa pasien Mbak?) Kalau rawat jalan 80-an. (Rawat inap?) Terkadang 42, 30. (Memang makin banyak setelah ada Jamsoskes?) Iya. (Kerasa banget atau biasa aja?) Kerasa banget..
Audio: [dari dalam loket, petugas] Artika! Langsung ke poli terpadu kamar 23, di belakang. Sudah. [dari luar loket, ortu Artika] (Anaknya sakit apa?) Mau kontrol. (Kenapa Pak?) Ya disuruh dokter control aja. (Emangnya sakit apa?) Belum, anaknya baru lahir.
Peresmian program Jamsoskes dilakukan oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Begitu program diresmikan, masyarakat langsung berbondong-bondong memeriksakan diri ke PUskesmas dan Rumah Sakit. Jumlah pasien meningkat tajam.
Audio: Suasana Puskesmas Merdeka
Sampai dua pekan setelah program berjalan, Puskesmas Merdeka masih merasakan melonjaknya jumlah pasien.
Audio: Suasana panggil pasien di Puskesmas Merdeka
Audio: Saat ini saya berada di Puskesmas Jl Merdeka, Palembang, Sumatera Selatan. Puskesmas ini terletak tidak jauh dari kediaman pribadi Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Sekarang pukul 11 siang, situasi masih sangat ramai. Di sebelah kiri ada loket dengan tulisan Askeskin, Jamsostek dan Askes. Sementara di seberangnya ada loket bertuliskan Loket Umum. Di bagian kaca tertempel pengumuman berisi syarat untuk mendapatkan pelayanan Jamsoskes, program berobat gratis bagi warga Sumatera Selatan.
Syarat ikut program berobat gratis ini memang mudah. Tinggal tunjukkan KTP, Kartu Keluarga atau Surat Domisili, beres. Program ini ditujukan bagi warga yang tak masuk kuota nasional Jamkesmas, atau jaminan kesehatan lain, seperti dari PT Askes atau PT Jamsostek.
Lantaran membudaknya antrean, Dokter Bobby Febriansyah sampai turun tangan meredam antusiasme warga.
Audio: Antusiasnya kan jadi lebih tinggi. Mungkin tadinya yang gatel-gatel dikit, ah nggak usah. Sekarang karena mumpung gratis. Gratisnya bukan sesaat, mau sampai kapan pun juga gratis. Jadi buat apa bondong-bondong hari ini. Mungkin besok masih gratis, lusa masih gratis, tahun depan masih gratis.
Audio: Suasana RSCM jenguk Kheiren
Kalau mau memanfaatkan program Jamsoskes ini, semua harus mengikuti prosedur yang berlaku. Pintu pertama ada di Puskesmas. Kalau Puskesmas tak sanggup, silakan minta rujukan untuk ke RS Umum tingkat Kabupaten/Kota. Kalau di sana menyerah juga, maka baru pasien akan ditangani di tiga RS Umum tingkat Provinsi. Jika tenaga dan alat terbatas, pilihan terakhir adalah menerbangkan pasien ke Jakarta.
Untuk itu, Djoni bersyukur, ia jadi membaca koran seperti yang disarankan temannya.
Audio: Kebeneran juga karena anak kita sakit, saya dikasih tau temen. Jon coba deh elu liat koran, ada program kayaknya pemerintah keluarkan. Saya liat gambar, Kepala Dinas Kesehatan Palembang Pak Zul ada kerjasama dengan RSCM. Begitu saya lihat, ah berarti kan bener.
Kheiren Zie, putri Djoni, adalah pasien pertama yang dirujuk gatis ke RS Cipto Mangunkusumo, sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional. Betul-betul gratis, tak perlu membayar sepeser pun untuk operasi jantung yang menelan biaya hingga 120-an juta rupiah.Wita hanya ibu rumah tangga, sementara Djoni hanya pegawai administrasi sebuah perusahaan tambang di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Audio: Puji Tuhan ada Jamsoskes ya. Iya, gratis, dari kami datang sampai ini, gratis semua ya.
Jamsoskes Semesta Sumatera Selatan kini menjamin 3 juta-an warga Sumsel supaya bisa berobat gatis. Ini melengkapi program jaminan kesehatan lain yang ada di sana, seperti Jamkesmas, atau yang di bawah PT Askes dan PT Jamsostek serta asuransi swasta lainnya.
Gubernur Alex Noerdin kini berani berkata,
Audio: Jadi sekarang secara teori, seluruh masyarakat Sumsel sudah dijamin kesehatannya, tidak bada lagi satu pun yang tidak.
Bagaimana cerita di balik program berobat gratis ala Sumatera Selatan ini?
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Audio: Pak Yanto kalo berobat di sini saja, gratis. Bawa fotokopi KTP saja. Layanannya saja, hanya gak disuntik saja, dikasih obat, diperiksa.
Audio: Nah sekarang pengobatan gratis ini belum nyoba. (Ibu tau ada program ini?) Ya. (Taunya dari mana Bu?) Tau dari orang-orang ini lah. Sekarang obat gratis kalau nggak ada Askin, bawa saja KK KTP gitu.
Audio: (Program berobat gratis? Bapak tahu?) Sudah tahu. (Tahu dari mana Pak?) Ya dari Alex ini.
Audio: Jamsostek, apa? Jamsoskes. Jamkoses. Ya itu. (Bapak tau ada program itu?) Ya tau. Masalahnya waktu pencanangan jadi gubernur kan udah dibicarain sama rakyat kayak gitu, mau diadakan berobat gratis.
Menyebut Jamsoskes kerap membuat lidah berbelit. Tak heran, warga Sumatera Selatan lebih mengenal program ini sebagai ‘Programnya Alex’, merujuk ke nama gubernur mereka. Reklame besar soal program ini dipasang di tengah ibukota Palembang, juga di jalan penghubung bandara ke pusat kota. Ini adalah bagian dari sosialisasi, termasuk 10 ribu selebaran yang dibagikan saat peresmian program.
Alex Noerdin sadar, membawa program berobat gratis ke tingkat provinsi adalah sebuah pertaruhan. Semasa menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin, program ini sukses besar.
Audio: Memang lebih sulit, karena wilayah cakupan lebih luas, populasi lebih banyak, tapi yang terlebih lagi harus meyakinkan 15 bupati dan walikota se-Sumsel, 15 DPRD Kabupaten dan Kota se-Sumsel, termasuk DPRD Provinsi Sumsel sendiri. Tapi ini membentuk persamaan persepsi dulu bahwa ini adalah tugas kewajiban kita meringankan beban rakyat. Dan sejak awal saya yakin tidak ada yang tidak setuju. Kalau tidak setuju, ya berhenti saja jadi walikota atau bupati.
Kerjasama antara provinsi dan kabupaten kota adalah kunci keberhasilan program Jamsoskes. Pemerintah Provinsi menyediakan 240 miliar dari kas APBD, sementara dari kas kabupaten kota terkumpul 80-an miliar, sesuai kemampuan masing-masing daerah. Kekhawatiran sempat mencuat, jangan-jangan pembangunan sektor lain terhambat lantaran duit menggelontor ke program berobat gratis.
Alex menepis keraguan itu.
Audio: Pembangunan itu bisa dilaksanakan dengan pihak ketiga dengan pola saling menguntungkan. Bisa. Saya akan coba bangun kantor gubernur yang baru tidak gunakan APBD, lagi cari caranya gimana. Kalau cuma berpikir, yah duit kita cuma segini, kalau disedot ke sini, tinggal segini, itu sudah kuno. Kalau cuma menggantungkan pada dana APBD atau APBN, nenek-nenek juga bisa, ya kan? Hahaha. Semua orang bisa. Tapi bagaimana dengan dana yang ada bisa meng-create, bisa membangkitkan potensi yang ada.
Di penjuru Sumatera Selatan, berarti ada lima macam jaminan kesehatan. PNS ditanggung PT Askes, TNI di bawah jaminan PT Asabri, sementara yang pekerja, ada tanggungan dari PT Jamsostek. Sisanya dijamin lewat Jamsoskes, kata Alex.
Audio: Mereka yang sangat miskin tidak tercover asuransi kesehatan. Yang tercover itu hanya TNI/Polri, PNS dengan Askes dsb, tapi justru rakyat yang lebih membutuhkan. PNS kan punya pekerjaan tetap, punya penghasilan tetap. Tapi mereka yang paling membutuhkan tidak punya pekerjaan tetap sehingga tidak tercover oleh asuransi kesehatan. Sedangkan mereka yang paling membutuhan, ada yang kerja sehari untuk makan sehari. Jadi kalau sakit 2 hari, keluarganya tidak makan 2 hari. Bayangkan.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Data yang akurat adalah kunci kesukesan program di lapangan. Semua demi mencegah tumpang tindih klaim yang bisa berakibat pada jebolnya kas daerah. Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Zulkarnain Noerdin.
Audio: Kita sebar database di setiap tingkat pelayanan, baik Puskesmas maupun RS, masyarkaat yang dapat semua jaminan kesehatan; Jamkesmas, Jamsostek, Asabri atau lainnya. Sisanya masuk ke Jamsoskes Semesta. Dia harus punya database. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Karena nanti ada masalah klaim, klaim ke mana nantinya.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Secara tidak langsung, program berobat gratis ala Sumsel ikut memicu masyarakat untuk segera punya KTP, kata Zulkarnain.
Audio: Ada hak dan kewajiban. Kalau dia ingin dapatkan pelayanan gratis, dia harus penuhi kewajiban. Ini saatnya mencerdaskan kehidupan, dia sebagai penduduk Negara harus punya identitas.
Audio: Suasana di Puskesmas Merdeka
Di saat daerah lain masih sibuk mengutak-atik anggaran, Provinsi Sumatera Selatan justru sudah melenggang dengan program berobat gratis. Seperti gula dirubung semut, Puskesmas dan Rumah Sakit disesaki warga. Tapi di masa mendatang, bukan seperti ini yang diharapkan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dengan program Jamsoskesnya.
Audio: Dan sejalan dengan program ini juga dijalankan program preventif, perbaikan gizi, mengubah lifestyle dan sebagainya, sehingga makin lama makin mengurangi jumlah manusia yang sakit. Sehingga suatu waktu nanti, sepi tuh rumah sakit, hanya yang sakitnya berat-berat saja.
Audio: Suasana becak
Audio: Minta-minta sehat saja, jangan sakit, huehuehuhue.
Audio: Pakai fotokopi KTP saja, ya sudah, terima kasih!
[Citra Prastuti | KBR68H]
foto: KBR68H
Wednesday, March 11, 2009
Asuransi Kesehatan untuK Semua
Satu tahun sudah usia program Jaminan Kesehatan Masyarakat, Jamkesmas. Ini adalah program kesehatan gratis bagi 70 juta lebih warga miskin se-Indonesia, lanjutan dari Askeskin yang berlaku sebelumnya. Namun dalam perjalanannya, ada sejumlah kritik terhadap Jamkesmas. Salah satunya karena program ini dianggap melanggar UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Seberapa siap Pemerintah menjamin hak kesehatan warga sesuai cita-cita konstitusi dan UU SJSN? Reporter KBR68H Citra Prastuti dan Ziphora Robina dari Radio Internasional Jerman Deustche Welle Siaran Indonesia menelusuri kesiapan pemerintah soal ini.
Audio: Setiap pagi adalah saat yang ramai di Unit Pelayanan Pasien Jaminan atau UPPJ RS Cipto Mangunkusumo. Di sini ada beberapa loket. Di sebelah kiri saya adalah loket untuk peserta Askes. Sementara di bagian depan dan sebelah kanan adalah loket untuk peserta Jamkesmas dan di sebelah kanan adalah loket untuk program JPK Gakin, program berobat gratis untuk warga dengan KTP Jakarta. .. Saat ini pukul 8.30 WIB. Di antrian JPK Gakin sudah banyak sekali orang mengantri. … Loket yang tidak kalah ramai adalah loket Jamkesmas bagi mereka yang memiliki KTP luar Jakarta. Antriannya tidak terlalu teratur, mereka agak berdesak-desakan. Ini pasti akan menyulitkan petugas.
Audio: Suasana UPPJ
Sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan Nasional, setiap hari RS Cipto Mangunkusumo melayani 1300-an orang miskin dari seluruh Indonesia. Ini berarti 70 persen dari total pasien RSCM. Mereka menumpuk di Unit Pelayanan Pasien Jaminan.
Bagi yang ber-KTP luar Jakarta, maka mereka akan dilayani lewat progam Jamkesmas, Jaminan Kesehatan Masyarakat. Dengan jumlah pasien Jamkesmas yang tinggi, Unit ini kewalahan. Apalagi di lapangan, program nasional ini punya banyak kendala, seperti cerita Eka Yoshida, Kepala Unit Pelayanan Pasien Jaminan RSCM.
Audio: Satu kendala dengan Jamkesmas, Pemda itu sangat minim membekali pasien yang dirujuk dengan informasi. Anda kalau ke sini harus bawa dokumen ini. Biaya hidupnya gini lho. Ini nggak. Dateng aja dengan badannya. Bu saya dirujuk ke sini. Padahal dirujuk dari Puskesmas. Nah kita nggak terima dari Puskesmas, kami terima dari RSUD. Itu pembekalannya belum optimal. Sementara pasien kan jadi terombang-ambing, sementara kan dia butuh cure.
Audio: Suasana UPPJ
Program Jamkesmas diluncurkan Departemen Kesehatan pada Maret 2008. Sebelumnya, program ini bernama Askeskin, dimulai sejak 2005. Program diubah karena skema Askeskin justru membuat pemerintah nombok 1 triliun rupiah.
Di program Jamkesmas ini, Surat Keterangan Tidak Mampu tak lagi berlaku. Semua harus punya kartu Jamkesmas yang berwarna oranye-hijau, kalau mau dilayani. Mereka yang punya kartu adalah warga yang terdata miskin oleh pemerintah kabupaten/kota serta provinsi setempat.
Audio: Anak namanya Ikhsan Nurfaizal. Umur 13 tahun. Sakit dinyatakan setelah pemeriksaan Desember kemarin, tumor stadium 3, tumor di belakang hidung.
Ikhsan tak punya kartu Jamkesmas. Kata Aji, ayahnya, ketika pembagian massal kartu Jamkesmas, mereka tak kebagian. Karenanya, begitu sakit kanker menggerogoti anaknya, Aji kelimpungan. Penghasilannya sebagai juru ukur tanah tak bakal cukup untuk biaya berobat.
Audio: Ya stres lah. Bener-bener stres. Keputusannya kan di sini. Saya bingung kan. Sedangkan anak saya kan harus diobati. Dokter bilang gini gini gini. Masalah biaya, nggak mungkin kejangkau. Dikasih solusi, disuruh urus Jamkesmas.
Harus memohon kepada aparat, cerita Aji. Beruntung, tak sampai seminggu, kartu Jamkesmas sudah di tangan. Ada 40 kali penyinaran dan 6 kemoterapi yang harus dijalani Ikhsan di RS Kanker Dharmais. Satu kali kemoterapi, kata Aji, biayanya lebih dari 4 juta rupiah. Ikhsan baru saja menjalani sesi pertamanya.
Audio: (Rasanya?) Biasa aja. Cuma pusing, mual. Nggak enak makan. (Kalo benjolannya sendiri ketika awal?) Sakit. Cuma ah gitu aja. Membesar. (Setelah dikemo, rasanya lebih baik?) Lebih baik. Enak. Jadi enak. Nggak terlalu sakit
Ikhsan bukan satu-satunya warga miskin yang kena penyakit berat bin mahal. Di RS Dharmais, 90 persen pasien kanker di bagian anak adalah orang miskin. Kata dokter Edi Tehuteru, dokter tak bisa sekadar menyembuhkan pasien, lalu pulang. Dokter harus ikutan pusing memikirkan dari mana datangnya biaya berobat. Aturan mesti dilenturkan demi kesembuhan pasien.
Audio: Biasanya nih kalau saya sudah mendekati plafon, bagian keuangan sudah lapor ke kita. Artinya apa tuh? Artinya, yah pulangin dulu, ntar masuk lagi. Jadi, jalan keluarnya kayak gitu. Statusnya pulang, jadi dikeluarin. Supaya kalau masuk lagi, dapat fresh lagi, start from zero lagi.
Audio: Suasana UPPJ
Setahun sudah program Jamkesmas berjalan. Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta menilai, Jamkesmas punya setumpuk kekurangan. Yang paling fatal, kata Marius, Jamkesmas melanggar UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Audio: Tiba-tiba dari Depkes mengambil alih, nggak tau dapat ilmu wangsit dari mana, kok arahnya kembali lagi ke sebelum era 2005 dengan program namanya Jamkesmas. Saya terus terang sedih lho. Di sini suatu instansi pemerintah yang adalah regulator, sebagai pelaku pemain juga, penonton juga, wasit juga. Nggak ada ini. Padahal biasanya pejabat kalau dilantik itu kan sumpahnya mengikuti peraturan perundangan, ini nggak tau UU yang mana, nggak tau. Terus terang saya sedih sekali.
Menurut UU Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ditandatangani pada 2004, lima tahun sesudah disahkan, isi UU harus mulai dilaksanakan. Artinya, semua warga, tanpa pandang miskin atau kaya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dari negara. Bagaimana persiapan Pemerintah sejauh ini?
Audio: Suasana UPPJ RSCM
Ibu Niar berdiri di antrian Unit Pelayanan Pasien Jaminan RSCM. Dari dalam map yang dipegangnya, terlihat kartu Jamkesmas. Ibu Niar datang dari Bengkulu. Ia menemani sepupunya yang tengah dirawat karena kanker mulut rahim.
Audio: (Pekerjaan sepupu ibu sebagai apa sehingga pakai Jamkesmas?) Nggak ada pekerjaan. (Pengangguran?) Ya. (Dengan Jamkesmas, dari RSUD sampai sini gratis?) Alhamdulillah. Ada selisih bayar, tapi nggak begitulah, ada 4 ribu, 9 ribu, belum ada yang di atasnya.
Bagi Ibu Niar, rasanya Jamkesmas berjalan sempurna.
Audio: Suasana UPPJ RSCM
Tapi tidak begitu yang dirasakan dokter Edi Tehuteru, yang sehari-hari berkutat dengan kanker pada anak di RS Dharmais, Jakarta. Biaya berobat kanker bisa menembus langit ketujuh, sementara kebanyakan pasien kanker adalah orang miskin. Yang mengganjal, kata Edi, Jamkesmas punya daftar obat yang ditanggung. Artinya, ada yang tidak gratis. Karenanya dokter mesti ikutan pusing mencari tambahan dana.
Audio: Ada satu pasien, hanya 2 obat yang discover oleh asuransi. Satunya enggak, tapi harganya 3 juta. Trus mau dapat dari mana? Mau distop pengobatannya karena nggak ada uang segitu? Nggak juga. Terlalu konyol kalau stop gara-gara itu.
Dari hasil penelusuran ke 31 provinsi dan puluhan kabupaten, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widajajarta, menemukan ganjalan ini sebagai sesuatu yang serius.
Audio: Misalnya patah tulang untuk implantnya tidak ditanggung. Padahal operasi patah tulang, implantnya itu harganya jutaan, bahkan ada yang sampai puluhan juta. Kalau di manlak Jamkesmas, yang diganti cuma bola mata palsu. Berapa persen orang yang mecotot matanya harus ganti bola mata palsu dibandingkan kecelakaan lalu lintas?Apalagi orang miskin kan mobile, lagi dagang, ngelamun, dagangan nggak laku, ketabrak kabur. Terkapar lah dia.
Namun pembatasan itu terpaksa dilakukan, kata Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan Chalik Masulili. Semuanya demi mengendalikan biaya berobat, mengingat ada lebih 70 juta orang miskin yang ditanggung Negara. Kalau tidak, bisa-bisa kas negara jebol, seperti saat Askeskin dulu, kata Chalik.
Audio: Orang miskin itu nggak banyak nuntut. Dia cuma minta dua. Satu, jangan ditolak. Dua, jangan bayar. Cuma dua itu aja. Dokter kita di lapangan maunya teknologi paling canggih. Ini kan ada korelasi dengan uang. Canggihnya itu juga yang paling mahal. Itu kan yang harus kita minta standar supaya penghitungan biayanya bisa klop. Ini yang masih kami susun sama-sama karena uang kita bukannya unlimited. Jadi standarnya harus jelas dari profesi. Jangan kita bikin standar dari sini, profesi maunya lain gitu lho.
Itu baru satu soal. Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta menyorot pada prinsip dasar yang membedakan Askeskin dengan Jamkesmas. Jamkesmas, kata Marius, tidak berjalan dengan prinsip asuransi sosial. Padahal ini sudah digariskan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Audio: Kalau Askeskin, insurance, artinya si provider itu bekerja dulu. Bekerja dulu, trus dia buat tagihan, diverifikasi, cocok, dibayar. Kalau ini kan enggak. Orang belum bekerja, uang sudah dibagi-bagi. Ini antara dua. Namanya uang ada di depan mata, jiwanya mau jadi malaikat atau setan. Dan dananya setiap tahun habis. Kalau dulu, kalau nggak digunakan itu buat tahun berikutnya. Kalau manajemennya bagus, lama-lama pemerintah bisa nggak membiayai. Karena ini kan bergulir.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan Chalik Masulili mengakui Jamkesmas masih jauh dari ideal. Meski banyak kekurangan, Chalik memastikan, Jamkesmas tengah membuka jalan menuju jaminan kesehatan gratis bagi semua, sesuai UU SJSN.
Audio: Kita lihat UU Nomor 40, inilah yang saya sebut Jamkesmas secara makro. UU ini memang belum ada turunannya. Tapi ini adalah suatu langkah down to earth. Universal coverage itu wajib sifatnya. Ini konsep down to earth. Bukan suatu konsep yang di awang-awang. Yang jelas.
Chalik betul, jalan memang masih panjang.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Di seluruh Indonesia, baru 76.4 juta penduduk miskin yang biaya kesehatannya ditanggung Negara. Ini berarti hanya 30 persen seluruh penduduk Indonesia. Berbeda dengan Provinsi Sumatera Selatan, yang total 7 juta warganya sudah mendapat jaminan kesehatan gratis. Kata Gubernur Alex Noerdin, kalau sakit, tak perlu risau.
Audio: Kita lihat case Sumsel, penduduknya 7 juta lebih. Yang sudah tercover asuransi itu 40 persen lebih, PNS dengan Askes, TNI/Polri dengan Asabri, Jamkesmas, swasta dengan asuransi macam-macam. Yang tidak tercover jumlahnya hampir 60 persen, itu kira-kira 3 juta lebih, hampir 4 juta. Itu yang sebenarnya paling membutuhkan karena mereka di lapis paling bawah, paling miskin, tidak punya pekerjaan tetap, tidak punya penghasilan tetap. Itu yang di-cover program berobat gratis, yang kita sebut Program Jaminan Kesehatan Sumatera Selatan, Semesta.
Program ini pun bukan sekadar gombal. Joni, ayah Kheiren Zie, sudah membuktikan. Anaknya dioperasi jantung karena bocor di bagian bilik. Kalau mesti bayar, maka minimal keluar uang 60 juta. Itu baru untuk operasinya.
Audio: Kita bangga karena waktu di kampanye bukan anak saya aja yang baru ini, tapi ada juga yang baru masuk dari Palembang. Suatu kebanggan bagi kami warga Palembang bahwasanya apa yang dikatakan gubernur bukan hanya janji, tapi terbukti. Bahwasanya program untuk kesehatan ditanggung sampai kesembuhan.
Klop, saat Pilkada Gubernur lalu, Joni memang memilih Alex Noerdin sebagai gubernur.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Harapan kini digantungkan pada UU Sistem Jaminan Sosial yang sudah disahkan lima tahun lalu. Tujuannya mulia, supaya kelak semua warga Indonesia bisa mencicipi nikmatnya memiliki jaring pengaman untuk setiap fase kehidupan yang dijalani. Oktober tahun ini, UU tersebut sudah harus diterapkan. Artinya, harus sudah ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan ini lah yang penyelenggara asuransi kesehatan, juga masa tua, pensiun, kecelakaan kerja dan kematian bagi seluruh warga Indonesia.
Tapi Badan ini belum terbentuk. Meski begitu, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Fachmi Idris mengaku optimistis, target Oktober 2009 bisa dituntaskan.
Audio: Terlepas dari kondisi apa pun kita hari ini, orang bicara Pemilu, orang bicara politik, DJSN berketetapan hati menyerahkan draft RUU BPJS. Sudah diserahkan ke Menkokesra. Nanti kementrian yang berproses sampai tahapan dibahas ke DPR.
Jadi kapan jaminan kesehatan untuk semua bakal terwujud?
Chalik Masulili, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan, sudah pasang target. Target optimistis 6 tahun lagi. Sesial-sialnya, sistem ini bakal berjalan pada 2020 mendatang.
Kapan pun itu, Dewan Jaminan Sosial Nasional akan memastikan Undang-undang ini berjalan sesuai cita-cita dan niat baik yang diusung, kata salah satu anggotanya, Fachmi Idris.
Audio: Ya harus optimis dan kita sangat membutuhkan dukungan semuanya. Karena ini sayang, ada satu undang-undang yang sudah diamanatkan, walaupun dengan banyak faktor yang tidak dapat dijalankan dengan optimal sampai hari ini, kita harus optimis, karena ini menyangkut 220 juta rakyat Indonesia.
Audio: Fotonya malah belum ada nih Pak? Atas nama Ikhsan Nurfaizal. Kampung Cibuntu, Sukabumi. Puskesmas Kalibunder.
Di RS Kanker Dharmais Jakarta, Aji memperlihatkan kartu Jamkesmas milik anaknya. Berbekal kartu ini, Ikhsan akan menjalani puluhan kali penyinaran dan kemoterapi demi menyembuhkan tumor. Kalau sistem jaminan kesehatan makin kuat dan makin baik, maka tak cuma Ikhsan yang bisa sakit tanpa pusing memikirkan biaya.
Ketika saat itu tiba, maka kita bisa berkata,’Orang miskin sudah boleh sakit’.
Audio: Suasana UPPJ RSCM
[Citra Prastuti KBR68H | Ziphora Robina DW]
foto: KBR68H
Audio: Setiap pagi adalah saat yang ramai di Unit Pelayanan Pasien Jaminan atau UPPJ RS Cipto Mangunkusumo. Di sini ada beberapa loket. Di sebelah kiri saya adalah loket untuk peserta Askes. Sementara di bagian depan dan sebelah kanan adalah loket untuk peserta Jamkesmas dan di sebelah kanan adalah loket untuk program JPK Gakin, program berobat gratis untuk warga dengan KTP Jakarta. .. Saat ini pukul 8.30 WIB. Di antrian JPK Gakin sudah banyak sekali orang mengantri. … Loket yang tidak kalah ramai adalah loket Jamkesmas bagi mereka yang memiliki KTP luar Jakarta. Antriannya tidak terlalu teratur, mereka agak berdesak-desakan. Ini pasti akan menyulitkan petugas.
Audio: Suasana UPPJ
Sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan Nasional, setiap hari RS Cipto Mangunkusumo melayani 1300-an orang miskin dari seluruh Indonesia. Ini berarti 70 persen dari total pasien RSCM. Mereka menumpuk di Unit Pelayanan Pasien Jaminan.
Bagi yang ber-KTP luar Jakarta, maka mereka akan dilayani lewat progam Jamkesmas, Jaminan Kesehatan Masyarakat. Dengan jumlah pasien Jamkesmas yang tinggi, Unit ini kewalahan. Apalagi di lapangan, program nasional ini punya banyak kendala, seperti cerita Eka Yoshida, Kepala Unit Pelayanan Pasien Jaminan RSCM.
Audio: Satu kendala dengan Jamkesmas, Pemda itu sangat minim membekali pasien yang dirujuk dengan informasi. Anda kalau ke sini harus bawa dokumen ini. Biaya hidupnya gini lho. Ini nggak. Dateng aja dengan badannya. Bu saya dirujuk ke sini. Padahal dirujuk dari Puskesmas. Nah kita nggak terima dari Puskesmas, kami terima dari RSUD. Itu pembekalannya belum optimal. Sementara pasien kan jadi terombang-ambing, sementara kan dia butuh cure.
Audio: Suasana UPPJ
Program Jamkesmas diluncurkan Departemen Kesehatan pada Maret 2008. Sebelumnya, program ini bernama Askeskin, dimulai sejak 2005. Program diubah karena skema Askeskin justru membuat pemerintah nombok 1 triliun rupiah.
Di program Jamkesmas ini, Surat Keterangan Tidak Mampu tak lagi berlaku. Semua harus punya kartu Jamkesmas yang berwarna oranye-hijau, kalau mau dilayani. Mereka yang punya kartu adalah warga yang terdata miskin oleh pemerintah kabupaten/kota serta provinsi setempat.
Audio: Anak namanya Ikhsan Nurfaizal. Umur 13 tahun. Sakit dinyatakan setelah pemeriksaan Desember kemarin, tumor stadium 3, tumor di belakang hidung.
Ikhsan tak punya kartu Jamkesmas. Kata Aji, ayahnya, ketika pembagian massal kartu Jamkesmas, mereka tak kebagian. Karenanya, begitu sakit kanker menggerogoti anaknya, Aji kelimpungan. Penghasilannya sebagai juru ukur tanah tak bakal cukup untuk biaya berobat.
Audio: Ya stres lah. Bener-bener stres. Keputusannya kan di sini. Saya bingung kan. Sedangkan anak saya kan harus diobati. Dokter bilang gini gini gini. Masalah biaya, nggak mungkin kejangkau. Dikasih solusi, disuruh urus Jamkesmas.
Harus memohon kepada aparat, cerita Aji. Beruntung, tak sampai seminggu, kartu Jamkesmas sudah di tangan. Ada 40 kali penyinaran dan 6 kemoterapi yang harus dijalani Ikhsan di RS Kanker Dharmais. Satu kali kemoterapi, kata Aji, biayanya lebih dari 4 juta rupiah. Ikhsan baru saja menjalani sesi pertamanya.
Audio: (Rasanya?) Biasa aja. Cuma pusing, mual. Nggak enak makan. (Kalo benjolannya sendiri ketika awal?) Sakit. Cuma ah gitu aja. Membesar. (Setelah dikemo, rasanya lebih baik?) Lebih baik. Enak. Jadi enak. Nggak terlalu sakit
Ikhsan bukan satu-satunya warga miskin yang kena penyakit berat bin mahal. Di RS Dharmais, 90 persen pasien kanker di bagian anak adalah orang miskin. Kata dokter Edi Tehuteru, dokter tak bisa sekadar menyembuhkan pasien, lalu pulang. Dokter harus ikutan pusing memikirkan dari mana datangnya biaya berobat. Aturan mesti dilenturkan demi kesembuhan pasien.
Audio: Biasanya nih kalau saya sudah mendekati plafon, bagian keuangan sudah lapor ke kita. Artinya apa tuh? Artinya, yah pulangin dulu, ntar masuk lagi. Jadi, jalan keluarnya kayak gitu. Statusnya pulang, jadi dikeluarin. Supaya kalau masuk lagi, dapat fresh lagi, start from zero lagi.
Audio: Suasana UPPJ
Setahun sudah program Jamkesmas berjalan. Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta menilai, Jamkesmas punya setumpuk kekurangan. Yang paling fatal, kata Marius, Jamkesmas melanggar UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Audio: Tiba-tiba dari Depkes mengambil alih, nggak tau dapat ilmu wangsit dari mana, kok arahnya kembali lagi ke sebelum era 2005 dengan program namanya Jamkesmas. Saya terus terang sedih lho. Di sini suatu instansi pemerintah yang adalah regulator, sebagai pelaku pemain juga, penonton juga, wasit juga. Nggak ada ini. Padahal biasanya pejabat kalau dilantik itu kan sumpahnya mengikuti peraturan perundangan, ini nggak tau UU yang mana, nggak tau. Terus terang saya sedih sekali.
Menurut UU Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ditandatangani pada 2004, lima tahun sesudah disahkan, isi UU harus mulai dilaksanakan. Artinya, semua warga, tanpa pandang miskin atau kaya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dari negara. Bagaimana persiapan Pemerintah sejauh ini?
Audio: Suasana UPPJ RSCM
Ibu Niar berdiri di antrian Unit Pelayanan Pasien Jaminan RSCM. Dari dalam map yang dipegangnya, terlihat kartu Jamkesmas. Ibu Niar datang dari Bengkulu. Ia menemani sepupunya yang tengah dirawat karena kanker mulut rahim.
Audio: (Pekerjaan sepupu ibu sebagai apa sehingga pakai Jamkesmas?) Nggak ada pekerjaan. (Pengangguran?) Ya. (Dengan Jamkesmas, dari RSUD sampai sini gratis?) Alhamdulillah. Ada selisih bayar, tapi nggak begitulah, ada 4 ribu, 9 ribu, belum ada yang di atasnya.
Bagi Ibu Niar, rasanya Jamkesmas berjalan sempurna.
Audio: Suasana UPPJ RSCM
Tapi tidak begitu yang dirasakan dokter Edi Tehuteru, yang sehari-hari berkutat dengan kanker pada anak di RS Dharmais, Jakarta. Biaya berobat kanker bisa menembus langit ketujuh, sementara kebanyakan pasien kanker adalah orang miskin. Yang mengganjal, kata Edi, Jamkesmas punya daftar obat yang ditanggung. Artinya, ada yang tidak gratis. Karenanya dokter mesti ikutan pusing mencari tambahan dana.
Audio: Ada satu pasien, hanya 2 obat yang discover oleh asuransi. Satunya enggak, tapi harganya 3 juta. Trus mau dapat dari mana? Mau distop pengobatannya karena nggak ada uang segitu? Nggak juga. Terlalu konyol kalau stop gara-gara itu.
Dari hasil penelusuran ke 31 provinsi dan puluhan kabupaten, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widajajarta, menemukan ganjalan ini sebagai sesuatu yang serius.
Audio: Misalnya patah tulang untuk implantnya tidak ditanggung. Padahal operasi patah tulang, implantnya itu harganya jutaan, bahkan ada yang sampai puluhan juta. Kalau di manlak Jamkesmas, yang diganti cuma bola mata palsu. Berapa persen orang yang mecotot matanya harus ganti bola mata palsu dibandingkan kecelakaan lalu lintas?Apalagi orang miskin kan mobile, lagi dagang, ngelamun, dagangan nggak laku, ketabrak kabur. Terkapar lah dia.
Namun pembatasan itu terpaksa dilakukan, kata Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan Chalik Masulili. Semuanya demi mengendalikan biaya berobat, mengingat ada lebih 70 juta orang miskin yang ditanggung Negara. Kalau tidak, bisa-bisa kas negara jebol, seperti saat Askeskin dulu, kata Chalik.
Audio: Orang miskin itu nggak banyak nuntut. Dia cuma minta dua. Satu, jangan ditolak. Dua, jangan bayar. Cuma dua itu aja. Dokter kita di lapangan maunya teknologi paling canggih. Ini kan ada korelasi dengan uang. Canggihnya itu juga yang paling mahal. Itu kan yang harus kita minta standar supaya penghitungan biayanya bisa klop. Ini yang masih kami susun sama-sama karena uang kita bukannya unlimited. Jadi standarnya harus jelas dari profesi. Jangan kita bikin standar dari sini, profesi maunya lain gitu lho.
Itu baru satu soal. Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta menyorot pada prinsip dasar yang membedakan Askeskin dengan Jamkesmas. Jamkesmas, kata Marius, tidak berjalan dengan prinsip asuransi sosial. Padahal ini sudah digariskan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Audio: Kalau Askeskin, insurance, artinya si provider itu bekerja dulu. Bekerja dulu, trus dia buat tagihan, diverifikasi, cocok, dibayar. Kalau ini kan enggak. Orang belum bekerja, uang sudah dibagi-bagi. Ini antara dua. Namanya uang ada di depan mata, jiwanya mau jadi malaikat atau setan. Dan dananya setiap tahun habis. Kalau dulu, kalau nggak digunakan itu buat tahun berikutnya. Kalau manajemennya bagus, lama-lama pemerintah bisa nggak membiayai. Karena ini kan bergulir.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan Chalik Masulili mengakui Jamkesmas masih jauh dari ideal. Meski banyak kekurangan, Chalik memastikan, Jamkesmas tengah membuka jalan menuju jaminan kesehatan gratis bagi semua, sesuai UU SJSN.
Audio: Kita lihat UU Nomor 40, inilah yang saya sebut Jamkesmas secara makro. UU ini memang belum ada turunannya. Tapi ini adalah suatu langkah down to earth. Universal coverage itu wajib sifatnya. Ini konsep down to earth. Bukan suatu konsep yang di awang-awang. Yang jelas.
Chalik betul, jalan memang masih panjang.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Di seluruh Indonesia, baru 76.4 juta penduduk miskin yang biaya kesehatannya ditanggung Negara. Ini berarti hanya 30 persen seluruh penduduk Indonesia. Berbeda dengan Provinsi Sumatera Selatan, yang total 7 juta warganya sudah mendapat jaminan kesehatan gratis. Kata Gubernur Alex Noerdin, kalau sakit, tak perlu risau.
Audio: Kita lihat case Sumsel, penduduknya 7 juta lebih. Yang sudah tercover asuransi itu 40 persen lebih, PNS dengan Askes, TNI/Polri dengan Asabri, Jamkesmas, swasta dengan asuransi macam-macam. Yang tidak tercover jumlahnya hampir 60 persen, itu kira-kira 3 juta lebih, hampir 4 juta. Itu yang sebenarnya paling membutuhkan karena mereka di lapis paling bawah, paling miskin, tidak punya pekerjaan tetap, tidak punya penghasilan tetap. Itu yang di-cover program berobat gratis, yang kita sebut Program Jaminan Kesehatan Sumatera Selatan, Semesta.
Program ini pun bukan sekadar gombal. Joni, ayah Kheiren Zie, sudah membuktikan. Anaknya dioperasi jantung karena bocor di bagian bilik. Kalau mesti bayar, maka minimal keluar uang 60 juta. Itu baru untuk operasinya.
Audio: Kita bangga karena waktu di kampanye bukan anak saya aja yang baru ini, tapi ada juga yang baru masuk dari Palembang. Suatu kebanggan bagi kami warga Palembang bahwasanya apa yang dikatakan gubernur bukan hanya janji, tapi terbukti. Bahwasanya program untuk kesehatan ditanggung sampai kesembuhan.
Klop, saat Pilkada Gubernur lalu, Joni memang memilih Alex Noerdin sebagai gubernur.
Audio: Suasana panggil pasien RSMH
Harapan kini digantungkan pada UU Sistem Jaminan Sosial yang sudah disahkan lima tahun lalu. Tujuannya mulia, supaya kelak semua warga Indonesia bisa mencicipi nikmatnya memiliki jaring pengaman untuk setiap fase kehidupan yang dijalani. Oktober tahun ini, UU tersebut sudah harus diterapkan. Artinya, harus sudah ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan ini lah yang penyelenggara asuransi kesehatan, juga masa tua, pensiun, kecelakaan kerja dan kematian bagi seluruh warga Indonesia.
Tapi Badan ini belum terbentuk. Meski begitu, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Fachmi Idris mengaku optimistis, target Oktober 2009 bisa dituntaskan.
Audio: Terlepas dari kondisi apa pun kita hari ini, orang bicara Pemilu, orang bicara politik, DJSN berketetapan hati menyerahkan draft RUU BPJS. Sudah diserahkan ke Menkokesra. Nanti kementrian yang berproses sampai tahapan dibahas ke DPR.
Jadi kapan jaminan kesehatan untuk semua bakal terwujud?
Chalik Masulili, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan, sudah pasang target. Target optimistis 6 tahun lagi. Sesial-sialnya, sistem ini bakal berjalan pada 2020 mendatang.
Kapan pun itu, Dewan Jaminan Sosial Nasional akan memastikan Undang-undang ini berjalan sesuai cita-cita dan niat baik yang diusung, kata salah satu anggotanya, Fachmi Idris.
Audio: Ya harus optimis dan kita sangat membutuhkan dukungan semuanya. Karena ini sayang, ada satu undang-undang yang sudah diamanatkan, walaupun dengan banyak faktor yang tidak dapat dijalankan dengan optimal sampai hari ini, kita harus optimis, karena ini menyangkut 220 juta rakyat Indonesia.
Audio: Fotonya malah belum ada nih Pak? Atas nama Ikhsan Nurfaizal. Kampung Cibuntu, Sukabumi. Puskesmas Kalibunder.
Di RS Kanker Dharmais Jakarta, Aji memperlihatkan kartu Jamkesmas milik anaknya. Berbekal kartu ini, Ikhsan akan menjalani puluhan kali penyinaran dan kemoterapi demi menyembuhkan tumor. Kalau sistem jaminan kesehatan makin kuat dan makin baik, maka tak cuma Ikhsan yang bisa sakit tanpa pusing memikirkan biaya.
Ketika saat itu tiba, maka kita bisa berkata,’Orang miskin sudah boleh sakit’.
Audio: Suasana UPPJ RSCM
[Citra Prastuti KBR68H | Ziphora Robina DW]
foto: KBR68H
Tuesday, March 10, 2009
Si Bung Kecil
5 Maret lalu adalah perayaan 100 tahun usia bekas Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir. Kiprahnya yang kurang dari dua tahun membuat ia kalah populer dibandingkan dwitunggal Soekarno-Hatta. Tanpa gegap gempita, Sutan Sjahrir adalah Bapak Hak Asasi Manusia dan bapak pelopor konsep Negara kesejahteraan. Peran apa yang dimainkan si Bung Kecil di republik ini? Reporter KBR68H Rezki Hasibuan menyusun keping-keping kenangan soal Sutan Syahrir.
Audio: Sjahrir yang mengaku jabatan sebagai Perdana Menteri I Indonesia di usia 36 tahun hampir tak dikenal masyarakat , pelajar, mahasiswa. Bahkan dalam beberapa kali kesempatan tertukar dengan Sutan Takdir Ali Sjahbana. Ooh yang mengarang Layar Terkembang yah, atau tertukar dengan Sjahrir Cik Iil. Ohh bukannya baru saja meninggal koq udah 100 tahun?
Begitulah ungkapan hati Siti Rabyah Parvati, anak bungsu Sutan Sjahrir. Dalam pidato 100 tahun Sutan Sjahrir, Upik terlihat gelisah. Generasi muda saat ini banyak yang tak mengenal sang papa, kata dia. Sutan Sjahrir adalah Perdana Menteri pertama di Indonesia, hanya dua tahun di jabatan tersebut.
Audio: Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang 5 Maret 1909 dia adalah putra ke delapan dari Mohamad Rashad Maharaja gelar Maharadja Sultan. Dia menyelesaikan sekolah MULO di Medan dan AMS di Bandung
Sutan Sjahrir akrab dipanggil si Bung Kecil. Ia sempat berdiam di negeri Belanda selama dua tahun, untuk melanjutkan studi sekolah hukum di Amsterdam. Di sana, Sjahrir semakin berkutat dengan teori-teori ideologi sosialisme. Sahabat Sjahrir, Salomon Tas berkisah, Sjahrir terus berkelana mencari teman-teman radikal, sampai ia berteman dengan kalangan yang menolak segala hal berbau kapitalisme.
Begitu kembali ke tanah air, Sutan Sjahrir menancapkan kukunya di dunia politik. Ia aktif di Pendidikan Nasional Indonesia, PNI Baru. Di situ ia bersama Mohammad Hatta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan ini membuat keduanya ditangkap Pemerintah Belanda pada Februari 1934. Mereka dibuang ke Boven Digul, Papua, selama setahun, lantas dipindahkan ke Banda Neira, Maluku, selama enam tahun.
Semasa di pembuangan, Sutan Sjahrir rajin mengirim surat kepada istri pertamanya, Maria Duchateau, seorang warga negara Belanda . Surat inilah yang lantas disusun sebagai buku Renungan Indonesia, terbit di tahun yang sama Indonesia merdeka.
Audio: Kemauan untuk hidup selama pada kita ada kemauan untuk hidup selama itu pula kita diberi karunia. Bahkan dalam keadaan sepahit-pahitnya sekalipun. Kita boleh realistis dan kritis tapi mengapa kita harus memahitkan kehidupan kita dengan skeptisisme.. selalu ada tempat untuk keindahan hidup. Boven Digul 27 Maret 1935.
Itu tadi penggalan tulisan Sutan Sjahrir dari buku Renungan Indonesia yang dibacakan oleh sang cucu, Kania. Tulisan ini adalah menjadi penyemangat Sjahrir ketika dibuang ke Boven Digul, sebuah wilayah rawan malaria yang sungainya kala itu penuh buaya.
Selama masa penjajahan Jepang, Sutan Sjahrir menentang habis-habisan gaya perjuangan Soekarno-Hatta yang ia nilai terlalu percaya dengan janji-janji Jepang memerdekakan Indonesia. Ia lantas membentuk jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Inti gerakan Sutan Sjahrir ini mengingatkan Soekarno-Hatta agar memperjuangkan kemerdekaan tanpa menunggu dihadiahkan Jepang.
Di awal kemerdekaan, Sutan Sjahrir lantas disebut-sebut sebagai penyelamat Indonesia, karena membentuk kabinet baru yang menggantikan kabinet lama, yang dianggap sebagai kabinet boneka Jepang lantaran terlalu banyak campur tangan Jepang di sana. Saat itulah karir politiknya sebagai Perdana Menteri dimulai, kata pengagum Sutan Sjahrir, praktisi hokum Adnan Buyung Nasution.
Audio: Sebab kabinet sebelumnya kabinet Soekarno Hatta ditolak sama pemuda karena disebut kabinet Bucok, kabinet buatan Jepang. Maka kabinet itu jatuh dalam tiga bulan dan diganti dengan kabinet Sjahrir. Maka Sjahrir bisa dianggap sebagai penyelamat Indonesia, karena saat itu Inggris dan Belanda menganggap Indonesia adalah boneka Jepang
Berbeda dengan tokoh revolusi lainnya, Sutan Sjahrir menempuh cara tenang untuk memperjuangkan kelangsungan Negara Republik Indonesia, yaitu lewat meja perundingan. Salah satunya adalah perundingan Linggar Djati tahun 1946. Lewat perjanjian ini, Belanda secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
Audio: Naskah perundingan Linggar Djati ditandatangani oleh Indonesia dan Belanda. Naskah itu dibaut oleh kedua belah pihak...................................
Perundingan Linggar Djati banyak diprotes karena dianggap lemah. Di sini, intervensi Belanda dirasakan masih kuat. Hal ini berujung dengan Agresi Militer I Belanda Namun Sutan Sjahrir berkeras, ini adalah bagian dari perjuangan. Bagi Sjahrir, perjuangan tak melulu dengan angkat senjata, tapi juga dengan jalur diplomasi. Setidaknya dengan Linggar Djati ini, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
Setelah menjabat Perdana Menteri selama dua tahun, karir Sjahrir melesat ke dunia internasional. Ia mewakili Indonesia sebagai utusan Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB membahas soal sengketa Indonesia-Belanda.
Audio: At the end of the nineteenth century we began to regave our soul at gave birth to national movement to which aim to gave freedom from Dutch colonial rule. From that time it has be no constant decide one idea and one struggle to become a nation again. [artinya: Pada akhir abad ke 19 kami mulai menyatukan jiwa kami untuk meciptakan pergerakan nasional untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Mulai saat itu kami punya satu ide dan satu perjuangan untuk membangun bangsa kembali.]
Namun kiprah Sjahrir ini seolah terlupakan begitu Presiden Soekarno menangkap Sutan Sjahrir, bersama dengan sekitar 1200 orang lainnya. Tuduhannya, berusaha menggulingkan kekuasaan Soekarno.
Bekas duta besar Indonesia untuk Australia, Sabam Siagian.
Audio: Bukannya tidak harmonis tapi yang amat jelek. Ia terlalu terpesona dengan puncak kekuasaannya. Ia percaya bahwa Sutan Sjahrir dan teman-temannya ada usaha untuk menggulingkan Soekarno
Tahun 1962, Sutan Sjahrir ditangkap, tanpa pernah diadili. Kesepian dan kegalauannya dalam tahanan menyebabkan ia sakit. Tiga tahun kemudian, ia dibawa ke Zurich Swiss untuk berobat.
Pada 1966, di usia 57 tahun, si Bung Kecil yang gemar bermain biola ini wafat. Wafatnya Sutan Sjahrir disebut Bung Hatta sebagai sebuah tragedi, karena sang pejuang menghembuskan nafas terakhirnya dalam status tahanan tanpa pernah diadili.
Ini surat terakhir Bung Hatta kepada Sutan Sjahrir, dibacakan sejarawan Rusdi Husein.
Audio: Hidupnya hanya berjuang menderita dan berjuang untuk itu. Ia melarat dalam pembuangan untuk Indonesia merdeka, ia ikut serta membina untuk Indonesia merdeka. Tapi ia meninggal dalam tahanan Indonesia merdeka bukankah itu suatu tragedi
Audio: Suasana acara 100 tahun Sutan Sjahrir
Peringatan 100 tahun Sutan Sjahrir rupanya tak hanya ramai oleh tokoh senior. Banyak juga generasi muda yang hadir memperingati 100 tahun si Bung Kecil ini. Adnan Buyung Nasution dan Fajrul Rahman ada di antara para undangan.
Audio: (Adnan Buyung) Dia yang mengatakan bahwa tanpa prikemanusiaan nasionalisme akan menjadi fasis.(Fajrul) Dialah yang mengatakan bahwa negara harus memperhatikan rakyatnya agar sejahtera dan bahagia
Adnan Buyung Nasution mengatakan, tanpa Sutan Sjahrir, bisa jadi sikap nasionalisme bangsa Indonesia menjelma seperti nasionalisme fasis ala Nazi di Jerman atau Mussolini di Italia.
Audio: Sjahrir yang buka mata, kebangsaan itu harus yang berkemanusiaan yang menghargai hak azasi manusia, demokrasi itu harus demokrasi kerakyatan. Musuh demokrasi itu adalah feodalisme. Kalau masih kayak sekarang bagaimana bisa demokrasi
Sutan Sjahrir adalah sosok yang cemas akan bahaya fasisme, karena bisa menimbulkan berbagai tindak kekerasan. Bahaya ini sudah disadari sejak sebelum pecah Perang Dunia II. Padahal saat itu ia tengah berada di pengasingan, di Banda Neira, kata Sabam Siagian, pengagum Sjahrir yang pernah mengunjunginya di sana.
Audio: Saya berdiri di kamar kosong itu, bagaimana Bung Sjahrir menganalisa soal perang di Spanyol tahun 1936. Bung Sjahrir mengatakan konflik di Spanyol itu antara fasisme dan demokrasi bisa berdampak di Pasifik.
Benar saja. Tak berapa lama kemudian, pecah Perang Dunia II. Fasisme Nazi, Mussolini dan Jepang bergentayangan di Eropa serta Asia Pasifik. Fasisme mengancam, hendak menguasai dunia.
Di sinilah peran Sutan Sjahrir. Sjahrir berikrar, semangat kebangsaan harus dibarengi dengan semangat kemanusiaan. Itu semua, kata Sjahrir, demi mencegah rasa nasionalisme Indonesia berubah menjadi fasisme. Ketua Komnas Perempuan Kemala Chandra Kirana mengatakan, itulah sebabnya Sutan Sjahrir bisa disebut sebagai Bapak Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Audio: Hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh keadilan dan kemanusiaan yang dapat mengantarkan kita maju sebagai bangsa dunia. Semua kebangsaan akan menemui ajalnya dalam kemanusiaan yaitu bangsa manusia tak lagi terbatas-batasn dalam kulit dan turunan darah berlainan
Sutan Sjahrir juga dikenal sebagai bapak Negara kesejahteraan, kata aktivis Fajrul Rahman. Salah satu program Sjahrir yang masih relevan hingga kini adalah penerapan pajak progresif.
Audio: Makanya kalau kita temukan pada tulisan-tulisannya negara wajib menerapkan pajak progresif – pajak-pajak ini akan diberikan sebesar-besarnya unhtuk kesejahteraan rakyat seperti perumahan dll. Ini khas seperti cara di negara-negara kesejahteraan seperti di Swedia.
Pajak progresif adalah penerapan pajak yang nilainya mengikuti besarnya pendapatan dan asset yang dimiliki seseorang. Makin kaya seseorang, makin besar pajaknya. Sayangnya, menurut Fajrul, selama hidupnya Sutan Sjahrir tak pernah punya kesempatan menerapkan gagasan gagasannya ini.
Pada peringatan 100 tahun Sutan Sjahrir, muncul pertanyaan. Apakah bangsa Indonesia sudah menerapkan pemikiran-pemikiran Sjahrir?
Ketua Komnas Perempuan, Kemala Chandra Kirana, yang masih kerabat Sutan Sjahrir, mengatakan saat ini bangsa Indonesia mulai melupakan kesetaraan dan memupuk semangat membenci. Padahal, kata Kemala, inilah yang dikhawatirkan Sjahrir.
Audio: Dalam tiap tiap kerabat kebangsaan yang memabukkan dirinya dengan semangat membenci. Bangsa yang mengasing jsutru makin banyak ada bangsa papua, komunitas ahmadiyah yang sudah dinafikan kesetaraan sebagai bangsa Indonesia
Dunia politik di Indonesia juga jauh dari harapan Sutan Sjahrir.
Dulu, kata Sutan Sjahrir, seorang politisi harus berupaya maksimal, dengan akal sehat, untuk mencapai tujuan. Tapi saat ini, yang ada hanya kawanan politisi tak berpengertian, kata sejarawan Rocky Gerung.
Audio: Ingin mengenang pikiran Sutan Sjahrir untuk mengambil sikap intelektualnya. Karena itu yang defisit. Saya ingin melihat ada politik berpengertian yang diolah dengan akal sehat. Tapi yang kini kita miliki kawanan politik yang tak bertranssaksi dengan akal sehat. Inilah politikus demagog yang lebih mementingkan dealership ketimbang leadership
Satu hal lagi yang tak disukai Sjahrir adalah idiom ‘Merdeka atau Mati’. Kata Rocky Gerung, menurut Sjahrir, ini termasuk hal yang tak berpengertian.
Audio: Tema yang selalu kita dengar pada hari hari pertama kemerdekaan adalah merdeka atau mati. Karena kita tak pernah tau apa maksud merdeka atau maksud mati. Sekarang kita dengar lagi otonomi atau mati. Syariat atau mati, Injil atau mati. Ini pemahaman feodal yang mematikan demokrasi
Sekarang, kata Rocky, saatnya menghidupkan lagi pemikiran-pemikiran Sutan Sjahrir: dari ide demokrasi, kemanusiaan sampai keadilan sosial.
Audio: (Adnan Buyung) Dia yang mengatakan bahwa tanpa prikemanusiaan nasionalisme akan menjadi fasis.(Fajrul) Dialah yang mengatakan bahwa negara harus memperhatikan rakyatnya agar sejahtera dan bahagia (Rocky) Sjahrir tak pernah sepakat dengan kalimat merdeka atau mati. Kita tak pernah tau apa maksud merdeka atau maksud mati. Sekarang kita dengar lagi otonomi atau mati. Syariat atau mati, Injil atau mati. Ini pemahaman feodal yang mematikan demokrasi (Kemala) Hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh keadilan dan kemnusiaan yang adpat mengantarkan kita maju sebagai bangsa dunia.
Audio: At the end of the nineteenth century we began to regave our soul at gave birth to national movement to which aim to gave freedom from Dutch colonial rule. From that time it has be no constant decide one idea and one struggle to become a nation again. [artinya: Pada akhir abad ke 19 kami mulai menyatukan jiwa kami untuk meciptakan pergerakan nasional untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Mulai saat itu kami punya satu ide dan satu perjuangan untuk membangun bangsa kembali.]
[Rezki Hasibuan | KBR68H]
foto: www.deplujunior.org
Subscribe to:
Posts (Atom)